Oleh I Ketut Sutika
Wanita asal Jepang itu awalnya hanya tertarik pada seni budaya Bali seperti kebanyakan wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Pulau Dewata.
Namun, rasa ketertarikannya itu lambat laun berubah menjadi cinta untuk mendalami seni dan budaya Balli. Makin dipelajari menemukan keasyikan, kedamaian dan rasa senang terhadap seni budaya itu, hingga akhirnya dia mempersunting pria daerah ini dan mengakhiri hidupnya juga di Pulau Dewata.
Mari Nabeshima (38), wanita kelahiran Saga, Jepang tahun 1972, istri dari I kadek Suardana, seorang seniman dan produser seni sekaligus ketua Yayasan Arti Denpasar, menghembuskan nafas terakhir akibat demam berdarah setahun yang lalu.
Untuk mengenang kepergian Mari Nabeshima, Yayasan Arti Denpasar meluncurkan buku "Cecangkriman Tembang Penjaga Jiwa Raga" yang khusus dipersembahkan untuk almarhumah, yang semasa hidupnya sangat peduli dan mencintai seni budaya Bali.
"Buku setebal 100 halaman itu akan diluncurkan bertepatan dengan acara 'memorial concert' mengenang setahun kepergian Mari Nabeshima, di Inna Bali Hotel Denpasar Senin malam (4/7)," tutur I Kadek Suardana.
Buku yang tahap pertama dicetak 500 eksemplar dalam Bahasa Indonesia, akan diterbitkan kembali untuk cetakan kedua dalam Bahasa Inggris.
Penerbitan buku hasil penelitian dan pengkajian Mari Nabeshima, semasa hidupnya, diharapkan mampu memperkaya dan memperkuat referensi tentang seni budaya Bali.
Seni budaya Bali yang didukung dengan keragaman adat dan tradisi, tetap tumbuh subur di tengah-tengah kehidupan masyarakat setempat. Potensi dan keunikan seni budaya itu menjadi modal dalam pengembangan sektor pariwisata.
Bahkan sejumlah wisatawan mancanegara dalam menikmati liburan di Bali tertarik mendalami tabuh dan tari Bali, seperti yang juga dilakukan Mari Nabeshima.
Mari Nabeshima semasa hidupnya aktif melakukan penelitian dan pengkajian tentang seni budaya Bali. Hasil penelitiannya itu masih tersimpan di laptop kesayangannya berbahasa Jepang dengan hurup Kanji tentang tembang "Cecangkriman".
Hasil penelitian itu kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh rekannya dengan judul "Mari mempersembahkan sesaji untuk Bali".
Mari Nabeshima yang melewatkan masa kecilnya di Australia itu mengambil bidang studi musikologi di Tokyo University Arts. Saat menyelesaikan S-2, dia mendapat kesempatan mendalami seni budaya Bali di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar dan sempat meneruskan S-3 di perguruan tinggi yang sama.
Bersamaan dengan itu, dia pun membentuk rumah tangga dengan pria Bali, Kadek Suardana, seorang seniman dan produser seni.
Penerbitan buku yang dipersembahkan kepada almarhunah, menyusul cetakan kedua dalam Bahasa Inggris itu sangat penting, mengingat Bali sejak dulu menjadi daya tarik tersendiri bagi seniman internasional untuk mengembangkan kreativitasnya di Pulau Dewata.
Dikenal internasional
Tak sedikit seniman asing yang mengembangkan kreativitas seni di Bali, baik dalam bidang seni tari, tabuh, patung, maupun kanvas, hingga akhirnya mampu mengantarkan dirinya mendunia.
Sederetan nama seniman asing yang pernah bermukim di Bali, dengan karya-karyanya dalam bingkai seni budaya Bali mencuat ke permukaan yang telah dikenal dunia internasional hingga sekarang.
Karya seni hasil sentuhan sederetan seniman asing yang pernah bermukim di Bali menggambarkan bagaimana unik dan kokohnya seni budaya yang diwarisi masyarakat Pulau Dewata.
Seniman asing tersebut antara lain Walter Spies, warga negara Jerman, Antonio Blanco, pelukis berdarah Spanyol, Andrien Jean Le Mayeur, seniman asal Belgia, dan Adrianus Wilhelmus Smit, pria kelahiran Belanda.
Walter Spies lewat karya kanvas maupun garapan tari mampu memperkenalkan Bali kepada dunia barat tahun 1930-an, hingga akhirnya Bali dikenal mancanegara. Upaya itu juga dilakukannya dengan mengajak seniman tabuh dan tari Bali mengadakan lawatan ke berbagai negara ke Eropa.
Demikian pula seniman lukis dan patung setempat dibinanya sedemikian rupa dengan tetap berpijak pada akar seni budaya Bali. Berkat keberhasilan Walter Spies membangun "jembatan" yang menghubungkan Bali dengan dunia barat, menjadikan para imluwan dan peneliti dunia tertarik untuk datang ke Bali.
Salah seorang di antaranya adalah Miguel Covarrubias, seorang penulis, pelukis dan antropolog kelahiran Meksiko. Lewat bukunya yang berjudul "Island of Bali", Covarrubias memperkenalkan pesona seni budaya dan tari Bali kepada dunia barat.
Demikian pula Antonio Blanco, pelukis berdarah Spanyol, yang mempersunting gadis setempat, Ni Ronji, memiliki keahlian dan kemampuan yang luar biasa di atas kanvas.
Andrien Jean Le Mayeur, seniman asal Belgia, juga mempersunting seorang gadis Bali, Ni Nyoman Polok. Dia mampu menghasilkan lukisan bernilai seni tinggi yang kini menjadi koleksi museum Le Mayeur di Pantai Sanur, Bali.
"Memorial concert", mengenang setahun kepergian Mari Nabeshima juga dihadiri keluarga besar almarhumah dari Jepang, termasuk menampilkan konser "Saga-Ta", yakni Saga, tempat kelahiran Nabeshima di Jepang dan Ta-Tainsiat, tempat kelahiran suaminya I Kadek Suardana di Kota Denpasar.
Di tengah alunan konser I Nyoman Erawan (54), seniman andal alumnus Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta akan melukis wajah Mari Nabeshima.
Seniman yang sukses menggelar pameran di tingkat nasional dan internasional di berbagai negara itu secara spontanitas menuangkan aspirasinya di atas kanvas untuk melukis wajah Mari Nabeshima yang pergi untuk selama-lama pada 4 Juli 2010.
Jenazahnya telah diaben (kremasi) sesuai kepercayaan Hindu. Ia pergi untuk selama-lamanya, namun dia tetap dikenang berkat kepedulian, wawasan dan pemikirannya, agar seni budaya Bali tetap kokoh dan lestari di tengah impitan budaya global.(*)
Mengenang Pencinta Seniman Bali Asal Jepang
Senin, 4 Juli 2011 10:55 WIB