Denpasar (Antara Bali) - Jajaran Majelis Desa Pakraman dari tingkat provinsi hingga kecamatan di Bali menemui Panitia Khusus UU Desa DPRD provinsi setempat untuk menyampaikan aspirasi terkait penyikapan implementasi UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa.
"Kami datang ke sini menyerahkan secara langsung kepada pansus tentang apa yang sudah kami serahkan sebelumnya kepada DPRD Provinsi dan Gubernur Bali," kata Ketua Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali Jero Gede Suwena Putus Upadesha, di Denpasar, Rabu.
Pihaknya berpandangan penyampaian aspirasi itu yang intinya mengharapkan pemerintah daerah dapat mendaftarkan desa adat karena melihat di sana-sini masih terjadi polemik terkait desa dinas ataukah desa pakraman (desa adat) yang akan didaftarkan.
"Apa yang kami lakukan bukan keputusan Bendesa Agung, tetapi keputusan krama (masyarakat) Bali dalam wadah desa pakraman yang dilaksanakan melalui Paruman Agung III Majelis Desa Pakraman pada 8 Agustus 2014 yang mengamanatkan pendaftaran desa adat," ujarnya.
Jero Suwena mengharapkan nantinya terkait pilihan desa yang diputuskan, jangan sampai bupati hanya melihat satu segi saja. "Kami minta hanya laksanakan undang-undang, tidak lebih. UU itu harus memilih," tegas pimpinan tertinggi lembaga desa adat di Bali itu.
Menurut dia, kalau benar dikatakan harus membela desa pakraman dan menjaga desa pakraman tetap lestari, tentulah tidak ada jalan lain, yakni pendaftaran desa pakraman. "Jangan sampai dibicarakan dikatakan mempertahankan desa pakraman, tetapi pelaksanaannya mendaftarkan desa lain," ucapnya.
Jika ternyata pemerintah daerah nantinya mendaftarkan desa dinas, Suwena mengatakan akan ada langkah nyata selanjutnya yang akan diambil, tetapi tidak mau dibuka sekarang.
Suwena mengatakan, karena pejabat yang ada di Bali mayoritas warga Bali dan beragama Hindu, dan juga menjadi salah satu krama di desa pakraman, berarti seharusnya dia tunduk kepada keputusan di desa pakraman. Terkait sanksi bagi yang tidak mau menjalankan keputusan, Suwena menyerahkan kewenangan menjatuhkan sanksi pada desa masing-masing.
Terkait pandangan dari beberapa bupati yang menginginkan sebagian pendaftaran desa adat dan sebagiannya lagi desa dinas, Suwena mengatakan ingin Bali ini satu kesatuan pulau dan satu kesatuan sistem manajemen.
"Jangan sampai dipecah-pecah, kalau sampai memilih di daerah ini sedikit, di situ sedikit. Memang UU membenarkan itu, tetapi kami mengharapkan jangan sampai dipecah belah karena itu," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Pansus UU Desa DPRD Bali Nyoman Sugawa Korry mengatakan terkait penyampaian aspirasi tersebut akan menjadi salah satu masukan yang dipertimbangkan sebelum pengambilan keputusan 9 Januari 2015. "Kami akan rapat internal pansus dulu, baru nanti diparipurnakan," katanya.
Pada kesempatan itu, dihadiri oleh perwakilan Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali, Majelis Madya Desa Pakraman se-Bali, Majelis Alit Desa Pakraman, para bendesa pakraman (pimpinan desa adat) dan pecalang (petugas pengamanan adat).
Sementara itu dari unsur DPRD Provinsi Bali, selain ditemui oleh Sugawa Korry, juga ada Ngakan Made Samudra dan Adnyana.(MFD)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Kami datang ke sini menyerahkan secara langsung kepada pansus tentang apa yang sudah kami serahkan sebelumnya kepada DPRD Provinsi dan Gubernur Bali," kata Ketua Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali Jero Gede Suwena Putus Upadesha, di Denpasar, Rabu.
Pihaknya berpandangan penyampaian aspirasi itu yang intinya mengharapkan pemerintah daerah dapat mendaftarkan desa adat karena melihat di sana-sini masih terjadi polemik terkait desa dinas ataukah desa pakraman (desa adat) yang akan didaftarkan.
"Apa yang kami lakukan bukan keputusan Bendesa Agung, tetapi keputusan krama (masyarakat) Bali dalam wadah desa pakraman yang dilaksanakan melalui Paruman Agung III Majelis Desa Pakraman pada 8 Agustus 2014 yang mengamanatkan pendaftaran desa adat," ujarnya.
Jero Suwena mengharapkan nantinya terkait pilihan desa yang diputuskan, jangan sampai bupati hanya melihat satu segi saja. "Kami minta hanya laksanakan undang-undang, tidak lebih. UU itu harus memilih," tegas pimpinan tertinggi lembaga desa adat di Bali itu.
Menurut dia, kalau benar dikatakan harus membela desa pakraman dan menjaga desa pakraman tetap lestari, tentulah tidak ada jalan lain, yakni pendaftaran desa pakraman. "Jangan sampai dibicarakan dikatakan mempertahankan desa pakraman, tetapi pelaksanaannya mendaftarkan desa lain," ucapnya.
Jika ternyata pemerintah daerah nantinya mendaftarkan desa dinas, Suwena mengatakan akan ada langkah nyata selanjutnya yang akan diambil, tetapi tidak mau dibuka sekarang.
Suwena mengatakan, karena pejabat yang ada di Bali mayoritas warga Bali dan beragama Hindu, dan juga menjadi salah satu krama di desa pakraman, berarti seharusnya dia tunduk kepada keputusan di desa pakraman. Terkait sanksi bagi yang tidak mau menjalankan keputusan, Suwena menyerahkan kewenangan menjatuhkan sanksi pada desa masing-masing.
Terkait pandangan dari beberapa bupati yang menginginkan sebagian pendaftaran desa adat dan sebagiannya lagi desa dinas, Suwena mengatakan ingin Bali ini satu kesatuan pulau dan satu kesatuan sistem manajemen.
"Jangan sampai dipecah-pecah, kalau sampai memilih di daerah ini sedikit, di situ sedikit. Memang UU membenarkan itu, tetapi kami mengharapkan jangan sampai dipecah belah karena itu," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Pansus UU Desa DPRD Bali Nyoman Sugawa Korry mengatakan terkait penyampaian aspirasi tersebut akan menjadi salah satu masukan yang dipertimbangkan sebelum pengambilan keputusan 9 Januari 2015. "Kami akan rapat internal pansus dulu, baru nanti diparipurnakan," katanya.
Pada kesempatan itu, dihadiri oleh perwakilan Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali, Majelis Madya Desa Pakraman se-Bali, Majelis Alit Desa Pakraman, para bendesa pakraman (pimpinan desa adat) dan pecalang (petugas pengamanan adat).
Sementara itu dari unsur DPRD Provinsi Bali, selain ditemui oleh Sugawa Korry, juga ada Ngakan Made Samudra dan Adnyana.(MFD)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015