Denpasar (Antara Bali) - Budayawan asal Prancis yang sudah puluhan tahun menetap di Bali, Jean Couteau akan tampil sebagai pembicara dalam diskusi dan peluncuran buku berjudul "Gung Rai: Kisah Sebuah Museum".
Dalam kegiatan yang digelar Udayana Science Club (USC) Universitas Udayana Denpasar bekerja sama dengan Museum Arma Ubud di Fakultas Kedokteran Unud, Kamis (27/3), itu Jean Couteau tampil bersama Putu Suasta dan Prof. Dr. I Wayan P Windia, dan Warih Wisatsana.
"Diskusi dan peluncuran buku itu juga diisi dengan pemutaran video dokumenter kisah perjalanan sosok Gung Rai sebagai pendiri dan pengelola Museum Arma," kata Dila selaku panitia kegiatan tersebut di Denpasar, Rabu.
Dalam diskusi yang melibatkan seniman, budayawan, akademisi dan berbagai elemen masyarakat itu secara khusus dan mendalam akan membahas buku Gung Rai setebal 352 halaman.
Buku tersebut diberi pengantar mantan Mendikbud Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro yang mengisahkan tentang pergulatan Gung Rai dari masa kanak hingga pendirian Museum Arma, termasuk gagasan upaya melestarikan dan mengembangkan kebudayaan Bali.
"Titik penting dan tumbuhnya cita-cita idealis pendirian museum juga dituturkan begitu rinci, diawali dengan sekelumit cerita nyata masa silam Gung Rai sebagai pedagang acung yang menawarkan karya lukis bagi para wisatawan," ujar Dila.
Sosok Gung Rai adalah pekerja yang gigih, ulet, peduli pada seni sekaligus berpandangan jauh ke depan. Yang tak kalah menarik adalah bagaimana penulis biografi ini secara apik
dapat meramu informasi sejarah Puri Peliatan dan Ubud yang tak lain merupakan leluhur trah wangsa ksatria Gung Rai.
Demikian pula petuah Bali yang dihayati Gung Rai menjadi bahasan yang terbilang ringan, tanpa meninggalkan muatan mendalam akan makna historis dan filosofisnya.
Putu Suasta (54) yang menyelesaikan pendidikan sarjana Hubungan Internasional di Universitas Gajah Mada, Yogjakarta, dan sempat mengambil kuliah pascasarjana Sosiologi di Cornell University, New York, dikenal sebagai salah seorang kritis. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
Dalam kegiatan yang digelar Udayana Science Club (USC) Universitas Udayana Denpasar bekerja sama dengan Museum Arma Ubud di Fakultas Kedokteran Unud, Kamis (27/3), itu Jean Couteau tampil bersama Putu Suasta dan Prof. Dr. I Wayan P Windia, dan Warih Wisatsana.
"Diskusi dan peluncuran buku itu juga diisi dengan pemutaran video dokumenter kisah perjalanan sosok Gung Rai sebagai pendiri dan pengelola Museum Arma," kata Dila selaku panitia kegiatan tersebut di Denpasar, Rabu.
Dalam diskusi yang melibatkan seniman, budayawan, akademisi dan berbagai elemen masyarakat itu secara khusus dan mendalam akan membahas buku Gung Rai setebal 352 halaman.
Buku tersebut diberi pengantar mantan Mendikbud Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro yang mengisahkan tentang pergulatan Gung Rai dari masa kanak hingga pendirian Museum Arma, termasuk gagasan upaya melestarikan dan mengembangkan kebudayaan Bali.
"Titik penting dan tumbuhnya cita-cita idealis pendirian museum juga dituturkan begitu rinci, diawali dengan sekelumit cerita nyata masa silam Gung Rai sebagai pedagang acung yang menawarkan karya lukis bagi para wisatawan," ujar Dila.
Sosok Gung Rai adalah pekerja yang gigih, ulet, peduli pada seni sekaligus berpandangan jauh ke depan. Yang tak kalah menarik adalah bagaimana penulis biografi ini secara apik
dapat meramu informasi sejarah Puri Peliatan dan Ubud yang tak lain merupakan leluhur trah wangsa ksatria Gung Rai.
Demikian pula petuah Bali yang dihayati Gung Rai menjadi bahasan yang terbilang ringan, tanpa meninggalkan muatan mendalam akan makna historis dan filosofisnya.
Putu Suasta (54) yang menyelesaikan pendidikan sarjana Hubungan Internasional di Universitas Gajah Mada, Yogjakarta, dan sempat mengambil kuliah pascasarjana Sosiologi di Cornell University, New York, dikenal sebagai salah seorang kritis. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014