Menarik, membaca tulisan investigasi Allan Nairn berjudul, "Trumps
Indonesian Allies in Bed with ISIS-Backed Militia Seeking to Oust
Elected President" yang apabila dialihbahasakan ke dalam Bahasa
Indonesia kira-kira berbunyi sebagai berikut : "Sekutu Trump di
Indonesia seranjang dengan ISIS yang didukung militer berupaya
menggulingkan presiden pilihan rakyat".
Konon, informasi tentang gerakan makar untuk menggulingkan Presiden
Jokowi itu diperoleh melalui sejumlah wawancara dan dokumen-dokumen yang
didapat dari internal TNI, Kepolisian, Intelijen Indonesia, serta Badan
Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA) yang dibocorkan oleh Edward
Snowden.
Dalam tulisan hasil investigasi jurnalistik Allan Nairn dengan
tokoh-tokoh kunci yang dianggap berseberangan dengan Presiden Jokowi itu
disebutkan bahwa kasus penistaan agama yang menimpa Ahok (Basuki
Tjahaya Purnama) hanyalah jembatan untuk menuju tujuan yang lebih besar,
yaitu menumbangkan Presiden Jokowi dari jabatannya sebagai Presiden
Republik Indonesia.
Awal gerakkan makar dimulai dari gelombang aksi besar-besaran dengan
tema aksi bela Islam yang bermunculan bak jamur di musim penghujan
dalam masa Pilkada DKI Jakarta 2017.
Aksi-aksi itu sengaja direkayasa sebagai pintu masuk gerakan makar
dengan dalih menuntut Ahok agar segera ditangkap dan dijebloskan ke
dalam penjara atas tuduhan penistaan terhadap agama Islam dalam kasus
Al-Maidah.
Gubernur DKJ Jaya yang lebih dikenal dengan nama panggilan Ahok itu
adalah berkah bagi gerakan makar melalui kasus terpeleset lidah tentang
Al-Maidah ayat 51 itu.
Gagal Paham
Sebagai seorang insan awam politik, saya tidak malu mengakui bahwa
saya sempat mengalami "gagal paham" total akibat kewalahan dalam upaya
mengikuti apalagi memahami makna yang terkandung dalam tulisan
investigasi Allan Nairn yang ditulis dengan gaya lincah kelas langitan
itu.
Akibat informasi yang diungkapkan dalam tulisan investigasi dahsyat
itu luar biasa luas dan kompleks serta terkesan sedemikian berserakan ke
sana ke mari maka daya tafsir saya yang dangkal dan naif ini,
kebingungan dalam menghimpun demi merajut kesemuanya menjadi suatu
kesimpulan.
Kebetulan di dalam naskah investigasi yang ditulis bukan oleh
seorang warga Indonesia itu disebutkan nama-nama para warga Indonesia
yang menurut tokoh jurnalis investigator bukan warga Indonesia itu layak
ditengarai sebagai para pengkhianat bangsa yang berniat menggulingkan
presiden yang sudah dipilih secara sah lewat pemilihan umum yang
demokratis langsung oleh rakyat Indonesia.
Kebetulan sebagian besar para warga Indonesia yang dicurigai ingin melakukan makar itu secara pribadi saya kenal.
Sejauh saya mengenal sesama warga Indonesia yang namanya disebut di
dalam naskah investigasi Allan Nairn itu, mereka adalah para tokoh
bangsa yang sangat cinta kepada Tanah Air Angkasa yaitu Indonesia.
Kenyataan
Pada kenyataan tokoh-tokoh Indonesia yang disebut di dalam naskah
Allan Nairn itu memang aktif di ranah politik maka dapat diyakini bahwa
para beliau itu sadar politik dan tentunya juga sadar konstusional
sehingga rasanya mustahil jika mereka akan melakukan makar yang secara
jelas tergolong perilaku tidak konstitusional.
Juga pada kenyataan di negeri Allan Nairn sendiri pasti ada bahkan
banyak politisi yang tidak setuju atau tidak suka terhadap presiden yang
secara konstitusional telah dipilih oleh rakyat setempat namun sejauh
ini velum terbukti bahwa ada politisi negeri Allan Nairn yang ingin
melakukan makar.
Selama merasa tersinggung belum dilarang secara konstitusional di
negeri saya sendiri maka saya berhak untuk merasa tersinggung oleh
pernyataan Allan Nairn mengatakan bahwa ada politisi sesama warga
Indonesia yang sedang berkomplot ingin melakukan makar sebab dapat
diartikan bahwa Allan Nairn menganggap peradaban politik negeri saya
lebih biadab ketimbang negeri beliau.
Di sisi lain saya mengkhawatirkan naskah investigasi Allan Nairn
itu berpotensi mengalihkan fokus perhatian dari kenyataan sumber
permasalahan utama yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia yaitu
kesenjangan sosial akibat kurangnya keberpihakan penguasa terhadap wong
cilik .
Maka selama demokrasi masih mengizinkan saya memilih sikap pribadi
dan selama makar belum nyata terjadi di negeri tercinta saya ini, saya
memilih untuk bersikap tidak percaya bahwa ada sesama warga Indonesia
tega hati akan melakukan makar di persada Tanah Air Angkasa saya yaitu
Indonesia.
Sikap ini bukan berarti saya ternina-bobo dibuai kenaifan saya sebab
saya justru memilih untuk makin bersikap "eling lan waspada" dalam
menghadapi tulisan para warga bukan Indonesia yang mungkin lebih
obyektif namun tentu lebih tidak peduli apabila bangsa yang sangat saya
cintai ini terpecah belah seperti telah terbukti terjadi dalam tragedi
nasional yang menimpa bangsa Indonesia pada tahun 1965 dan 1998.
Jangan pecah belah bangsaku !
*) Penulis adalah seniman dan budayawan, WNI yang cinta Indonesia
Jangan Pecah Belah Bangsaku!
Senin, 24 April 2017 20:46 WIB