Denpasar (Antara Bali) - Masyarakat mendesak pemerintah menegakkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali, khususnya dalam penerapan pembangunan pendukung pariwisata, karena telah jauh melenceng dari aturan tersebut.

"Pembangunan penunjang pariwisata, seperti hotel dan vila saat ini tampaknya sudah tidak mengindahkan konsep-konsep pokok dalam aturan tersebut, seperti menerapkan ornamen arsitektur Bali pada bangunan hotel maupun vila hanya sekadar menjadi persyaratan semata," kata Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali Prof Dr. I Gusti Ngurah Sudiana di Denpasar, Sabtu.

Ia mengatakan konsep yang ditekankan pada Perda Nomor 16 Tahun 2009 tentang RTRW Provinsi Bali sudah sangat jelas mengatur dalam pembangunan di Pulau Dewata. Termasuk setiap bangunan agar menerapkan ornamen arsitektur Bali sebagai ciri khas dari kepariwisataan yang menonjolkan seni dan budaya.

"Kalau pemerintah komitmen menerapkan Perda RTRW tersebut, maka kami yakin tidak ada pelanggaran terjadi seperti belakangan ini dalam pembangunan hotel maupun fasilitas penunjang pariwisata di Bali," ucap Guru Besar IHDN Denpasar itu.

Ngurah Sudiana menduga pelanggaran justru diawali dari pegawai instansi pemerintah, karena wewenang dari Dinas Perizinan yang meloloskan setiap pemohon perizinan tanpa melakukan pengecekan dan pengawasan di lapangan.

"Akibatnya setelah masyarakat protes terhadap pelanggaran yang dilakukan proyek pembangunan, baru petugas seperti kebakaran `jengot`. Mereka turun ke lapangan untuk melakukan pengecekan ulang. Apa sebelumnya tidak melakukan menelitian dan mengecek gambar yang diajukan ke dinas tersebut. Apa begitu saja diloloskan karena lampiran gambar pembangunan dianggap sudah lengkap. Kinerja ini perlu dipertanyakan di instansi perizinan," katanya.

Ngurah Sudiana mengatakan, langkah yang dilakukan oleh oknum dinas perizinan sampai meloloskan pembangunan yang minim ornamen Bali bagi investor sangat merugikan Bali sendiri dan termasuk juga investor bersangkutan. Sebab jika sampai ada protes masyarakat mereka harus membongkar bangunan yang melanggar tersebut.

"Sedangkan untuk Bali, andalan pariwisata adalah seni dan budaya. Jika ornamen bangunan tidak lagi mencerminkan budaya lokal, lama-kelamaan wisatawan akan meninggalkan Bali sebagai distinasi wisata utama. Apa yang akan dicari Bali kalau mereka sama dengan objek wisata di negaranya," ujarnya.

Dikatakan, di negara barat bangunan hotel maupun vila mengandung konsep modern dan minimalis. Sedangkan Bali meniru gaya bangunan sekarang seperti di Barat. Tentu ini akan menjadi tantangan pariwisata ke depan.

"Dengan kondisi bangunan yang tidak lagi mencerminkan ornamen arsitektur Bali, ini acaman pariwisata ke depannya. Mereka akan jenuh ke Bali. Wisatawan tidak lagi melihat ada yang unik lagi. Apalagi permasalahan kemacetan dan sampah tidak bisa ditangani, tentu mereka liburannya mengalihkan ke daerah lain atau negara yang memberi kenyaman," katanya. (WDY)

Pewarta: Oleh I Komang Suparta

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015