Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika dan sejumlah tokoh penting di Pulau Dewata sepakat mengajak seluruh masyarakat untuk memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Nilai-nilai Pancasila sebagai landasan negara dan filsafat hidup bangsa harus dilaksanakan. Oleh karena itu, masyarakat harus memulai dari diri sendiri dalam mempelajari Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila demi terjaganya keutuhan NKRI," kata Pastika dalam sarasehan kebangsaan, di Denpasar, Sabtu.
Dia mengemukakan, Indonesia merupakan bangsa yang besar yang berdasarkan ideologi Pancasila. Namun belakangan ini, berbagai ancaman terjadi terkait eksistensi Empat Pilar Kebangsaan dan ancaman besar tetap tegaknya keutuhan NKRI.
Saat ini, keragaman negeri ini dipersoalkan, padahal keragaman negeri ini adalah anugerah namun kerap juga menjadi titik lemah. Pada zaman dahulu perbedaan justru menyatukan namun saat ini perbedaan justru malah dibesar-besarkan.
Terlebih dalam era otonomi daerah saat ini, ujar dia, sentimen kedaerahan dan primordialisme justru muncul ke permukaan. Gerakan kedaerahan berpotensi bergolak kuat dan dapat menyebabkan disintegrasi bangsa.
"Perbedaan adalah unsur perekat namun kini justru perbedaan tersebut menjadi perenggang. Kebhinekaan yang menjadi kerangka bangsa ini seakan terkoyak, mungkin saja warga bangsa banyak yang lupa akan Pancasila, lupa akan UUD 1945, lupa akan Bhineka Tunggal Ika dan bisa saja lupa dengan NKRI," ucap Pastika.
Untuk itu, tambah dia, masyarakat perlu kembali dengan kelima asas dan butir-butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila di tengah krisis jati diri bangsa saat ini. Karena dengan pengamalan Pancasila, maka keutuhan NKRI bisa tetap terjaga.
Dalam sarasehan ini ada lima belas narasumber yang diberi kesempatan untuk menyampaikan materi sesuai bidangnya masing-masing, antara lain, Kapolda Bali Irjen Pol Sugeng Priyanto yang mengatakan jika Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dengan perbedaan dan keragamannya.
Namun belakangan ini justru hal tersebut menjadi masalah besar yang mengancam keutuhan NKRI. Menurut Sugeng, Indonesia sangat berpotensi menjadi bangsa yang besar asalkan semua pihak dapat menerima perbedaan dan keberagaman dalam balutan Bhineka Tunggal Ika.
Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Kustanto Widiatmoko dalam perspektifnya juga mengakui jika Bangsa Indonesia saat ini tengah terancam keutuhan NKRI-nya.
Menurut dia, masyarakat sangat mudah meninggalkan nilai luhur Bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan hidup bangsa Indonesia dalam bermasyarakat.
Jika itu tetap terjadi, maka cepat atau lambat, Kustanto mengatakan bangsa kita akan terpecah. Untuk itu, dirinya mengajak seluruh komponen masyarakat mulai berbuat untuk bangsa dan berikan pembekalan kepada generasi muda akan pentingnya nila-nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.
Terkait dengan nilai dan sejarah Pancasila sebagai filosofi Bangsa Indonesia juga disampaikan Senator Arya Wedakarna. Ia mengatakan jika Pancasila merupakan sumber dari segala sumber konstitusi dan undang-undang.
"Satu-satunya yang tidak bisa diubah bangsa ini adalah Pancasila, karena undang-undang bisa diubah terbukti dari produk amendemen Undang-Undang 1945, namun untuk Pancasila tidak bisa diubah," ujarnya.
Ia menambahkan, Pancasila menjadi satu-satunya ideologi bangsa dan tidak ada ideologi lainnya selain Pancasila dan itu harga mati termasuk juga NKRI.
Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Provinsi Bali Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet juga mengajak semua pihak untuk kembali kepada kemurnian Pancasila karena nilai-nilainya saat ini sudah mulai dilupakan.
Untuk itu, dirinya mengajak semua komponen ikut kembali membangkitkan ideologi Pancasila tersebut, karena dengan hal itulah, menurutnya masyarakat bisa saling menerima perbedaan demi utuhnya NKRI.
Pengamat politik I Nyoman Subanda menilai seharusnya Pancasila sebagai visi negara. Namun saat ini, para pemimpin baik di kabupaten/kota, provinsi dan pusat memiliki visi yang berbeda-beda.
"Hal ini seharusnya bisa menjadi satu kesatuan dalam sistem pemerintahan. Namun, saat ini masyarakat Indonesia cenderung kebablasan dalam bertindak, hal ini diperparah dengan politik di Indonesia yang didominasi kaum kapitalis sehingga tingkat kepercayaan terhadap pemerintah semakin menurun," ujarnya.
Selain kelima narasumber tersebut, ada juga ada Bendesa Agung Majelis Utama desa Pakraman (MUDP) Jero Gede Suwena Putus Upadhesa, pakar hukum adat Bali I Wayan P Windia, Rektor ISI Denpasar I Gede Arya Sugiartha, dosen Fakultas Hukum Unud Ida Bagus Wyasa Putra, Rektor Undiksha I Nyoman Jampel, Ketua DPD KNPI Bali Nyoman Gede Antaguna, Dosen Fakultas Ekonomi Unud I Gede Wardana, Akademisi Fisipol Unwar I Nyoman Wiratmaja dan dari insan pers ada Made Nariana dan ketua PWI Bali Dwikora Putra.
Sarasehan Kebangsaan juga dihadiri Wagub Bali Ketut Sudikerta, Sekda Bali Cokorda Ngurah Pemayun, pimpinan SKPD di lingkungan Pemprov Bali dan juga masyarakat umum. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Nilai-nilai Pancasila sebagai landasan negara dan filsafat hidup bangsa harus dilaksanakan. Oleh karena itu, masyarakat harus memulai dari diri sendiri dalam mempelajari Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila demi terjaganya keutuhan NKRI," kata Pastika dalam sarasehan kebangsaan, di Denpasar, Sabtu.
Dia mengemukakan, Indonesia merupakan bangsa yang besar yang berdasarkan ideologi Pancasila. Namun belakangan ini, berbagai ancaman terjadi terkait eksistensi Empat Pilar Kebangsaan dan ancaman besar tetap tegaknya keutuhan NKRI.
Saat ini, keragaman negeri ini dipersoalkan, padahal keragaman negeri ini adalah anugerah namun kerap juga menjadi titik lemah. Pada zaman dahulu perbedaan justru menyatukan namun saat ini perbedaan justru malah dibesar-besarkan.
Terlebih dalam era otonomi daerah saat ini, ujar dia, sentimen kedaerahan dan primordialisme justru muncul ke permukaan. Gerakan kedaerahan berpotensi bergolak kuat dan dapat menyebabkan disintegrasi bangsa.
"Perbedaan adalah unsur perekat namun kini justru perbedaan tersebut menjadi perenggang. Kebhinekaan yang menjadi kerangka bangsa ini seakan terkoyak, mungkin saja warga bangsa banyak yang lupa akan Pancasila, lupa akan UUD 1945, lupa akan Bhineka Tunggal Ika dan bisa saja lupa dengan NKRI," ucap Pastika.
Untuk itu, tambah dia, masyarakat perlu kembali dengan kelima asas dan butir-butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila di tengah krisis jati diri bangsa saat ini. Karena dengan pengamalan Pancasila, maka keutuhan NKRI bisa tetap terjaga.
Dalam sarasehan ini ada lima belas narasumber yang diberi kesempatan untuk menyampaikan materi sesuai bidangnya masing-masing, antara lain, Kapolda Bali Irjen Pol Sugeng Priyanto yang mengatakan jika Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dengan perbedaan dan keragamannya.
Namun belakangan ini justru hal tersebut menjadi masalah besar yang mengancam keutuhan NKRI. Menurut Sugeng, Indonesia sangat berpotensi menjadi bangsa yang besar asalkan semua pihak dapat menerima perbedaan dan keberagaman dalam balutan Bhineka Tunggal Ika.
Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Kustanto Widiatmoko dalam perspektifnya juga mengakui jika Bangsa Indonesia saat ini tengah terancam keutuhan NKRI-nya.
Menurut dia, masyarakat sangat mudah meninggalkan nilai luhur Bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan hidup bangsa Indonesia dalam bermasyarakat.
Jika itu tetap terjadi, maka cepat atau lambat, Kustanto mengatakan bangsa kita akan terpecah. Untuk itu, dirinya mengajak seluruh komponen masyarakat mulai berbuat untuk bangsa dan berikan pembekalan kepada generasi muda akan pentingnya nila-nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.
Terkait dengan nilai dan sejarah Pancasila sebagai filosofi Bangsa Indonesia juga disampaikan Senator Arya Wedakarna. Ia mengatakan jika Pancasila merupakan sumber dari segala sumber konstitusi dan undang-undang.
"Satu-satunya yang tidak bisa diubah bangsa ini adalah Pancasila, karena undang-undang bisa diubah terbukti dari produk amendemen Undang-Undang 1945, namun untuk Pancasila tidak bisa diubah," ujarnya.
Ia menambahkan, Pancasila menjadi satu-satunya ideologi bangsa dan tidak ada ideologi lainnya selain Pancasila dan itu harga mati termasuk juga NKRI.
Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Provinsi Bali Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet juga mengajak semua pihak untuk kembali kepada kemurnian Pancasila karena nilai-nilainya saat ini sudah mulai dilupakan.
Untuk itu, dirinya mengajak semua komponen ikut kembali membangkitkan ideologi Pancasila tersebut, karena dengan hal itulah, menurutnya masyarakat bisa saling menerima perbedaan demi utuhnya NKRI.
Pengamat politik I Nyoman Subanda menilai seharusnya Pancasila sebagai visi negara. Namun saat ini, para pemimpin baik di kabupaten/kota, provinsi dan pusat memiliki visi yang berbeda-beda.
"Hal ini seharusnya bisa menjadi satu kesatuan dalam sistem pemerintahan. Namun, saat ini masyarakat Indonesia cenderung kebablasan dalam bertindak, hal ini diperparah dengan politik di Indonesia yang didominasi kaum kapitalis sehingga tingkat kepercayaan terhadap pemerintah semakin menurun," ujarnya.
Selain kelima narasumber tersebut, ada juga ada Bendesa Agung Majelis Utama desa Pakraman (MUDP) Jero Gede Suwena Putus Upadhesa, pakar hukum adat Bali I Wayan P Windia, Rektor ISI Denpasar I Gede Arya Sugiartha, dosen Fakultas Hukum Unud Ida Bagus Wyasa Putra, Rektor Undiksha I Nyoman Jampel, Ketua DPD KNPI Bali Nyoman Gede Antaguna, Dosen Fakultas Ekonomi Unud I Gede Wardana, Akademisi Fisipol Unwar I Nyoman Wiratmaja dan dari insan pers ada Made Nariana dan ketua PWI Bali Dwikora Putra.
Sarasehan Kebangsaan juga dihadiri Wagub Bali Ketut Sudikerta, Sekda Bali Cokorda Ngurah Pemayun, pimpinan SKPD di lingkungan Pemprov Bali dan juga masyarakat umum. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016