Denpasar (Antara Bali) - Sekjen DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia Sayid Muhamad sependapat dengan sejumlah pihak bahwa sistem demokrasi liberal yang saat ini diterapkan di Indonesia, tidak sesuai dengan kondisi yang ada di negeri ini.
"Sistem demokrasi bisa diterapkan dengan empat syarat, yaitu ekonomi mapan, tingkat pendidikan baik, penegakan hukum dan pers bertanggung jawab. Kita belum memenuhi keempatnya," ujarnya pada seminar tentang "Pancasila dan Disintegrasi" di Gedung Yuwana Mandala Pemuda KNPI Bali di Denpasar, Minggu.
Seminar yang diselenggarakan KNPI bersama Ikatan Alumni Resimen Mahasiswa Indonesia (IARMI) itu juga menghadirkan pembicara Ketua KNPI Bali Putu Indriawan Karna dan Kapendam IX/Udayana Letkol (Arm) Wihandoko.
Dalam paparannya, Sayid Muhammad mengatakan bahwa Pancasila bagi Indonesia yang merupakan "fragile country" atau bangsa majemuk yang rentan terpecah-belah, merupakan ideologi penguat bangsa.
Negara Indonesia dengan penduduk yang heterogen, wilayah luas dan dinamikanya begitu kompleks, tanpa Pancasila tidak mungkin dapat bertahan.
"Tanpa Pancasila, saya yang orang Aceh dan beragama Islam tidak mungkin dapat bicara di sini tanpa protes. Apalagi masalah agama merupakan hal yang sensitif. Kekuatan ideologi Pancasila juga diakui oleh Barrack Obama ketika berkunjung di Indonesia," jelas Sayid.
Dikatakan bahwa cita-cita kemerdekaan sebenarnya sangat sederhana, yaitu menciptakan kesejahteraan dan perjuangan.
Di era reformasi, kata Sayid, sebenarnya tujuannya hanya satu, yaitu membatasi jabatan presiden karena Presiden Soeharto saat itu terlalu lama menjabat dan mengakibatkan KKN berkembang.
"Tujuan reformasi bukan untuk mengubah nila-nilai bangsa seperti Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI," ucapnya.
Dengan berubahnya nilai-nilai kegotong-royongan Pancasila menjadi demokrasi liberal, menurut Sayid, sama saja membuka peluang disintegrasi.
"Nilai-nilai kegotong-royongan diubah menjadi demokrasi liberal, sehingga prinsip-prinsip disintegrasi secara tidak langsung sudah masuk di Indonesia," ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua KNPI Bali Putu Indriawan Karna, bahwa demokrasi yang diterapkan di Indonesia adalah demokrasi kuantitas yang mengarah pada voting.
Seharusnya Indonesia menerapkan musyawarah mufakat yang dilakukan atas dasar pertimbangan seluruh komponen masyarakat.
"Musyawarah harus mufakat, jangan berpura-pura dan ngomong sendiri. Kalau demo sendiri tanpa mempedulikan kepentingan yang lain, seperti demo buruh di Jakarta, jalan menjadi macet," kata Indriawan.
Diingatkan bahwa dalam mencegah disintegrasi diperlukan pemenuhan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut dapat diupayakan salah satunya dengan pendidikan wawasan tentang Indonesia.
"Ketika anak mengetahui bahwa Indonesia itu luas, cita-cita mereka bisa terbentuk. Sekarang anak sekolah jangankan yang berumur 10 tahun, yang 20 tahun saja tidak tahu di mana letak tambang bauksit, padahal dengan mengetahui kekayaan yang ada bisa memacu cita-cita anak Indonesia," jelasnya.
Selain itu, Indriawan juga mengingatkan bahwa banyaknya dana asing yang masuk juga dapat menyebabkan disintegrasi bangsa. "Dengan uang satu juta dan perut lapar, satu orang bisa membunuh banyak orang," ucapnya.
Di Papua, banyak LSM asing yang menjual kemiskinan daerah itu. "Padahal orang Papua memang ingin mempertahankan koteka. Oleh karena itu, organisasi yang didanai oleh LSM luar harus transparan dalam pendanaannya," tegas Indriawan.
Dengan adanya tantangan disintegrasi yang ada, Letkol (Arm) Wihandoko mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menangani masalah tersebut secara bersama-sama.
"Disintegrasi bangsa bukan sekadar ilusi. Dihadapkan pada tantangan bangsa yg muncul dan diperlukan penanganan yang serius oleh seluruh elemen masyarakat. Kita harus menjaga nilai-nilai bangsa agar tidak tergerus paham negatif dan euphoria," ujarnya.(*)
Sekjen KNPI Sependapat Demokrasi Tak Sesuai Kondisi
Minggu, 1 Mei 2011 20:44 WIB