Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika menyeru masyarakat untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah setempat pada 15 Mei 2013 sebagai ajang mengedepankan nilai-nilai budaya dalam memilih gubernur dan wakil gubernur.
"Bagi saya tidak ada pertarungan pribadi atau politik, ini merupakan proses berbudaya untuk memilih orang yang bertanggung jawab terhadap Bali ke depan," katanya di Denpasar, Jumat.
Walaupun turut mencalonkan diri, dia melihat tidak perlu ada pertarungan politik yang mengarah pada kekerasan fisik. Pastika meyakini masyarakat juga menginginkan pilkada dan pemilu legislatif dengan mengedepankan budaya dan semangat persaudaraan (menyama braya) serta menjaga harmonisasi atau "sagilik saguluk", "paras-paros", dan "pakedek pakenyem".
"Tidak boleh ada kekerasan, saya imbau kepada siapa saja, mungkin pendukung saya dan sebagainya agar tidak ada kekerasan. Tak boleh ada yang memaksakan kehendak," ucapnya.
Ia menambahkan bahwa lebih baik jika ada masalah itu dibicarakan karena pada dasarnya masyarakat Bali sangat menghargai persaudaraan.
"Perbedaan pendapat boleh, perbedaan pilihan boleh, tetapi tidak boleh mencederai `pasemetonan` (lingkungan keluarga) dan tidak boleh mencederai filosofi menyama braya (persaudaraan)," katanya.
Terkait hubungannya dengan Anak Agung Puspayoga (Wagub Bali) yang akan menjadi lawan politiknya dalam pilkada itu, dia menganggap bukan pertarungan politik. "Masak, saya bertarung dengan orang yang sudah saya anggap adik," ujarnya.
Komisi Pemilihan Umum Bali sebelumnya juga telah mengemas proses Pilkada Bali dengan melibatkan seniman, mulai dari deklarasi hingga sosialisasi. (LHS/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
"Bagi saya tidak ada pertarungan pribadi atau politik, ini merupakan proses berbudaya untuk memilih orang yang bertanggung jawab terhadap Bali ke depan," katanya di Denpasar, Jumat.
Walaupun turut mencalonkan diri, dia melihat tidak perlu ada pertarungan politik yang mengarah pada kekerasan fisik. Pastika meyakini masyarakat juga menginginkan pilkada dan pemilu legislatif dengan mengedepankan budaya dan semangat persaudaraan (menyama braya) serta menjaga harmonisasi atau "sagilik saguluk", "paras-paros", dan "pakedek pakenyem".
"Tidak boleh ada kekerasan, saya imbau kepada siapa saja, mungkin pendukung saya dan sebagainya agar tidak ada kekerasan. Tak boleh ada yang memaksakan kehendak," ucapnya.
Ia menambahkan bahwa lebih baik jika ada masalah itu dibicarakan karena pada dasarnya masyarakat Bali sangat menghargai persaudaraan.
"Perbedaan pendapat boleh, perbedaan pilihan boleh, tetapi tidak boleh mencederai `pasemetonan` (lingkungan keluarga) dan tidak boleh mencederai filosofi menyama braya (persaudaraan)," katanya.
Terkait hubungannya dengan Anak Agung Puspayoga (Wagub Bali) yang akan menjadi lawan politiknya dalam pilkada itu, dia menganggap bukan pertarungan politik. "Masak, saya bertarung dengan orang yang sudah saya anggap adik," ujarnya.
Komisi Pemilihan Umum Bali sebelumnya juga telah mengemas proses Pilkada Bali dengan melibatkan seniman, mulai dari deklarasi hingga sosialisasi. (LHS/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013