Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar, Bali, Jumat, menjatuhkan vonis empat tahun penjara kepada mantan Kepala UPTD PAM Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Perumahan dan Kawasan Permukiman Provinsi Bali Raden Agung Sumarsetiono.
Vonis tersebut jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Ni Wayan Yusmawati, Wayan Genip dan kawan-kawan yang menuntut terdakwa RAS dengan hukuman selama 15 tahun penjara.
"Menyatakan terdakwa Raden Agung Sumarsetiono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana gabungan beberapa perbuatan korupsi sebagaimana dimaksud dalam dakwaan kedua dan ketiga jaksa penuntut umum," kata Ketua Majelis Hakim Grde Putra Astawa di Gedung Pengadilan Tipikor Denpasar, Jumat.
Karena itu, terdakwa RAS dijatuhi hukuman empat tahun penjara dengan denda Rp200 juta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b, Pasal 12 huruf i jo Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Majelis hakim menyatakan terdakwa RAS tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan pidana sebagaimana dimaksud dalam dakwaan kesatu primer dan kesatu subsider penuntut umum.
Hakim memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan dan masa hukumannya dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan.
Baca juga: JPU tuntut mantan kepala UPTD PUPRKim Bali 15 tahun penjara
Dengan adanya putusan tersebut, JPU menyatakan masih pikir-pikir untuk mempertimbangkan putusan majelis hakim tersebut. Sementara itu, penasihat hukum terdakwa langsung menerima putusan hakim tersebut.
Dalam persidangan sebelumnya, Jaksa Ni Wayan Yusmawati dalam tuntutan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar, Bali menyatakan terdakwa Raden Agung Sumarsetiono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp23,9 miliar. Karena itu, JPU meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa R. Agung Sumarsetiono selama 15 tahun dan pidana denda sebesar Rp500 juta subsidiair enam bulan kurungan.
Selain itu, JPU menuntut pidana tambahan kepada terdakwa R. Agung Sumarsetiono untuk membayar uang pengganti sebesar Rp23.851.476.794 dengan ketentuan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Jaksa menuntut terdakwa RAS dengan pasal berlapis yakni kesatu primer Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Baca juga: Sidang dugaan korupsi mantan Kepala UPTD PAM PUPR-Kim Bali digelar
Dakwaan kedua, Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b, Pasal 12 huruf i jo Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam surat dakwaan, JPU I Wayan Genip dan kawan-kawan menyatakan terdakwa RAS bersama-sama dengan saksi Made Ardikosa Satrya Wibawa antara tahun 2018 sampai 2020 telah membuat pertanggungjawaban kegiatan pengadaan barang dan jasa secara fiktif.
Dalam laporan fiktif tersebut, terdakwa RAS menggunakan nama perusahaan CV. Nusada Karya milik saksi I Wayan Kawidana, CV Prasada Utama milik saksi I Gede Kosala Putra dan CV Berlya Jaya milik saksi I Made Dwika Arjana dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa pemeliharaan jaringan air pada Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) serta menggunakan nama CV Mitra Abadi Teknik milik saksi Ketut Rasmita untuk kegiatan belanja pakaian kerja, pada UPT PAM Dinas PUPR/UPTD PAM Dinas PUPRKim Provinsi Bali tahun 2018 sampai 2020.
Terdakwa membuat seolah-olah perusahaan tersebut telah mengerjakan kegiatan pengadaan barang dan jasa tersebut padahal perusahaan tersebut tidak pernah mengerjakan proyek yang dimaksud.
Terdakwa didakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi sehingga dinilai dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp18.354.209.094.
Tak hanya itu, pada tahun 2018 sampai dengan tahun 2020 dalam kegiatan pengadaan barang/jasa yakni kegiatan pemeliharaan jaringan air pada Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) pada UPT PAM Dinas PUPR / UPTD PAM Dinas PUPRKIM Provinsi Bali, terdakwa selaku Pimpinan BLUD UPT PAM Dinas PUPR / UPTD PAM Dinas PUPRKim Provinsi Bali yang seharusnya menunjuk penyedia untuk melaksanakan kegiatan tersebut, namun terdakwa tidak menunjuk penyedia melainkan terdakwa memerintahkan pegawai pada Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Petanu dan Penet untuk mengerjakan pekerjaan tersebut.
Kemudian untuk pencairan anggaran terhadap pekerjaan pemeliharaan jaringan air pada SPAM Petanu dan Penet, maka terdakwa meminjam beberapa perusahaan yakni CV. Nusada Karya dan CV Prasada Utama yang dipergunakan seolah-olah perusahaan tersebut yang telah mengerjakan kegiatan pengadaan barang/jasa pemeliharaan jaringan air.
Padahal perusahaan-perusahaan tersebut tidak pernah melakukan penawaran dan mengerjakan atau melaksanakan kegiatan dimaksud.
Selain meminjam sendiri beberapa perusahaan, terdakwa juga telah memerintahkan Made Ardikosa Satrya Wibawa meminjam perusahaan untuk membuat pertanggungjawaban terhadap beberapa pekerjaan yang tidak pernah dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023
Vonis tersebut jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Ni Wayan Yusmawati, Wayan Genip dan kawan-kawan yang menuntut terdakwa RAS dengan hukuman selama 15 tahun penjara.
"Menyatakan terdakwa Raden Agung Sumarsetiono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana gabungan beberapa perbuatan korupsi sebagaimana dimaksud dalam dakwaan kedua dan ketiga jaksa penuntut umum," kata Ketua Majelis Hakim Grde Putra Astawa di Gedung Pengadilan Tipikor Denpasar, Jumat.
Karena itu, terdakwa RAS dijatuhi hukuman empat tahun penjara dengan denda Rp200 juta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b, Pasal 12 huruf i jo Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Majelis hakim menyatakan terdakwa RAS tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan pidana sebagaimana dimaksud dalam dakwaan kesatu primer dan kesatu subsider penuntut umum.
Hakim memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan dan masa hukumannya dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan.
Baca juga: JPU tuntut mantan kepala UPTD PUPRKim Bali 15 tahun penjara
Dengan adanya putusan tersebut, JPU menyatakan masih pikir-pikir untuk mempertimbangkan putusan majelis hakim tersebut. Sementara itu, penasihat hukum terdakwa langsung menerima putusan hakim tersebut.
Dalam persidangan sebelumnya, Jaksa Ni Wayan Yusmawati dalam tuntutan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar, Bali menyatakan terdakwa Raden Agung Sumarsetiono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp23,9 miliar. Karena itu, JPU meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa R. Agung Sumarsetiono selama 15 tahun dan pidana denda sebesar Rp500 juta subsidiair enam bulan kurungan.
Selain itu, JPU menuntut pidana tambahan kepada terdakwa R. Agung Sumarsetiono untuk membayar uang pengganti sebesar Rp23.851.476.794 dengan ketentuan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Jaksa menuntut terdakwa RAS dengan pasal berlapis yakni kesatu primer Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Baca juga: Sidang dugaan korupsi mantan Kepala UPTD PAM PUPR-Kim Bali digelar
Dakwaan kedua, Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b, Pasal 12 huruf i jo Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam surat dakwaan, JPU I Wayan Genip dan kawan-kawan menyatakan terdakwa RAS bersama-sama dengan saksi Made Ardikosa Satrya Wibawa antara tahun 2018 sampai 2020 telah membuat pertanggungjawaban kegiatan pengadaan barang dan jasa secara fiktif.
Dalam laporan fiktif tersebut, terdakwa RAS menggunakan nama perusahaan CV. Nusada Karya milik saksi I Wayan Kawidana, CV Prasada Utama milik saksi I Gede Kosala Putra dan CV Berlya Jaya milik saksi I Made Dwika Arjana dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa pemeliharaan jaringan air pada Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) serta menggunakan nama CV Mitra Abadi Teknik milik saksi Ketut Rasmita untuk kegiatan belanja pakaian kerja, pada UPT PAM Dinas PUPR/UPTD PAM Dinas PUPRKim Provinsi Bali tahun 2018 sampai 2020.
Terdakwa membuat seolah-olah perusahaan tersebut telah mengerjakan kegiatan pengadaan barang dan jasa tersebut padahal perusahaan tersebut tidak pernah mengerjakan proyek yang dimaksud.
Terdakwa didakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi sehingga dinilai dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp18.354.209.094.
Tak hanya itu, pada tahun 2018 sampai dengan tahun 2020 dalam kegiatan pengadaan barang/jasa yakni kegiatan pemeliharaan jaringan air pada Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) pada UPT PAM Dinas PUPR / UPTD PAM Dinas PUPRKIM Provinsi Bali, terdakwa selaku Pimpinan BLUD UPT PAM Dinas PUPR / UPTD PAM Dinas PUPRKim Provinsi Bali yang seharusnya menunjuk penyedia untuk melaksanakan kegiatan tersebut, namun terdakwa tidak menunjuk penyedia melainkan terdakwa memerintahkan pegawai pada Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Petanu dan Penet untuk mengerjakan pekerjaan tersebut.
Kemudian untuk pencairan anggaran terhadap pekerjaan pemeliharaan jaringan air pada SPAM Petanu dan Penet, maka terdakwa meminjam beberapa perusahaan yakni CV. Nusada Karya dan CV Prasada Utama yang dipergunakan seolah-olah perusahaan tersebut yang telah mengerjakan kegiatan pengadaan barang/jasa pemeliharaan jaringan air.
Padahal perusahaan-perusahaan tersebut tidak pernah melakukan penawaran dan mengerjakan atau melaksanakan kegiatan dimaksud.
Selain meminjam sendiri beberapa perusahaan, terdakwa juga telah memerintahkan Made Ardikosa Satrya Wibawa meminjam perusahaan untuk membuat pertanggungjawaban terhadap beberapa pekerjaan yang tidak pernah dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023