Denpasar (Antaranews Bali) - Pengadilan Tata Usaha Negara Denpasar, Bali, menyidangkan gugatan warga atas surat keputusan Gubernur Bali Nomor 660.3/3985/IV-A/DISPMPT tentang izin lingkungan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara Celukan Bawang, Kabupaten Buleleng.
Dalam sidang pembacaan gugatan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim PTUN Denpasar, A.K Setiyono dengan anggotanya Himawan Krisbiyantoro dan Anita Linda Sugiarto, di Denpasar, Selasa, tampak hadir penasehat hukum perwakilan warga dan Greenpeace Indonesia, Dewa Putu Adnyana dan Ni Putu Candra Dewi itu sempat terjadi perdebatan dengan penasihat hukum tergugat dan dihadiri penasihat hukum tergugat Intervensi, Nurbaini Janah.
Sempat terjadi perdebatan saat penasihat hukum tergugat I Ketut Ngastawa dan Vian Graciano menilai bahwa persiapan gugatan sudah tiga kali dilakukan sejak 24 Februari 2018, sehinga menjadi catatan pihak tergugat bahwa gugatan yang diajukan adanya ketidakcermatan penggugat menyusun surat gugatan karena hakim sudah memberikan waktu yang panjang.
"Asalkan tidak ada isi substansi gugatan yang diubah oleh penggugat dalam sidang sebelumnya, sehingga yang sempat dibacakan tidak masalah dilakukan perubahan," kata Hakim A.K Setiyono.
Ia mengatakan, setelah diteliti laga saya nilai tidak ada hal yang diubah dan hanya terjadi kesalahan teknis yakni surat gugatan ada yang ditulis tangan dan gugatan ada kekeliruan nomor halaman.
Selanjutnya, surat gugatan dibacakan ketua majelis hakim yang isinya di antaranya memohon kepada hakim agar mengabulkan permohonan dari para penggugat seluruhnya, menyatakan batal atau tidak sah surat keputusan Gubernur Bali tentang izin lingkungan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap PLTU batu bara Celukan Bawang dan mewajibkan tergugat mencabut surat keputusan Gubernur Bali.
Gugatan itu dilakukan oleh tim kuasa hukum dari YLBHI-LBH Bali yakni tidak adanya keterlibatan masyarakat dalam proses analisis dampak lingkungan (Amdal) sesuai Permen Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012.
Kemudian, tergugat tidak memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) karena beberapa aspek kelengkapan dokumen Amdal yang tidak mampu dipenuhi, sehingga adanya kegagalan dalam melakukan evaluasi secara holistik terhadap dampak yang akan ditimbulkan.
Terkait SK Gubernur Bali tidak dirasakan pada rencana zona wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, karena seharusnya rencana pembangunan berdasarkan rencana zona itu.
Dalam gugatan yang diajukan kuasa hukum dari YLBHI-LBH Bali menilai Bali yang menjadi tujuan pariwisata lokal dan internasional seharusnya tidak membangun pembangkit listrik yang digunakan untuk bahan bakar energi kotor, seperti batu bara karena pembakaran batu bara akan menyebabkan pencemaran hingga merusak lingkungan hidup.
Hal ini akan berimbas pada alam dan ekosistem yang ada di Bali. "Pembangkit listik mengunakan energi baru terbarukan (EBT) merupakan jalan keluar bagi kelistrikan di Bali, karena alam Bali memiliki potensi energi listrik ramah lingkungan, apalagi Provinsi Bali memiliki komitmen menjadikan "Bali Clean and Green" ke depannya," kata kuasa hukum penggugat.
Dilain pihak, kuasa hukum tergugat I Ketut Ngastawa dan Vian Graciano mengharapkan ke depan tidak terjadi perubahan gugatan sebanyak tiga kali akibat kesalahan teknis.
"Secara umum akan saya baca dengan cermat substansi yang digugatkan kepada kami, apakah ada perubahan atau tidak pada susbstansi, akibat sebelumnya ada perubahan dan ada tulisan tangan sehingga saya meniliai gugatan ini tidak cermat dan tidak teliti," katanya. (WDY)
PTUN Denpasar sidangkan gugatan SK PLTU Buleleng
Selasa, 6 Maret 2018 14:17 WIB