Denpasar (Antaranews Bali) - Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) meminta kepada pemangku kebijakan merevisi Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Bali No.10/2011 karena memuat beberapa aturan yang kontradiktif dengan peraturan yang berlaku saat ini.
"Mahkamah Konstitusi menetapkan bahwa tidak pernah menempatkan rokok sebagai produk yang dipublikasikan, diperjualbelikan dan tidak pernah menempatkan tembakau dan cengkih sebagai produk pertanian yang dilarang, sehingga rokok adalah produk yang legal, terbukti dengan dikenakannya cukai terhadap rokok dan tembakau," kata Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Budidoyo, dalam sebuah diskusi di Denpasar, Sabtu.
Diskusi bertajuk "Perda KTR; Apakah Implementatif" yang diadakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Denpasar itu menghadirkan narasumber Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau (APTI), Soeseno, Sekjen Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI), I Ketut Budiman dan Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta.
Budidoyo mengatakan Perda KTR Bali bertentangan dengan Pasal 51 PP 109/2012 tentang keharusan menyediakan tempat khusus untuk merokok dan keputusan MK No.57/PUU-IX, tentang kewajiban menyediakan tempat khusus merokok.
AMTI mengharapkan kedepannya pemangku kepentingan industri hasil tembakau dapat dilibatkan dalam perumusan peraturan terkait KTR di Bali."Perjuangan AMTI dalam penyusunan PP 109/ 2012 bukan soal menang-menangan. Yang dicari adalah jalan tengah dalam mengatur produk tembakau, dalam hal ini rokok. Kami punya aktivitas merokok, tapi kami tidak melakukannya di sekolah, rumah sakit dan bus umum. Itu jalan tengahnya," ujarnya.
Selain itu, menjawab pertanyaan masih banyaknya anggota DPRD yang merokok saat rapat di Gedung Dewan, Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta mengakui ada inkonsistensi pada kawan-kawannya. Dia pun meminta seharusnya Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tidak takut menindak anggota DPRD yang melanggar Perda KTR.
Meski demikian, Parta sependapat bahwa ruang atau tempat khusus merokok agar disediakan di banyak tempat publik."Harus ada tempat merokok. Saya setuju (ada ruang merokok red). Bahkan di yang zero merokok, saya pikir perlu (ruang khusus merokok)," ujar Parta yang juga Ketua Pansus Perda KTR Provinsi Bali.
Sebab, kata dia, Perda KTR Provinsi Bali memang sejak awal semangatnya adalah edukasi atau pendidikan, bukan seperti perda lain. "Katanya, Perda ini tidak melarang, melainkan lebih menekankan dalam pengaturan. Di mana tempat-tempat yang diperbolehkan merokok dan tidak," ujarnya.
Terkait kemungkinan revisi Perda KTR Provinsi Bali, Nyoman Parta mengakui perlu dilakukan. Namun, sampai saat ini diakui belum ada pembahasan di DPRD Bali atas kemungkinan itu. Dia juga tidak bisa memastikan apakah sampai dia selesai dari jabatan anggota DPRD Bali periode 2014-2019 Perda KTR itu bisa direvisi.
Sementara itu, Sekjen Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI), I Ketut Budiman menyatakan bahwa ketergantungan petani cengkeh terhadap industri rokok sangat besar. "Bahkan 93 persen dari produk cengkeh terserap oleh industri rokok," ujarnya.Jika, menurut dia, industri rokok terguncang oleh sejumlah regulasi yang melemahkannya, maka petani cengkeh pun terguncang. (ed)