Dinas Kesehatan (Dinkes) Bali mencatat laporan kasus demam berdarah (DBD) di Januari dan Februari 2024 tak lagi sebanyak periode yang sama tahun sebelumnya.
“Jumlah kasus tahun 2024 bila dibandingkan dengan kasus pada periode yang sama tahun 2023 sebenarnya masih lebih rendah,” ucap Kepala Dinkes Bali I Nyoman Gede Anom di Denpasar, Senin.
Adapun jumlah kasus demam berdarah sepanjang Januari 2024 adalah 709 kasus dan Februari 857 kasus, sementara Januari 2023 965 kasus dan Februari 963 kasus.
Baca juga: Akademisi Unud: Metode Wolbachia aman bagi manusia dan lingkungan
Menurutnya, keberhasilan menekan angka demam berdarah ini berkat upaya mitigasi yang sudah dilakukan seperti mengerahkan kabupaten/kota melakukan sistem kewaspadaan dini, dan antisipasi peningkatan kasus pada awal Februari 2024.
Dinkes Bali juga mendorong kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di kabupaten dengan pengendalian vektor yang belum optimal, serta melakukan promosi kesehatan.
Anom mengatakan upaya ini akan terus dilanjutkan untuk mewaspadai lonjakan pada puncak musim penghujan di Bali, bahkan sebelumnya mereka menginisiasi solusi jangka panjang berupa penyebaran nyamuk ber-Wolbachia.
Namun rencana untuk solusi baru ini terhenti untuk dikaji kembali karena adanya pro dan kontra di masyarakat.
Meski tak sebanyak periode sebelumnya, Dinkes Bali mengakui terjadi peningkatan di awal tahun dari bulan ke bulan, menurutnya ini merupakan pola setiap kali musim penghujan.
Baca juga: Guru Besar UI: Bakteri Wolbachia tidak menginfeksi manusia
“Bila dilihat dari kasus 3 bulan sebelumnya atau Oktober-Desember 2023 kasus, dan Januari dan Februari 2024 meningkat cukup tajam, pola penyakit DBD memang meningkat biasanya pada bulan Desember dan puncaknya pada bulan April-Mei mengikuti pola musim penghujan,” ujar Anom.
Selain karena musim, beberapa kabupaten seperti Gianyar, Tabanan, dan Badung diprediksi faktor tingginya kasus karena belum optimalnya pengendalian vektor.
Jika dirinci, kasus bulan Januari di Kabupaten Buleleng 82 kasus, Jembrana 12 kasus, Tabanan 83 kasus, Badung 97 kasus, Denpasar 34 kasus, Gianyar 294 kasus, Bangli 34 kasus, Klungkung 52 kasus, Karangasem 21 kasus, tanpa kasus meninggal dunia.
Kemudian sepanjang Februari di Kabupaten Buleleng 93 kasus, Jembrana 18 kasus, Tabanan 163 kasus, Badung 114 kasus, Denpasar 42 kasus, Gianyar 266 kasus, Bangli 30 kasus, Klungkung 99 kasus, Karangasem 32 kasus, tanpa kasus meninggal dunia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024
“Jumlah kasus tahun 2024 bila dibandingkan dengan kasus pada periode yang sama tahun 2023 sebenarnya masih lebih rendah,” ucap Kepala Dinkes Bali I Nyoman Gede Anom di Denpasar, Senin.
Adapun jumlah kasus demam berdarah sepanjang Januari 2024 adalah 709 kasus dan Februari 857 kasus, sementara Januari 2023 965 kasus dan Februari 963 kasus.
Baca juga: Akademisi Unud: Metode Wolbachia aman bagi manusia dan lingkungan
Menurutnya, keberhasilan menekan angka demam berdarah ini berkat upaya mitigasi yang sudah dilakukan seperti mengerahkan kabupaten/kota melakukan sistem kewaspadaan dini, dan antisipasi peningkatan kasus pada awal Februari 2024.
Dinkes Bali juga mendorong kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di kabupaten dengan pengendalian vektor yang belum optimal, serta melakukan promosi kesehatan.
Anom mengatakan upaya ini akan terus dilanjutkan untuk mewaspadai lonjakan pada puncak musim penghujan di Bali, bahkan sebelumnya mereka menginisiasi solusi jangka panjang berupa penyebaran nyamuk ber-Wolbachia.
Namun rencana untuk solusi baru ini terhenti untuk dikaji kembali karena adanya pro dan kontra di masyarakat.
Meski tak sebanyak periode sebelumnya, Dinkes Bali mengakui terjadi peningkatan di awal tahun dari bulan ke bulan, menurutnya ini merupakan pola setiap kali musim penghujan.
Baca juga: Guru Besar UI: Bakteri Wolbachia tidak menginfeksi manusia
“Bila dilihat dari kasus 3 bulan sebelumnya atau Oktober-Desember 2023 kasus, dan Januari dan Februari 2024 meningkat cukup tajam, pola penyakit DBD memang meningkat biasanya pada bulan Desember dan puncaknya pada bulan April-Mei mengikuti pola musim penghujan,” ujar Anom.
Selain karena musim, beberapa kabupaten seperti Gianyar, Tabanan, dan Badung diprediksi faktor tingginya kasus karena belum optimalnya pengendalian vektor.
Jika dirinci, kasus bulan Januari di Kabupaten Buleleng 82 kasus, Jembrana 12 kasus, Tabanan 83 kasus, Badung 97 kasus, Denpasar 34 kasus, Gianyar 294 kasus, Bangli 34 kasus, Klungkung 52 kasus, Karangasem 21 kasus, tanpa kasus meninggal dunia.
Kemudian sepanjang Februari di Kabupaten Buleleng 93 kasus, Jembrana 18 kasus, Tabanan 163 kasus, Badung 114 kasus, Denpasar 42 kasus, Gianyar 266 kasus, Bangli 30 kasus, Klungkung 99 kasus, Karangasem 32 kasus, tanpa kasus meninggal dunia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024