Denpasar (Antara Bali) - Trio maestro seni Bali menarikan sejumlah topeng kuno koleksi Museum Bali untuk memperkenalkan dan berbagi ilmu mengenai seluk-beluk pertopengan kepada masyarakat.
"Dengan acara demonstrasi topeng ini, kami ingin menampilkan keragaman yang dimiliki Museum Bali sebagai ikon dari museum itu sendiri karena fungsi museum sebagai sarana pendidikan sekaligus untuk berkomunikasi," kata maestro seni tari dan budayawan Prof Dr I Made Bandem di sela-sela acara "Workshop Demonstrasi Topeng" itu, di Museum Bali, di Denpasar, Rabu.
Selain Bandem, dua maestro lainnya yang unjuk kebolehan menarikan sejumlah topeng koleksi Museum Bali itu adalah I Ketut Kodi dan Prof Dr I Wayan Dibia. Dalam kesempatan tersebut, di antaranya Bandem membawakan Topeng Dalem Arsa Wijaya sedangkan I Ketut Kodi menari Topeng Tua dan juga topeng untuk Bebondresan, sedangkan Wayan Dibia membawakan Topeng Jauk Manis, Jauk Keras dan Barong Ket.
"Lewat kegiatan ini, kami pun ingin menyosialisasikan bahwa topeng termasuk seni pertunjukan yang sangat hebat dan menjadi pengungkap sejarah. Mudah-mudahan topeng bisa juga nanti diusulkan sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda," ucapnya.
Menurut Bandem, dari 386 koleksi topeng di Museum Bali, selama ini hanya sebagian kecil yang bisa dipamerkan karena terkendala keterbasan gedung. Topeng yang dikoleksi juga ada yang berasal dari abad ke-18.
"Oleh karena itu, kalau bisa ke depan Museum Bali agar mempunyai program untuk memamerkan koleksi yang lainnya seperti lukisan, tekstil, hingga benda-benda arkeologi, di samping juga mengundang para tokoh-tokohnya untuk menjadi narasumber," ucapnya.
Mantan Rektor ISI Denpasar itu menilai sesungguhnya koleksi museum Bali begitu luar biasa, namun masih perlu pemeliharaan secara artistik, sebab kondisinya lebih banyak tersimpan dalam kotak-kotak yang sulit disaksikan publik. "Kalau pemeliharaan secara kimiawi sih sudah bagus," ujarnya.
Bandem sangat mengharapkan agar ke depan Museum Bali bisa memiliki kurator yang bertugas untuk menyeleksi benda-benda yang bisa masuk museum, dan jangan begitu saja menerima benda kuno yang disumbangkan oleh kelompok masyarakat.
Di samiping itu, lanjut dia, kurator harus memiliki kemampuan mendiskripsikan semua benda yang ada, termasuk juga memahami fungsi dan makna benda-benda koleksi dalam seni pertunjukan.
Sementara itu, budayawan Prof Dr I Wayan Dibia mengharapkan agar topeng yang dipamerkan di Museum Bali dapat dikelompokkan sesuai jenisnya, misalnya ada kelompok topeng bebarongan, wayang wong dan sebagainya.
"Lewat acara ini, selain kami ingin menyosialisasikan bahwa koleksi topeng di Museum Bali itu sangat banyak, sekaligus ingin berbagi mengenai seluk-beluk pertopengan yang sebenarnya," ucapnya.
Menurut Dibia, dengan format acara yang dikemas pada tempat yang tidak begitu luas itu penonton dapat lebih mudah mengamati dan menikmati detail topeng.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dewa Putu Beratha tidak memungkiri karena keterbatasan ruang museum, maka yang bisa dipajang hanya sekitar 10 persen dari total koleksi yang ada. Museum Bali sendiri mempunyai total 14.612 jenis koleksi seperti topeng, etaografika, biologika, lukisan, kain tenun endek dan songket.
"Lewat kegiatan demonstrasi topeng, kami ingin memperkenalkan kepada masyarakat bahwa koleksi topeng yang ada memiliki nilai seni tinggi. Selanjutnya kami ingin menumbuhkan rasa bangga dan menguatkan karakter anak-anak maupun generasi muda agar tertarik berkunjung ke Museum Bali," ucapnya.
Pihaknya juga melihat pentingnya tim kurator Museum Bali karena rata-rata koleksi museum belum dibuatkan narasinya dari sisi bentuk, fungsi dan maknanya. "Tetapi kami akan cek dulu dari sisi anggaran terkait pembentukan tim kurator tersebut," kata Dewa Beratha. (WDY)