Denpasar (Antara Bali) - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Kota Denpasar, Bali, menyosialisasikan Konvensi Hak Anak (KHA) ke sekolah untuk mewujudkan sekolah ramah anak.
Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak Dinas P3AP2KB Kota Denpasar Tresna Yasa di Denpasar, Selasa, mengatakan pihaknya melakukan sosialisasi KHA ke sekolah mulai tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.
Ia mengatakan sosialisasi KHA dan sekolah ramah anak sesuai dengan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 8 tahun 2014.
"Kami harapkan dengan dilakukan sosialisasi semua satuan pendidikan dapat memenuhi dan menjamin hak-hak anak tersebut," ujarnya.
Dikatakan, melalui sosialisasi tersebut juga memastikan setiap anak dapat perlindungan keamanan secara fisik maupun emosional termasuk psikologis. Dalam hal ini guru memiliki faktor utama untuk menciptakan kelas inklusif dan efektif. Sosialisasi sekolah ramah anak juga mewujudkan sekolah non-diskriminasi, kepentingan terbaik anak dan menghargai anak dengan pengelolaan yang baik.
Dalam mewujudkan sekolah ramah anak, menurut Tresna Yasa ada beberapa indikator yang harus dipenuhi di antaranya memenuhi standar pelayanan minimal di satuan pendidikan. Termasuk juga memiliki kebijakan anti-kekerasan dan kode etik penyelenggaraan pendidikan.
"Kami berharap dengan adanya sosialisasi yang langsung menyasar anak-anak dan guru-guru di sekolah, lebih dapat meningkatkan pemahaman tentan sekolah ramah anak," ucapnya.
Tresna Yasa mengatakan dalam mensosialisasikan sekolah ramah anak DP3AP2KB menggandeng Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Dharma Negara Kota Denpasar yang menyampaikan UU Perlindungan Anak dan Perda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan.
Putu Sonia Insani dari Puspaga Dharma Negara Kota Denpasar menambahkan sosialisasi sekolah ramah anak sangat penting untuk memberikan perlindungan pada anak.
Di samping itu memastikan terpenuhinya hak perempuan dan anak korban kekerasan berbasis gender atas layanan pemulihan dan penguatan, dalam pendekatan yang holistik dan multi disiplin, mudah dijangkau baik secara fisik atau geografik, sosial-budaya serta melibatkan peran serta masyarakat.
Untuk itu kerja sama dan koordinasi antara lembaga di masyarakat dengan pemerintah dalam mewujudkan layanan terpadu, khususnya dalam penanganan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak berbasis gender serta korban perdagangan anak (traficking).
"Dengan demikian dapat lebih meningkatkan pemahaman warga masyarakat tentang hak-hak anak," kata Putu Sonia Insani. (WDY)