Denpasar (Antara Bali) - Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan mengajak partai politik berpartisipasi maksimal untuk meningkatkan indeks demokrasi Indonesia melalui optimalisasi hak inisiatif, kaderisasi dan dana operasional.
"Kami mengajak partai politik, mari melaksanakan, berupaya sekuat tenaga agar ada perbaikan dari kelemahan-kelemahan di masa depan," kata Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kemenko Polhukam Mayor Jenderal TNI Yoedi Swastono ketika memberi sambutan pada Seminar Nasional Evaluasi Pilkada Tahun 2017 Dalam Rangka Menyongsong Pilkada Serentak Gelombang III 2018 di Sanur, Denpasar, Kamis.
Menurut Mayjen Yoedi, beberapa waktu lalu di Denpasar digelar forum komunikasi dan koordinasi untuk meningkatkan indeks demokrasi di Indonesia dengan mengundang jajaran Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) di wilayah Indonesia Tengah.
Dia menjelaskan dalam forum tersebut disepakati bahwa dari 28 indikator penilaian indeks demokrasi, satu-satunya institusi yang berperan penting dalam penyelenggaraan demokrasi di Indonesia adalah partai politik.
Jenderal bintang dua itu menyebutkan peran serta parpol perlu dioptimalkan karena masih tergolong rendah yakni dari hak inisiatif, kaderisasi dan dana operasional yang rendah.
Khusus terkait hak inisiatif oleh wakil rakyat, lanjut dia, lebih banyak disebabkan hal yang sederhana yakni ketertiban administrasi yang tidak tercatat di sekretariat dewan sehingga menjadi titik lemah berdasarkan pengamatan di daerah.
Paling tinggi angka hak inisiatif nasional, lanjut dia, mencapai hanya 29 bahkan ada di daerah tertentu yang mencapai 16.
Dalam kesempatan itu, pihaknya mengapresiasi Pemerintah Daerah di Bali dan masyarakatnya karena indeks demokrasi di daerah setempat mencapai tiga digit di atas target nasional sebesar 75 hingga tahun 2019.
Atas pencapaian itu Kemenko Polhukam memberikan penghargaan kepada Bali.
Sedangkan secara nasional tahun 2016 indeks demokrasi Indonesia mencapai 72,82 atau turun dari 73,04 tahun 2014.
"Bukan karena situasi demokrasi semakin menurun, tetapi ada dua indikator yang dirubah atau diganti sehingga terjadi penurunan mencolok. Jika ada indikator sama terjadi kenaikan 73,28," imbuhnya.
Dia mengharapkan hal tersebut menjadi bahan evaluasi menjelang pelaksanaan Pilkada serentak gelombang III tahun 2018.
Terkait evaluasi pilkada sebelumnya, masih perlu perbaikan di antaranya pasangan calon tunggal di daerah, politik uang, kurang netral dan profesional para penyelenggara pemilu dan isu SARA.
"Dan tidak kalah penting maraknya pemanfaatan media sosial untuk menyebarkan berita tidak benar atau `hoax`," ucapnya.(WDY)