Masalah sampah membuat semakin pusing semua orang, jika tidak diketahui penanganannya dengan tepat. Sampah organik rumah tangga yang utamanya berasal dari dapur memberikan sumbangan sampah 30 persen dari total sampah. 

Oleh karena itu daur ulang di dalam rumah adalah solusinya, tentu dengan teknologi, dengan teknik atau cara biasa, yang hasilnya luar biasa. Apa itu? Teknologi Effective Microorganisms (EM)

Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Utama PT Songgolangit Persada (SLP), Dr. Ir. Gede Ngurah Wididana, M.Agr, alumnus Faculty Agriculture University of The Ryukyus Okinawa, Jepang (1987-1990).  

PT SLP merupakan agen tunggal yang memproduksi EM4 pertanian, EM4 peternakan, EM4 perikanan dan EM4 limbah ke seluruh daerah di Indonesia yang mendapat lisensi dari EMRO (EM Research Organization) Jepang. 

Sampah organik dapur, berupa sisa makanan, potongan sayur, ikan, daging, tulang dan biji-bijian yang tidak habis dikonsumsi, karena kelebihan, tidak digunakan atau basi, setiap hari keluar dari dapur. Sampah organik dapur dibungkus dalam tas kresek pembungkus, dan dibuang ke tempat sampah sementara, selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan akhir. 

Sampah dapur keluar atau dihasilkan setiap hari dari dapur ke luar rumah. "Artinya setiap hari terjadi pembuangan dan pembusukan sampah dapur ke luar rumah, yang membuat pusing pengelola sampah, membuat pening pemerintah daerah, membuat mual karena bau di daerah pemukiman di sekitar tempat pembuangan akhir," ujar pria yang selalu tampil enerjik ini.

Lantas, bagaimana jalan keluarnya? Apakah masalah ini dibiarkan berlarut-larut, dengan solusi biasa? Hanya dilakukan dengan membuang dan menumpuk, kemudian gas busuknya dibiarkan berterbangan yang membikin polusi udara, membikin sesak nafas, sakit nafas dan sumber penyakit menular?

 Teknologi Teba

Ia menceritakan, dulu di desa-desa, masyarakat kampung melakukan teknologi daur ulang sederhana, dengan sistem teba, atau pekarangan di belakang rumah yang dibiarkan kosong seluas 50 meter sampai 100 meter persegi, untuk mendaur ulang limbah dapur. 

Di tanah kosong itu, disebut teba, ditanami pohon pisang, jeruk, pepaya, tanaman perdu yang bisa dimakan umbinya dan daunnya untuk obat jamu dan sayur, di sana juga dipelihara ayam, bebek atau babi beberapa ekor untuk memakan limbah dapur. 

Ternak yang dipelihara disebut sebagai tatakan banyu (dasar limbah dapur, tatakan berarti dasar, banyu berarti air cucian beras), yang fungsinya untuk makanan ternak, sebagai tabungan dari daur ulang limbah dapur, yang bisa dipanen hasil ternaknya setiap enam bulan sekali, atau setiap diperlukan untuk sumber protein hewani. 

"Teknologi daur ulang limbah dapur yang namanya teba sudah hilang, karena masyarakat kekurangan lahan dan lupa atau putus informasi teknik mengelola limbah zaman dulu," ujar Alumnus Program S-3 Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar. 

Daur ulang bisa dilakukan di dalam ember fermentasi

Zaman dan lingkungan berubah, menjadi semakin cepat dan sempit, tapi masalah sampah dapur tetap dan selalu ada, karena setiap manusia makan, menghasilkan limbah dapur, dan tentu juga limbah toilet
 
Dr. Wididana mencontohkan, limbah dapur yang lunak, seperti sisa nasi, sisa sayur, sisa makanan, sisa tulang, daging dan ikan, dimasukkan ke dalam ember, atau jerigen bermulut lebar, bertutup rapat, berukuran 20 liter. Ke dalam wadah tersebut dimasukkan setiap hari limbah organik lunak dan 4 sendok makan (20 ml) EM dan 4 sendok makan (20 ml) molase atau gula pasir, dan setengah gelas (50 ml) air. 

Limbah organik dapur yang lunak tersebut difermentasi di dalam ember tertutup, ditampung setiap hari. "Air fermentasi dan endapan fermentasi tersebut bisa digunakan untuk pupuk organik, untuk tanaman di dalam pot," ujar Dr. Wididana yang juga seorang guru yoga internasional. 

Dijelaskan pula, limbah organik dapur yang keras, seperti daun pisang, atau sisa sayur yang keras, tulang-tulang yang keras, bisa dipotong kecil-kecil lanjut disemprot dengan campuran EM dan gula lalu dibungkus dalam kantung plastik, atau difermentasi di dalam wadah tertutup selama satu minggu. 

Limbah dapur padat tersebut bisa digunakan untuk pupuk organik padat, digunakan dengan cara menanam langsung ke dalam pot, diurug ke dalam tanah perakaran tanaman. 

Menanam tanaman dalam pot adalah teknik sederhana untuk bercocok tanam di lahan terbatas, yang di lakukan oleh masyarakat kota. Pupuk yang digunakan untuk tanaman dalam pot yang murah dan tepat adalah dari limbah dapur. 

Tanaman dalam pot adalah teknologi teba di zaman modern. Pupuk organik dari dapur dikumpulkan dengan teknik fermentasi teknologi EM di dalam wadah ember tertutup, dan hasil pupuk fermentasi tersebut di gunakan untuk pupuk tanaman dalam pot. 

Tanaman dalam pot yang ditanam berupa tanaman bunga-bungaan, buah (jeruk, jambu, belimbing, dan lain sebagainya), sayur ( cabe, tomat, bayam, kangkung, sawi, dan lain sebagainya), rimpang (jahe, kunyit, kencur, lengkuas, dan lain sebagainya). 

Tanaman dalam pot berfungsi untuk keindahan (seni), sumber makanan, penyejuk lingkungan, hobi dan kesehatan pikiran. Teknologi tanaman dalam pot dan teknologi daur ulang limbah organik dengan EM berfungsi untuk memotong rantai panjang pengolahan limbah organik, yang bisa dilakukan di dalam rumah tangga. 

"Teknologi ini jika dilakukan secara serius, massal dan membudaya, maka masalah sampah yang sering bikin pusing, pening dan mual bisa diatasi. Sampah dapur bisa di daur ulang kembali ke dapur menjadi sayur," tegas Dr Wididana. https://linktr.ee/em4

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024