Semarapura (Antara Bali) - Pemilik rumas kos di Jalan Kenyeri IX, Semarapura, Kabupaten Klungkung, Bali, yang dijadikan tempat mutilasi dikenai denda oleh pihak Dusun Adat Jelantik Kori Batu.
"Karena pelaku dan korban bukan beragama Hindu, maka pemilik kos yang harus membayar denda," kata Kepala Dusun Adat Jelantik Kori Batu, Made Suryawan, di Semarapura, Rabu.
Fikri (26) membunuh dan memotong-motong tubuh kekasih gelapnya, Diana Sari (22), di rumah kosnya di Jalan Kenyeri IX, Senin (16/6). Bagian kepala korban ditemukan warga terbungkus kantong plastik warna hitam di Jalan Raya Bukit Jambul, Kabupaten Klungkung.
Made Suryawan sudah menghadap Kepala Desa Adat Gelgel. Sesuai aturan desa adat atau "awig-awig" Pasal 46 Bab XIV disebutkan bahwa setiap terjadi pertumpahan darah maka denda yang harus dibayar sebesar 500 uang kepeng (uang logam yang bagian tengahnya berlubang).
"Namun karena uang kepeng sulit didapat, maka denda yang harus dibayar setiap keping uang kepeng dihargai Rp2.000," ujarnya.
Selain itu, Wayan Netra sebagai pemilik rumah kos diwajibkan menggelar ritual penyucian atau "pecaruan" di rumah kos yang ditempati korban dan perempatan Dusun Adat Jelantik Kori Batu.
Made Suryawan juga akan memanggil semua pemilik kos di wilayahnya untuk bersikap selektif sebelum menerima penyewa, termasuk menanyakan kejelasan status suami-istri.
Pecaruan juga digelar di Desa Pesaban, Kecamatan Randang, Kabupaten Karangasem, sebagai lokasi ditemukannya bungkusan kedua berisi potongan tangan dan kaki.
Pecaruan itu juga atas imbauan Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Klungkung Mangku Wayan Sura. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Karena pelaku dan korban bukan beragama Hindu, maka pemilik kos yang harus membayar denda," kata Kepala Dusun Adat Jelantik Kori Batu, Made Suryawan, di Semarapura, Rabu.
Fikri (26) membunuh dan memotong-motong tubuh kekasih gelapnya, Diana Sari (22), di rumah kosnya di Jalan Kenyeri IX, Senin (16/6). Bagian kepala korban ditemukan warga terbungkus kantong plastik warna hitam di Jalan Raya Bukit Jambul, Kabupaten Klungkung.
Made Suryawan sudah menghadap Kepala Desa Adat Gelgel. Sesuai aturan desa adat atau "awig-awig" Pasal 46 Bab XIV disebutkan bahwa setiap terjadi pertumpahan darah maka denda yang harus dibayar sebesar 500 uang kepeng (uang logam yang bagian tengahnya berlubang).
"Namun karena uang kepeng sulit didapat, maka denda yang harus dibayar setiap keping uang kepeng dihargai Rp2.000," ujarnya.
Selain itu, Wayan Netra sebagai pemilik rumah kos diwajibkan menggelar ritual penyucian atau "pecaruan" di rumah kos yang ditempati korban dan perempatan Dusun Adat Jelantik Kori Batu.
Made Suryawan juga akan memanggil semua pemilik kos di wilayahnya untuk bersikap selektif sebelum menerima penyewa, termasuk menanyakan kejelasan status suami-istri.
Pecaruan juga digelar di Desa Pesaban, Kecamatan Randang, Kabupaten Karangasem, sebagai lokasi ditemukannya bungkusan kedua berisi potongan tangan dan kaki.
Pecaruan itu juga atas imbauan Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Klungkung Mangku Wayan Sura. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014