Denpasar (Antaranews Bali) - "Kelas Maya" atau pembelajaran elektronik (e-learning) dalam dunia pendidikan agaknya sama-sama menjadi "mimpi" dari dua provinsi, yakni Bali dan Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta.
Bedanya, Pulau Dewata memulai atau merintis "kelas maya" (e-learning) itu dengan hanya bermodalkan semangat untuk memajukan pulau yang sering dikunjungi orang asing itu. Sedangkan DI Yogyakarta merupakan "kota pendidikan" yang sudah memiliki fasilitas untuk itu.
Namun, keduanya memiliki keinginan untuk saling belajar dari pengalaman sebagian lainnya, meski Yogyakarta sebagai "kota pendidikan" lebih memiliki dukungan fasilitas "zaman now" dari berbagai pihak, termasuk bantuan Pemerintah Jepang.
Buktinya, Pemerintah Provinsi Yogyakarta sudah memiliki kesiapan teknis, diantaranya unit pelaksana teknis (UPT) yang khusus menyiapkan dan mengembangkan "e-learning" atau "kelas maya" yakni Balai Teknologi Komunikasi Pendidikan (Tekkomdik) Dinas Dispora DI Yogyakarta.
Di sela-sela menerima kunjungan jajaran Humas Pemprov dan pimpinan media dari Bali yang mempelajari "e-learning" di daerah istimewa itu pada 7-9 Maret 2018, Kepala Balai Tekkomdik Dispora Yogyakarta Dra Isti Triasih menegaskan bahwa pihaknya mengawali "kelas maya" itu karena menerima bantuan jaringan ICT EQEP dan IPC dari Pemerintah Jepang.
Bantuan itu tentu akan percuma kalau tidak dikembangkan untuk pembelajaran jarak jauh. "Jaringan ICT EQEP dan IPC itu mencapai 65 titik server yang menghubungkan Tekkomdik dengan ratusan sekolah secara maya lewat internet," katanya.
Akhirnya, pihaknya memgembangkan "kelas maya" melalui layanan virtual www.JogjaBelajar.org atau JB (JogjaBelajar) yang meliputi JB media, JB tube, JB radio, JB budaya, dan JB Class.
"Kami mendapat support dari Pustekkom Kemendikbud untuk mendayagunakan ICT," katanya.
JB Class itulah yang menjadi rintisan adanya 'kelas maya' di Yogyakarta. Sedangkan JB media, JB radio dan JB budaya merupakan sarana pembelajaran secara youtube, streaming dan website sehingga Tekkomdik memiliki studio radio, studio AVA (rekaman), studio animasi, laboratorium komputer dan laboratorium Apple.
Tahun ini, pihaknya akan mengembangkan jaringan dan layanan itu secara "mobile" dan juga untuk siswa difabel. "Kami berusaha untuk terus berubah dan berbenah agar dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sedemikian cepat," katanya.
Untuk mendukung program Tekkomdik, Pemprov Yogyakarta menganggarkan lewat APBD sekitar Rp9 miliar. "Di sini belum ada subsidi khusus untuk siswa, seperti pemberian gratis laptop untuk siswa seperti yang dilakukan Pemkab Badung di Bali, karena PAD-nya sangat tinggi," ujarnya.
Karena itu, dia meyakini Pemprov Bali akan lebih mudah merealisasikan "e-learning" melalui komitmen jajaran pemerintahan serta DPRD setempat, termasuk kerja sama dengan pihak luar.
Terkait kesiapan Provinsi Bali dalam "Kelas Maya" itu, Sekretaris DPRD Provinsi Bali I Gusti Ngurah Alit menilai kemampuan Tekkomdik dalam mempersiapkan sekolah untuk melaksanakan 'kelas maya' itulah yang melandasi Pemprov Bali untuk belajar "e-learning" ke Yogyakarta.
Bali baru memulai kelas maya di sejumlah SMA sebagai pionir. Yogyakarta justru sudah fokus pengembangan pendidikan e-learning dari SD sampai SMA, bahkan sudah memikirkan untuk difabel.
Dari kunjungan itu, Kabag Publikasi Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali Made Ady Mastika pun mengakui pihaknya bisa banyak belajar dari Yogyakarta tentang apa yang perlu disiapkan untuk "Kelas Maya", termasuk apakah perlu unit khusus seperti Tekkomdik atau bagaimana.
Pada tahun 2019, Dinas Pendidikan Bali merencanakan penerapan e-learning (kelas maya) pada sejumlah SMA/SMK yang menjadi kewenangan provinsi, lalu nantinya akan dikembangkan ke SMP dan SD hingga difabel, termasuk swasta.
Persiapan Bali
Saat memberikan pembekalan kepada peserta kunjungan ke Tekkomdik Yogyakarta serta SMK Perindustrian Yogyakarta (7/3), Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali TIA Kusuma Wardhani menegaskan bahwa hasil pertemuan terakhir dengan ratusan kepala sekolah se-Bali mencatat 121 dari 129 SMA/SMK di Bali siap melaksanakan "kelas maya".
Delapan sekolah belum siap karena wilayahnya belum terjangkau akses internet secara baik, bahkan kita juga masih terkendala akses internet yang lelet bila pembelajaran kelas maya lewat "Jejak Bali" (Jejaring Jelajah Kreativitas - Bali) dilakukan siswa secara bersamaan.
Selain itu, pihaknya juga masih merumuskan materi yang cocok untuk dimasukkan "Jejak Bali", karena pihaknya memang ingin menerapkan "kelas maya" dengan materi yang dibuat secara mandiri oleh para guru terbaik di Bali.
"Kami memang sudah bekerja sama dengan penyedia layanan e-learning terkemuka, Quipper dan juga dengan 'Rumah Belajar' Yogyakarta, atau bisa juga lewat e-modul, tapi kami mengisi layanan virtual Jejak Bali dengan materi yang kami rancang sendiri," katanya.
Pembelajaran secara elektronik lewat kelas maya akan menghilangkan kasta, sehingga siswa didik dapat belajar kepada guru terbaik yang tersebar dimanapun di Bali, misalnya siswa di Karangasem akan bisa belajar kepada guru matematika di Denpasar lewat Jejak Bali.
Dengan sistem itu juga, guru "TBC" (tidak bisa computer/komputer) akan semakin berkurang dan kualitas pendidikan di Bali juga akan semakin meningkat, karena siswa bisa belajar secara maya lewat 'Jejak Bali' dan di sekolah tinggal menanyakan beberapa hal kepada guru.
Namun, pihaknya masih merumuskan regulasi untuk penilaian sertifikasi guru di Kelas Maya yang tidak lagi memakai peraturan formal, yakni sebatas beberapa jam mata pelajaran, karena proses belajar-mengajar dalam Kelas Maya bisa berlangsung dalam 24 jam.
Dengan kelas maya itulah, kualitas pendidikan akan bisa merata, karena siswa akan bisa memilih guru yang disenangi, meski dari sekolah lain, asalkan sang guru mau menerima atau merespons keinginan siswa.
Bagi programer "JB Class" Tekkomdik Yogyakarta, Erich Syafriatna "Kelas Maya" menghubungkan guru dengan siswa dalam kelas maya dengan menggunakan nomor pokok siswa nasional (NPSN).
Bahkan, orang tua juga bisa mendaftar berdasarkan nomor induk siswa nasional (NISN), sehingga perkembangan siswa dapat dipantau guru dan orang tua.
Jadi JB Class (milik Tekkomdik Yogyakarta) atau Jejak Bali (JB Class milik Dinas Pendidikan Bali) adalah rumah yang bisa dimasuki dengan username dan akun yang bisa diisi oleh siswa, guru maupun orang tua.
Namun, jadwal pembelajaran atau ujian akan tetap dikendalikan guru, sehingga siswa yang masuk di luar jadwal pembelajaran atau jadwal ujian akan sulit masuk, karena jadwal pelajaran yang ditetapkan oleh pihak sekolah atau guru masih bisa berlaku.
Menurut Kepala Sekolah SMK Perindustrian Yogyakarta Dede Zaqiyyudin, sekolah yang diasuhnya baru setahun menerapkan "Kelas Maya" dengan sarana seadanya dan bergiliran antar-siswa dengan 54 komputer untuk 101 siswa, namun pihaknya sudah merasakan manfaat yang luar biasa dari "Kelas Maya".
"Kelas Maya" menjadikan pembelajaran semakin variatif seperti Kurikulum 2013, karena ada banyak video dan grafis yang menyenangkan. Guru juga merasa lebih ringan, karena Kelas Maya itu menghasilkan nilai untuk siswa secara otomatis, sehingga guru tidak perlu menilai lagi. Sekolah juga bisa hemat, karena pemakaian kertas berkurang.
Manfaat yang sangat penting dari Kelas Maya adalah guru dapat langsung melakukan "intervensi" pembelajaran. Misalnya memberikan remidi untuk siswa bernilai jelek atau memberikan pengayaan materi bila mayoritas siswa masih mengalami kesulitan.
Jadi, Kelas Maya itu bukan kemajuan "maya" atau "seolah-olah", tapi kemajuan yang nyata dan terus-menerus berkembang. (*)
Video oleh Edy Ya'kub
"Kelas Maya" bukan "Kemajuan Maya" untuk siswa-guru (video)
Minggu, 11 Maret 2018 8:44 WIB