Tabanan (Antara Bali) - Psikiater dari Universitas Udayana Bali Prof Dr dr Luh Ketut Suryani SpKJ mengemukakan, munculnya fakta avak kecil sudah berpacara karena mereka ingin mencari figur orang tua yang tidak ditemukan di rumahnya.
"Anak-anak itu ingin mencari teman berbicara, bertukar pikiran dan mencari figur ayah dan ibunya yang tidak ia temukan di rumah," katanya pada dialog perempuan lintas generasi dan iman untuk memperingati Hari Kartini, di Gedung Mario, Tabanan, Kamis.
Ia mengemukakan bahwa dari penelitian di "Suryani Institue for Mental Health" yang dipimpinnya ditemukan fakta anak kelas III sekolah dasar telah berpacaran dan melakukan hubungan seks. Ini dilakukan karena berawal dari kurangnya komunikasi antara anak dengan orang tua.
Menurut dia, saat ini banyak orang tua yang tidak memiliki waktu untuk berkomunikasi dengan buah hatinya. Karenanya kemudian ada jarak antara orang tua dengan anak-anaknya. Kondisi ini jika dibiarkan berlarut-larut akan berbahaya bagi kelangsungan generasi penerus bangsa.
"Ketika ia dewasa, kebiasaan ini akan berkembang menimbulkan perselingkuhan. Keinginan untuk mencari figur pengayom itu terus tertanam dalam memori anak tersebut. Ayah dan ibu boleh bekerja keduanya, tetapi hendaknya pintar-pintar membagi diri," ucapnya.
Fenomena anak-anak yang lebih suka SMS-an dan "chating", menurut Suryani, juga disebabkan hal yang sama. Orang tua dipandang tak cukup menampung keluh kesah si anak. Kebiasaan ini, akibatnya lama-lama menimbulkan gangguan komunikasi verbal pada anak.
"Sekarang bukan saatnya untuk saling menyalahkan, tetapi mari mencari solusi dan itu semua tergantung pada perempuan sebagai ibu dalam keluarga," ujarnya.
Sementara Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti yang juga hadir dalam dialog itu mengingatkan kaum perempuan di Bali yang banyak mengejar kesuksesan agar tidak sampai menelantarkan keluarga.
"Tak akan ada artinya kesuksesan perempuan, jika keluarganya ditelantarkan," ucapnya.
Menurut dia, dari keluarga yang baik dan harmonis akan tercipta sumber daya manusia yang berprestasi dan siap menghadapi segala tantangan zaman demi suksesnya pembangunan. Dalam menciptakan keluarga yang baik, tak terlepas dari peranan perempuan dalam keluarga.
"Perempuan boleh menggantungkan cita-cita setinggi langit tetapi jangan sampai lupa kodratnya dalam keluarga," kata bupati perempuan pertama di Bali ini.
Untuk itu bupati mengajak para wanita di Pulau Dewata agar dapat memanaj waktu dengan baik antara keluarga dan pekerjaan. Perempuan diharapkan memiliki sikap percaya diri karena perempuan mempunyai kesempatan berkiprah dalam pembangunan. (*)