Oleh Ni Luh Rhismawati
Denpasar (Antara Bali) - Pro kontra keputusan Mahkamah Konstitusi terkait penghapusan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) masih berkembang hingga saat ini.
Tidak semua kalangan setuju bahwa pertimbangan biaya mahal di RSBI/SBI yang mengakibatkan adanya diskriminasi pendidikan sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan MK untuk menghapus RSBI.
Ada yang menyebut biaya mahal itu relatif dan sepadan dengan berbagai fasilitas yang diberikan lebih di RSBI dibandingkan sekolah lainnya. Tindakan tersebut dipandang sejalan untuk meningkatkan daya saing peserta didik menghadapi era persaingan global.
Namun, di sisi lain tidak sedikit pula yang menilai keputusan MK itu sebagai langkah tepat untuk menghapus diskriminasi karena pada dasarnya semua siswa-siswi di Tanah Air berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas tanpa memperhatikan kaya atau miskin, seperti yang menjadi dasar pertimbangan MK bahwa pembedaan RSBI/SBI menimbulkan adanya kastanisasi pendidikan.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika justru memuji keputusan penghapusan RSBI/SBI. Ia menilai keputusan Mahkamah Konstitusi untuk membubarkan RSBI/SBI sebagai tindakan tepat karena dapat menghapuskan diskriminasi bagi para siswa tidak mampu.
"Tujuannya bagus untuk menghapuskan diskriminasi dari para murid yang mampu dan yang tidak mampu, saya kira bagus sekali," katanya, belum lama ini.
Mantan Kapolda Bali ini mengatakan walaupun RSBI dihapus, tidak menutup kemungkinan pemerintah daerah untuk membuat sekolah-sekolah unggulan dengan berbagai fasilitas, tanpa harus membebani orang tua.
"Bagi saya harus ada keseimbangan antara murid-murid yang berasal dari keluarga mampu dan tidak mampu. Sebenarnya jawabannya itu seperti dicontohkan di Bali yang telah membuat SMA Bali Mandara," ujarnya.
Sekolah yang berlokasi di Kubutambahan, Buleleng, lanjut dia, berstandar internasional tetapi gratis bagi siswa berprestasi dari keluarga yang kurang mampu. Ke depannya, pemprov setempat berencana akan menambah beberapa sekolah seperti SMA Bali Mandara.
Demikian juga di Kota Denpasar, meskipun Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga setempat hingga saat ini masih menunggu kebijakan teknis dari Kemendikbud, pihaknya berjanji akan tetap mengedepankan adanya sekolah-sekolah unggulan.
Kadisdikpora Kota Denpasar I Gusti Ngurah Eddy Mulya menyampaikan pada dasarnya proses belajar yang berkualitas tidak tergantung ada tidaknya label RSBI. Beberapa sekolah di Denpasar yang berlabel RSBI, jauh sebelum predikat itu dilekatkan memang telah menjadi sekolah unggulan.
Di Kota Denpasar terdapat sembilan sekolah yang menyandang label RSBI yakni SDN Pembina Tulang Ampiang, SMPN 1, SMPN 3, SMAN 1, SMAN 3, SMAN 4, SMAN 5, SMKN 1 dan SMKN 3.
"Walaupun RSBI dibubarkan, kami akan tetap memacu sekolah-sekolah untuk unggul secara akademik maupun non akademik. Kami akan tetap membangun sistem yang mampu mencetak anak didik menjadi berkualitas," katanya.
Eddy menambahkan bahwa pada dasarnya setiap sekolah di Denpasar diberdayakan sesuai jati diri masing-masing, baik itu sekolah negeri maupun sekolah swasta. "Apapun keputusan teknisnya nanti, pada prinsipnya akan kami hormati sebagai sebuah regulasi yang harus dipatuhi," katanya.
Kualitas Pendidikan
Sementara itu sejumlah pelaku pendidikan menekankan pentingnya sekolah-sekolah di Bali untuk meningkatkan kualitas dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi terkait pembubaran RSBI/SBI.
"Kami di SMAN 3 Denpasar sebagai salah satu sekolah berstatus RSBI, dari awal memang sudah mengacu pada standar kualitas. Jadi sebenarnya tidak terlalu masalah dengan ada tidaknya pelabelan RSBI," kata Kepala SMAN 3 Denpasar Ketut Suyastra MPd.
Suyastra melihat untuk di Bali tidak terlalu adanya diskriminasi dari sisi biaya pendidikan dengan sekolah-sekolah di luar RSBI. Beda halnya dengan berbagai sekolah di Jawa yang kentara sekali perbedaan biaya pendidikannya. Terkait dengan putusan MK, ia menyarankan pemerintah sebaiknya harus membuat model lain yang lebih tepat dan mendorong peningkatan mutu.
"Dari peristiwa ini setidaknya menjadi pembelajaran bagi kita semua karena selama ini terlalu banyak model pendidikan yang diterapkan di negara kita, ujung-ujungnya akan membingungkan masyarakat," ujarnya menegaskan
Ia mengharapkan jangan main "gebyah-uyah" atau menyamaratakan bahwa biaya RSBI itu mahal di semua sekolah sehingga menjadi dasar alasan pembubaran.
Pandangan senada disampaikan Kepala SMAN 4 Denpasar Dr Wayan Rika bahwa tidak bisa disamaratakan semua sekolah berstatus RSBI memungut biaya besar bagi peserta didiknya. "Pungutan-pungutan dalam jumlah besar yang terjadi itu kasuistik," ujarnya.
Walaupun RSBI dibubarkan, menurut dia tidak terlalu berpengaruh pada SMAN 4 dan kualitas pendidikan tetap harus ditingkatkan untuk menghadapi persaingan global.
"Bukan berarti dengan pembubaran RSBI kami akan menghentikan penggunaan bahasa Inggris maupun menghambat guru-guru untuk melanjutkan ke jenjang S2. Program-program yang disasar RSBI, kami pandang sejalan dengan peningkatan mutu pendidikan," ujar Rika.
Di sisi lain Kepala Dinas Dikporaparbud Jembrana I Nengah Alit menegaskan ada atau tidak sekolah berstatus RSBI, pendidikan wilayah barat Bali itu akan tetap berjalan seperti saat ini.
Meski pemerintah harus menghapus RSBI sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi, menurut Alit, pihaknya akan mengadopsi beberapa pola pengajarannya karena dianggap bagus.
"Kalau pola pengajaran RSBI bagus, kami akan adopsi. Sejak awal, sekolah non RSBI juga kami anjurkan untuk meniru sekolah bertaraf internasional ini dari sisi pendidikannya," ujarnya.
Di Kabupaten Jembrana ada dua sekolah yang menyandang status RSBI yaitu SMKN 1 Negara dan SMPN 1 Negara. (LHS/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
Denpasar (Antara Bali) - Pro kontra keputusan Mahkamah Konstitusi terkait penghapusan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) masih berkembang hingga saat ini.
Tidak semua kalangan setuju bahwa pertimbangan biaya mahal di RSBI/SBI yang mengakibatkan adanya diskriminasi pendidikan sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan MK untuk menghapus RSBI.
Ada yang menyebut biaya mahal itu relatif dan sepadan dengan berbagai fasilitas yang diberikan lebih di RSBI dibandingkan sekolah lainnya. Tindakan tersebut dipandang sejalan untuk meningkatkan daya saing peserta didik menghadapi era persaingan global.
Namun, di sisi lain tidak sedikit pula yang menilai keputusan MK itu sebagai langkah tepat untuk menghapus diskriminasi karena pada dasarnya semua siswa-siswi di Tanah Air berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas tanpa memperhatikan kaya atau miskin, seperti yang menjadi dasar pertimbangan MK bahwa pembedaan RSBI/SBI menimbulkan adanya kastanisasi pendidikan.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika justru memuji keputusan penghapusan RSBI/SBI. Ia menilai keputusan Mahkamah Konstitusi untuk membubarkan RSBI/SBI sebagai tindakan tepat karena dapat menghapuskan diskriminasi bagi para siswa tidak mampu.
"Tujuannya bagus untuk menghapuskan diskriminasi dari para murid yang mampu dan yang tidak mampu, saya kira bagus sekali," katanya, belum lama ini.
Mantan Kapolda Bali ini mengatakan walaupun RSBI dihapus, tidak menutup kemungkinan pemerintah daerah untuk membuat sekolah-sekolah unggulan dengan berbagai fasilitas, tanpa harus membebani orang tua.
"Bagi saya harus ada keseimbangan antara murid-murid yang berasal dari keluarga mampu dan tidak mampu. Sebenarnya jawabannya itu seperti dicontohkan di Bali yang telah membuat SMA Bali Mandara," ujarnya.
Sekolah yang berlokasi di Kubutambahan, Buleleng, lanjut dia, berstandar internasional tetapi gratis bagi siswa berprestasi dari keluarga yang kurang mampu. Ke depannya, pemprov setempat berencana akan menambah beberapa sekolah seperti SMA Bali Mandara.
Demikian juga di Kota Denpasar, meskipun Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga setempat hingga saat ini masih menunggu kebijakan teknis dari Kemendikbud, pihaknya berjanji akan tetap mengedepankan adanya sekolah-sekolah unggulan.
Kadisdikpora Kota Denpasar I Gusti Ngurah Eddy Mulya menyampaikan pada dasarnya proses belajar yang berkualitas tidak tergantung ada tidaknya label RSBI. Beberapa sekolah di Denpasar yang berlabel RSBI, jauh sebelum predikat itu dilekatkan memang telah menjadi sekolah unggulan.
Di Kota Denpasar terdapat sembilan sekolah yang menyandang label RSBI yakni SDN Pembina Tulang Ampiang, SMPN 1, SMPN 3, SMAN 1, SMAN 3, SMAN 4, SMAN 5, SMKN 1 dan SMKN 3.
"Walaupun RSBI dibubarkan, kami akan tetap memacu sekolah-sekolah untuk unggul secara akademik maupun non akademik. Kami akan tetap membangun sistem yang mampu mencetak anak didik menjadi berkualitas," katanya.
Eddy menambahkan bahwa pada dasarnya setiap sekolah di Denpasar diberdayakan sesuai jati diri masing-masing, baik itu sekolah negeri maupun sekolah swasta. "Apapun keputusan teknisnya nanti, pada prinsipnya akan kami hormati sebagai sebuah regulasi yang harus dipatuhi," katanya.
Kualitas Pendidikan
Sementara itu sejumlah pelaku pendidikan menekankan pentingnya sekolah-sekolah di Bali untuk meningkatkan kualitas dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi terkait pembubaran RSBI/SBI.
"Kami di SMAN 3 Denpasar sebagai salah satu sekolah berstatus RSBI, dari awal memang sudah mengacu pada standar kualitas. Jadi sebenarnya tidak terlalu masalah dengan ada tidaknya pelabelan RSBI," kata Kepala SMAN 3 Denpasar Ketut Suyastra MPd.
Suyastra melihat untuk di Bali tidak terlalu adanya diskriminasi dari sisi biaya pendidikan dengan sekolah-sekolah di luar RSBI. Beda halnya dengan berbagai sekolah di Jawa yang kentara sekali perbedaan biaya pendidikannya. Terkait dengan putusan MK, ia menyarankan pemerintah sebaiknya harus membuat model lain yang lebih tepat dan mendorong peningkatan mutu.
"Dari peristiwa ini setidaknya menjadi pembelajaran bagi kita semua karena selama ini terlalu banyak model pendidikan yang diterapkan di negara kita, ujung-ujungnya akan membingungkan masyarakat," ujarnya menegaskan
Ia mengharapkan jangan main "gebyah-uyah" atau menyamaratakan bahwa biaya RSBI itu mahal di semua sekolah sehingga menjadi dasar alasan pembubaran.
Pandangan senada disampaikan Kepala SMAN 4 Denpasar Dr Wayan Rika bahwa tidak bisa disamaratakan semua sekolah berstatus RSBI memungut biaya besar bagi peserta didiknya. "Pungutan-pungutan dalam jumlah besar yang terjadi itu kasuistik," ujarnya.
Walaupun RSBI dibubarkan, menurut dia tidak terlalu berpengaruh pada SMAN 4 dan kualitas pendidikan tetap harus ditingkatkan untuk menghadapi persaingan global.
"Bukan berarti dengan pembubaran RSBI kami akan menghentikan penggunaan bahasa Inggris maupun menghambat guru-guru untuk melanjutkan ke jenjang S2. Program-program yang disasar RSBI, kami pandang sejalan dengan peningkatan mutu pendidikan," ujar Rika.
Di sisi lain Kepala Dinas Dikporaparbud Jembrana I Nengah Alit menegaskan ada atau tidak sekolah berstatus RSBI, pendidikan wilayah barat Bali itu akan tetap berjalan seperti saat ini.
Meski pemerintah harus menghapus RSBI sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi, menurut Alit, pihaknya akan mengadopsi beberapa pola pengajarannya karena dianggap bagus.
"Kalau pola pengajaran RSBI bagus, kami akan adopsi. Sejak awal, sekolah non RSBI juga kami anjurkan untuk meniru sekolah bertaraf internasional ini dari sisi pendidikannya," ujarnya.
Di Kabupaten Jembrana ada dua sekolah yang menyandang status RSBI yaitu SMKN 1 Negara dan SMPN 1 Negara. (LHS/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013