Negara (Antara Bali) - Warga di Desa Adat Lelateng, Kabupaten Jembrana menuntut bendesa atau ketua adat, untuk mematuhi peraturan adat karena dianggap sudah menyimpang.
Tuntutan ini disampaikan saat mediasi yang dilakukan Camat Negara Komang Agus Adinata beserta Lurah Lelatang Kade Suardana antara warga dengan Bendesa Adat Putu Darmayasa Wisesa, Senin.
Warga minta agar Wisesa menggelar paruman atau rapat besar adat, terkait beberapa kebijakannya yang dianggap tidak seusai dengan awig-awig (aturan tertulis) adat setempat.
Menurut warga, bendesa telah melanggar aturan adat terkait penggunaan anggaran desa untuk pembangunan areal parkir di timur Pasar Lelateng, serta penetapan kepala pasar milik adat tersebut tanpa melewati rapat adat.
Menanggapi tuntutan warga ini, Wisesa berjanji akan menggelar rapat adat paling lambat satu bulan setelah pertemuan ini, dengan mengakomodir seluruh keluhan warga terkait pengelolaan anggaran adat yang ia lakukan.
Namun ia mengatakan, sebelum menggunakan dana desa, ia sudah melakukan rapay dengan pemucuk atau sesepuh desa adat, termasuk dalam penunjukan kepala pasar.
Tapi alasan Wisesa ini tidak bisa diterima warga dan tokoh adat yang hadir, karena menurut mereka, sesuai dengan aturan adat, keputusan tertinggi adalah rapat besar adat, tidak hanya sekedar rapat dengan sesepuh.
"Rapat dengan pemucuk adat itu hanya untuk merencanakan kegiatan saja, kalau keputusan rencana itu dilaksanakan atau tidak, harus melalui rapat besar warga adat," kata Wayan Ardana, salah seorang tokoh adat setempat.
Ia bersama warga minta, bendesa hanya menjalankan peraturan yang sudah ada karena sudah baku, dan tidak menyimpang atau membuat keputusan sendiri yang bertentangan dengan peraturan tersebut.
Usai pertemuan, Wisesa mengakui, dan pembangunan areal parkir senilai Rp53 juta menggunakan kas desa adat, namun sudah dikembalikan oleh Lembaga Perkreditan Desa selaku pemilik lahan tersebut.
Menurutnya, pembangunan areal parkir itu harus secepatnya dilakukan, karena kondisi kendaraan yang parkir di pasar tersebut semrawut dan kesulitan untuk parkir.(GBI)