Negara (Antara Bali) - Sumberdaya Manusia (SDM) masyarakat pesisir belum siap ketika program minapolitan berjalan penuh, sehingga dikhawatirkan mereka hanya menjadi penonton.
"Ketika saya pelajari, minapolitan adalah program luar biasa yang bisa membawa perubahan besar pada situasi sosial dan ekonomi. Terkait hal tersebut, saya ragu masyarakat pesisir seperti Desa Pengambengan yang menjadi kawasan inti minapolitan, siap terhadap perubahan tersebut," kata M.Sauki, salah seorang putra Desa Pengambengan, yang saat ini menjadi dosen di salah satu universitas negeri di Yogyakarta, saat dihubungi, Kamis.
Menurutnya, meskipun menjanjikan peluang ekonomi, dengan SDM yang ada saat ini, mayoritas masyarakat pesisir hanya akan menjadi penonton, sementara pendapatan terbesar secara ekonomi hanya dinikmati segelintir pengusaha dan investor.
"Masyarakat pesisir bukannya sama sekali tidak mendapatkan peningkatan ekonomi, tapi mereka hanya mendapatkan recehan saja, sementara manfaat terbesar justru dikeruk oleh investor maupun pengusaha dari luar," ujarnya.
Ditambah kepedulian pengusaha yang selama ini menurutnya masih sangat kecil terhadap masyarakat lokal, ia khawatir kesenjangan sosial yang kian parah akibat program minapolitan, akan memicu konflik pengusaha dengan warga lokal.
"Saat ini di Desa Pengambengan dan sekitarnya sudah berdiri puluhan pabrik, tapi kepedulian pengusaha terhadap warga lokal masih sangat kecil. Saya sering mendengar keluhan masyarakat terkait hal tersebut," kata dosen yang sedang menempuh program doktoral di Universitas Gajah Mada (UGM) ini.
Tanpa bermaksud menghalangi program minapolitan, ia mengatakan, seharusnya selain pembangunan infrastruktur fisik, pemerintah juga memberikan prioritas terhadap peningkatan SDM masyarakat pesisir, sehingga mereka mampu bersaing secara sehat saat minapolitan sepenuhnya dijalankan.
Sementara anggota DPRD Jembrana asal Desa Pengambengan, Firlinand Taufik mengakui, persoalan terbesar desanya adalah masih minimnya sumberdaya manusia yang berkaitan dengan potensi ekonomi minapolitan.
Menurutnya, satu-satunya jalan untuk memiliki SDM berkualitas, adalah dengan jalur pendidikan formal, khususnya bagi anak nelayan tidak mampu.
Namun untuk mencapai hal tersebut, ia mengakui, kesadaran warga lokal untuk menyekolahkan anaknya hingga jenjang tertinggi masih kurang, sehingga diperlukan campur tangan pemerintah desa.
"Saat berhubungan dengan pabrik untuk memasukkan warga lokal sebagai karyawannya, pihak pengusaha selalu mengatakan, mereka tidak bisa menempatkan warga lokal sebagai staf pabrik karena tidak sekolah. Akibatnya, kebanyakan masyarakat sini hanya menjadi buruh kasar di pabrik. Pemerintah desa harus peka dengan masalah ini," katanya.
Menurutnya, pemerintah desa harus mendorong bahkan setengah memaksa warganya agar menyekolahkan anaknya, serta aktif bertindak selaku fasilitator untuk menampung program-program pemerintah yang berkaitan dengan hal tersebut.
"Pemerintah desa harus aktif berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Pemkab Jembrana, maupun pemerintah pusat. Program pemerintah pusat untuk masyarakat pesisir sebenarnya sangat luar biasa, tinggal kemampuan untuk mengaksesnya," ujarnya.
Ia mengatakan, selain bantuan alat tangkap, program yang lebih penting bagi masyarakat pesisir adalah beasiswa bagi anak-anak usia sekolah, untuk membangun SDM di wilayah tersebut.
"Saya juga akan berusaha, agar kementerian terkait memberikan prioritas biaya pendidikan untuk anak-anak pesisir. Tapi juga harus didukung pemerintah desa, dengan cara mendorong atau bahkan membuat Peraturan Desa (Perdes) yang mewajibkan warga menyekolahkan anak-anaknya," katanya.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Ketika saya pelajari, minapolitan adalah program luar biasa yang bisa membawa perubahan besar pada situasi sosial dan ekonomi. Terkait hal tersebut, saya ragu masyarakat pesisir seperti Desa Pengambengan yang menjadi kawasan inti minapolitan, siap terhadap perubahan tersebut," kata M.Sauki, salah seorang putra Desa Pengambengan, yang saat ini menjadi dosen di salah satu universitas negeri di Yogyakarta, saat dihubungi, Kamis.
Menurutnya, meskipun menjanjikan peluang ekonomi, dengan SDM yang ada saat ini, mayoritas masyarakat pesisir hanya akan menjadi penonton, sementara pendapatan terbesar secara ekonomi hanya dinikmati segelintir pengusaha dan investor.
"Masyarakat pesisir bukannya sama sekali tidak mendapatkan peningkatan ekonomi, tapi mereka hanya mendapatkan recehan saja, sementara manfaat terbesar justru dikeruk oleh investor maupun pengusaha dari luar," ujarnya.
Ditambah kepedulian pengusaha yang selama ini menurutnya masih sangat kecil terhadap masyarakat lokal, ia khawatir kesenjangan sosial yang kian parah akibat program minapolitan, akan memicu konflik pengusaha dengan warga lokal.
"Saat ini di Desa Pengambengan dan sekitarnya sudah berdiri puluhan pabrik, tapi kepedulian pengusaha terhadap warga lokal masih sangat kecil. Saya sering mendengar keluhan masyarakat terkait hal tersebut," kata dosen yang sedang menempuh program doktoral di Universitas Gajah Mada (UGM) ini.
Tanpa bermaksud menghalangi program minapolitan, ia mengatakan, seharusnya selain pembangunan infrastruktur fisik, pemerintah juga memberikan prioritas terhadap peningkatan SDM masyarakat pesisir, sehingga mereka mampu bersaing secara sehat saat minapolitan sepenuhnya dijalankan.
Sementara anggota DPRD Jembrana asal Desa Pengambengan, Firlinand Taufik mengakui, persoalan terbesar desanya adalah masih minimnya sumberdaya manusia yang berkaitan dengan potensi ekonomi minapolitan.
Menurutnya, satu-satunya jalan untuk memiliki SDM berkualitas, adalah dengan jalur pendidikan formal, khususnya bagi anak nelayan tidak mampu.
Namun untuk mencapai hal tersebut, ia mengakui, kesadaran warga lokal untuk menyekolahkan anaknya hingga jenjang tertinggi masih kurang, sehingga diperlukan campur tangan pemerintah desa.
"Saat berhubungan dengan pabrik untuk memasukkan warga lokal sebagai karyawannya, pihak pengusaha selalu mengatakan, mereka tidak bisa menempatkan warga lokal sebagai staf pabrik karena tidak sekolah. Akibatnya, kebanyakan masyarakat sini hanya menjadi buruh kasar di pabrik. Pemerintah desa harus peka dengan masalah ini," katanya.
Menurutnya, pemerintah desa harus mendorong bahkan setengah memaksa warganya agar menyekolahkan anaknya, serta aktif bertindak selaku fasilitator untuk menampung program-program pemerintah yang berkaitan dengan hal tersebut.
"Pemerintah desa harus aktif berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Pemkab Jembrana, maupun pemerintah pusat. Program pemerintah pusat untuk masyarakat pesisir sebenarnya sangat luar biasa, tinggal kemampuan untuk mengaksesnya," ujarnya.
Ia mengatakan, selain bantuan alat tangkap, program yang lebih penting bagi masyarakat pesisir adalah beasiswa bagi anak-anak usia sekolah, untuk membangun SDM di wilayah tersebut.
"Saya juga akan berusaha, agar kementerian terkait memberikan prioritas biaya pendidikan untuk anak-anak pesisir. Tapi juga harus didukung pemerintah desa, dengan cara mendorong atau bahkan membuat Peraturan Desa (Perdes) yang mewajibkan warga menyekolahkan anak-anaknya," katanya.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014