Denpasar (Antara Bali) - Bali mengekspor patung dan berbagai jenis cenderamata berbahan baku kayu senilai 4,191 juta dolar AS selama Februari 2017, atau naik 19,50 persen (684.069 dolar AS) dibandingkan dengan bulan Januari 2017 sebesar 3,507 juta dolar AS.
"Namun dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya, perolehan devisa itu meningkat 4,82 persen, karena bulan Februari 2016 pengapalan berbagai jenis patung itu hanya menghasilkan 3,998 juta dolar AS," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Adi Nugroho di Denpasar, Senin.
Ia mengatakan, berbagai jenis patung dan cenderamata hasil sentuhan tangan-tangan terampil perajin Bali itu mampu memberikan kontribusi 9,28 persen dari total ekspor daerah Bali sebesar 45,150 juta dolar AS selama bulan Februari 2017.
Perolehan devisa tersebut meningkat 15,39 persen dibandingkan dengan bulan Januari 2017 yang tercatat 39,129 juta dolar AS atau bertambah 11,95 persen dibanding dengan bulan yang sama tahun 2016 mengantongi 40,331 juta dolar AS.
Adi Nugroho menambahkan, patung dan aneka jenis cenderamata berbahan baku kayu merupakan salah satu dari 17 jenis kerajinan industri skala rumah tangga yang mampu menembus pasaran luar negeri dengan prospek yang cukup cerah di masa mendatang.
Pasaran Amerika Serikat menyerap paling banyak cenderamata berbahan baku kayu dari Bali yakni sebesar 20,63 persen, menyusul Spanyol 11,33 persen, Perancis 7,98 persen, Jepang 4,12 persen, Belanda 3,89 persen, Australia 3,51 persen, Singapura 1,93 persen, Tiongkok 1,30 persen, Hong Kong 0,04 persen dan Swiss 0,15 persen
Sisanya sebesar 45,13 persen mampu menembus berbagai negara lainnya di belahan dunia, karena berbagai jenis patung hasil sentuhan tangan-tangan terampilan itu sangat diminati konsumen luar negeri.
Cenderamata hasil sentuhan tangan-tangan terampil seniman Bali sangat diminati konsumen mancanegara sehingga mempunyai prospek yang cukup cerah.
Sementara pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali juga terus memberikan sosialisasi terhadap peraturan-peraturan dalam meningkatkan ekspor non-migas, khususnya yang berasal dari bahan baku kayu.
Hal itu dinilai sangat penting, karena dalam peraturan ekspor-impor ada yang menyangkut kemudahan maupun larangan yang harus ditaati dan dihindari.
Menyangkut kemudahan ekspor berbahan baku kayu misalnya Indonesia kini telah mendapatkan pengakuan Hukum Kehutanan Tata Kelola Penegakan dan Perdagangan (Forest Law Enforcement Governance and Trade/FLEGT) dari negara Uni Eropa berkaitan ekspor kayu, termasuk hasil kerajinannya.
Dengan terbitnya keputusan tersebut Uni Eropa mengakui bahwa Indonesia telah memenuhi persyaratan dalam kerangka Undang-Undang Perdagangan Uni Eropa dan Perjanjian Sukarela yang ditandatangani antara Indonesia dan Uni Eropa pada 2013. (WDY)