Denpasar (Antara Bali) - Ketentuan pemasangan iklan rokok diusulkan masuk dalam regulasi yang mengatur izin reklame di Kota Denpasar sehingga dalam penerbitan izin tidak bertentangan dengan aturan kawasan tanpa rokok.
"Regulasi mengenai izin reklame saat ini masih dikaji Dinas Tata Ruang Denpasar dan dapat seharusnya mengadopsi ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 serta Ranperda tentang Kawasan Tanpa Rokok," kata Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kota Denpasar Made Toya di sela-sela rapat kerja Ranperda KTR di Denpasar, Selasa.
Menurut dia, hal itu sangat memungkinkan karena Kota Denpasar sudah memiliki Peraturan Wali Kota (Perwali) yang mengatur mengenai moratorium pemasangan reklame yang hanya diperkenankan pada 20 lokasi saja.
"Perwali moratorium yang mengatur 20 lokasi itu berlaku untuk satu tahun. Oleh karena perwali sudah ada, kini tinggal memasukkan aturan iklan rokok pada regulasi yang sedang digodok Dinas Tata Ruang itu," ucapnya.
Ketentuan Peraturan Pemerintah No 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan juga harus masuk pada izin reklame karena nafasnya tidak bertentangan dengan Kawasan Tanpa Rokok.
"Termasuk dalam izin reklame dimungkinkan diatur radius jarak iklan rokok dari Kawasan Tanpa Rokok," ujar Made Toya.
Hal senada disampaikan Tim Advokasi Perda KTR yang berada di bawah koordinasi Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Bali. Sekretaris LPA Bali Titik Suharyati sependapat berbagai ketentuan teknis mengenai rokok agar diatur dalam regulasi izin reklame.
"Dalam regulasi izin reklame juga dapat diatur mengenai sanksi yang bisa memberikan efek setimpal bagi para pelanggar pemasangan iklan rokok. Ambillah contoh sanksi denda sebesar Rp50 ribu pada Perda Provinsi Bali No 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok tidak dapat berfungsi optimal karena nilainya dipandang sangat kecil oleh pelaku industri yang melanggar," ujarnya,
Sementara itu Sekretaris Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana Kertha Duana mengatakan akan lebih baik kalau sanksi bagi para pelanggar Kawasan Tanpa Rokok itu dibedakan antara industri dan perorangan.
"Memang sebenarnya pemberian sanksi itu orientasinya pada edukasi mengatur aktivitas merokok, tetapi dengan besaran sanksi yang kecil justru berakibat melemahkan regulasi yang ada," ujarnya.
Pada rapat itu dihadiri oleh Pansus XX DPRD Kota Denpasar , Asisten I Sekda Kota Denpasar Ketut Mister serta sejumlah instansi terkait yakni Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora), Dinas Perhubungan, dan Dinas Pariwisata Kota Denpasar. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
"Regulasi mengenai izin reklame saat ini masih dikaji Dinas Tata Ruang Denpasar dan dapat seharusnya mengadopsi ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 serta Ranperda tentang Kawasan Tanpa Rokok," kata Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kota Denpasar Made Toya di sela-sela rapat kerja Ranperda KTR di Denpasar, Selasa.
Menurut dia, hal itu sangat memungkinkan karena Kota Denpasar sudah memiliki Peraturan Wali Kota (Perwali) yang mengatur mengenai moratorium pemasangan reklame yang hanya diperkenankan pada 20 lokasi saja.
"Perwali moratorium yang mengatur 20 lokasi itu berlaku untuk satu tahun. Oleh karena perwali sudah ada, kini tinggal memasukkan aturan iklan rokok pada regulasi yang sedang digodok Dinas Tata Ruang itu," ucapnya.
Ketentuan Peraturan Pemerintah No 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan juga harus masuk pada izin reklame karena nafasnya tidak bertentangan dengan Kawasan Tanpa Rokok.
"Termasuk dalam izin reklame dimungkinkan diatur radius jarak iklan rokok dari Kawasan Tanpa Rokok," ujar Made Toya.
Hal senada disampaikan Tim Advokasi Perda KTR yang berada di bawah koordinasi Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Bali. Sekretaris LPA Bali Titik Suharyati sependapat berbagai ketentuan teknis mengenai rokok agar diatur dalam regulasi izin reklame.
"Dalam regulasi izin reklame juga dapat diatur mengenai sanksi yang bisa memberikan efek setimpal bagi para pelanggar pemasangan iklan rokok. Ambillah contoh sanksi denda sebesar Rp50 ribu pada Perda Provinsi Bali No 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok tidak dapat berfungsi optimal karena nilainya dipandang sangat kecil oleh pelaku industri yang melanggar," ujarnya,
Sementara itu Sekretaris Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana Kertha Duana mengatakan akan lebih baik kalau sanksi bagi para pelanggar Kawasan Tanpa Rokok itu dibedakan antara industri dan perorangan.
"Memang sebenarnya pemberian sanksi itu orientasinya pada edukasi mengatur aktivitas merokok, tetapi dengan besaran sanksi yang kecil justru berakibat melemahkan regulasi yang ada," ujarnya.
Pada rapat itu dihadiri oleh Pansus XX DPRD Kota Denpasar , Asisten I Sekda Kota Denpasar Ketut Mister serta sejumlah instansi terkait yakni Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora), Dinas Perhubungan, dan Dinas Pariwisata Kota Denpasar. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013