Denpasar (Antara Bali) - Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta meminta jajarannya untuk lebih mengintensifkan sosialisasi kepada masyarakat terkait integrasi program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) menjadi Jaminan Kesehatan Nasional.
"Masih banyaknya keluhan dan pertanyaan masyarakat merupakan salah satu dampak dari kurangnya pemahaman masyarakat terkait pengintegrasian tersebut," kata Sudikerta pada Rapat Koordinasi Pelaksanaan Integrasi JKBM ke Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), di Denpasar, Rabu.
Oleh karena itu, ujar Sudikerta, hal tersebut harus benar-benar disosialisasikan agar semua paham dan mengerti.
"Bukan hanya kepada masyarakat sebagai penerima program, tetapi juga yang memberikan pelayanan sehingga tidak ada lagi keluhan," ucapnya.
Orang nomor dua di Bali itu juga menyayangkan anggapan yang mengatakan kalau program JKBM telah dihentikan. Padahal menurut dia, JKBM tidak berhenti melainkan berlanjut dengan nama JKN yang dikelola oleh BPJS.
"Hanya saja, yang tertanggung dalam program ini adalah masyarakat Penerima Bantuan Iuran (PBI) atau warga tak mampu. Khusus untuk PBI daerah, kalau ada masyarakat yang sudah memenuhi syarat langsung cetak kartunya biar mereka bisa segera dilayani," kata Sudikerta.
Ia juga mengingatkan agar BPJS Kesehatan selaku pengelola JKN serius dalam melaksanakan program ini, khususnya dalam pengelolaan keuangan. Selain itu, diharapkan agar administrasinya dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sudikerta tidak ingin ada pihak-pihak yang mencari keuntungan dalam pelaksanaan program ini. "Jangan sampai ada yang memungut pembiayaan lagi kepada pasien, itu tidak boleh," ujarnya.
Di sisi lain, dia menekankan agar dilakukan peningkatan mutu dan kualitas layanan. Jangan sampai proses integrasi malah memperburuk kualitas layanan, di samping penyediaan layanan dan kartu JKN harus segera dituntaskan.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr Ketut Suarjaya mengatakan bahwa munculnya keluhan dipicu masih banyak warga miskin yang tidak masuk dalam kuota PBI daerah. Selain itu Kartu Indonesia Sehat (KIS) bagi peserta PBI daerah belum semuanya didistribusikan.
"Banyak masyarakat yang sebelumnya memanfaatkan program JKBM belum memperoleh informasi yang jelas mengenai kebijakan ini," ucapnya.
Suarjaya menambahkan, sebagian besar pemberi layanan sudah memahami pengintegrasian tersebut namun kurang bisa memberi solusi bagi pasien.
"Kami sarankan, jika ada masyarakat yang belum masuk JKN namun NIK-nya masuk di dalam data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), masyarakat tersebut bisa memperoleh layanan JKN," ujarnya.
Sedangkan kalau tidak masuk dalam data tersebut dan memang tergolong dalam KK miskin, kepala desa wajib untuk melaporkan ke Dinas Sosial untuk kemudian dilakukan validasi dan verifikasi sebagai PBI daerah.
"Tidak ada lagi biaya terhadap pasien PBI dan juga pasien yang dirawat tidak sesuai hak kelas perawatannya yang masih dikenakan biaya," kata Suarjaya. (WDY)