Pelaksanaan Singaraja Literary Festival 2023 mengangkat warisan Gedong Kirtya sebagai warisan budaya untuk membangkitkan kebanggaan masyarakat Buleleng yang merupakan satu-satunya lontar manuskrip terbesar yang ada di Indonesia.
Ketua Pelaksana Singaraja Literary Festival Kadek Sonia Piscayanti di Singaraja, Bali, Sabtu mengatakan Gedong Kirtya merupakan pusat kajian literasi tertua di Bali yang masih eksis hingga saat ini.
"SLF ini adalah festival kesusastraan yang berbasis dari lontar-lontar lama dari Gedong Kirtya. Masyarakat Buleleng harus bangga dan mau mempelajari lontar yang ada di sana," katanya.
Sonia menjelaskan kegiatan festival yang diselenggarakan selama tiga hari itu mulai tanggal 29 September sampai dengan 1 Oktober 2023 akan memvisualisasikan lontar-lontar yang ada di Gedong Kirtya melalui bentuk kesenian seperti pementasan tari, teater, dongeng, puisi dan yang lainnya.
"SLF ini secara tidak langsung akan mengajak generasi muda untuk bisa melestarikan lontar. Ayo kita pelajari dan alih bahasakan lontar itu menjadi bahasa Bali, Indonesia ataupun bahasa Inggris agar bisa mengglobal nantinya," imbuhnya.
Pemerintah Kabupaten Buleleng sendiri menyambut baik pelaksanaan Singaraja Literary Festival (SLF) gagasan dari Komunitas Mahima Indonesia yang merupakan wadah peningkatan wawasan terhadap kesusastraan yang dimiliki oleh Kabupaten Buleleng.
Untuk diketahui, kegiatan ini mempunyai 30 lebih program dan melibatkan audiens bukan dari Singaraja saja melainkan dari seluruh Indonesia bahkan sampai internasional.
"Sekitar ratusan orang terlibat di SLF ini, karena ada sesi onlinenya juga. Diharapkan ke depan SLF ini dapat dilakukan secara berkelanjutan untuk dapat mempelajari lontar lontar yang belum sempat dipelajari di Gedong Kirtya," kata Sonia.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng Gede Dody Sukma Oktiva Askara mengungkapkan, SLF yang mengangkat situs Gedong Kirtya sebagai venue event yang merupakan salah satu warisan perpustakaan dan museum lontar di Indonesia, secara tidak langsung dapat memberikan dampak terciptanya kesadaran mencintai Kota Singaraja sebagai sebuah kota yang pernah menjadi pusat pemerintahan dan pusat pendidikan.
"Untuk itu, melalui festival ini diharapkan dapat memberikan multiplier effect bagi masyarakat Buleleng khususnya dan masyarakat Bali dan Indonesia pada umumnya. Tidak saja dalam bidang pendidikan tetapi juga sosial dan ekonomi," katanya.
Secara spesifik SLF merupakan wadah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui peningkatan wawasan terhadap kesusastraan sehingga Kota Singaraja menjadi tujuan pendidikan dan menjadi pusat berkembangnya intelektualitas dan kreativitas nantinya.
Baca juga: Kisah "Drupadi" tampil beda di Festival Seni Bali Jani 2022
Baca juga: Teater Keliling pentaskan cerita rakyat Bali Calonarang di lima kota
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023
Ketua Pelaksana Singaraja Literary Festival Kadek Sonia Piscayanti di Singaraja, Bali, Sabtu mengatakan Gedong Kirtya merupakan pusat kajian literasi tertua di Bali yang masih eksis hingga saat ini.
"SLF ini adalah festival kesusastraan yang berbasis dari lontar-lontar lama dari Gedong Kirtya. Masyarakat Buleleng harus bangga dan mau mempelajari lontar yang ada di sana," katanya.
Sonia menjelaskan kegiatan festival yang diselenggarakan selama tiga hari itu mulai tanggal 29 September sampai dengan 1 Oktober 2023 akan memvisualisasikan lontar-lontar yang ada di Gedong Kirtya melalui bentuk kesenian seperti pementasan tari, teater, dongeng, puisi dan yang lainnya.
"SLF ini secara tidak langsung akan mengajak generasi muda untuk bisa melestarikan lontar. Ayo kita pelajari dan alih bahasakan lontar itu menjadi bahasa Bali, Indonesia ataupun bahasa Inggris agar bisa mengglobal nantinya," imbuhnya.
Pemerintah Kabupaten Buleleng sendiri menyambut baik pelaksanaan Singaraja Literary Festival (SLF) gagasan dari Komunitas Mahima Indonesia yang merupakan wadah peningkatan wawasan terhadap kesusastraan yang dimiliki oleh Kabupaten Buleleng.
Untuk diketahui, kegiatan ini mempunyai 30 lebih program dan melibatkan audiens bukan dari Singaraja saja melainkan dari seluruh Indonesia bahkan sampai internasional.
"Sekitar ratusan orang terlibat di SLF ini, karena ada sesi onlinenya juga. Diharapkan ke depan SLF ini dapat dilakukan secara berkelanjutan untuk dapat mempelajari lontar lontar yang belum sempat dipelajari di Gedong Kirtya," kata Sonia.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng Gede Dody Sukma Oktiva Askara mengungkapkan, SLF yang mengangkat situs Gedong Kirtya sebagai venue event yang merupakan salah satu warisan perpustakaan dan museum lontar di Indonesia, secara tidak langsung dapat memberikan dampak terciptanya kesadaran mencintai Kota Singaraja sebagai sebuah kota yang pernah menjadi pusat pemerintahan dan pusat pendidikan.
"Untuk itu, melalui festival ini diharapkan dapat memberikan multiplier effect bagi masyarakat Buleleng khususnya dan masyarakat Bali dan Indonesia pada umumnya. Tidak saja dalam bidang pendidikan tetapi juga sosial dan ekonomi," katanya.
Secara spesifik SLF merupakan wadah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui peningkatan wawasan terhadap kesusastraan sehingga Kota Singaraja menjadi tujuan pendidikan dan menjadi pusat berkembangnya intelektualitas dan kreativitas nantinya.
Baca juga: Kisah "Drupadi" tampil beda di Festival Seni Bali Jani 2022
Baca juga: Teater Keliling pentaskan cerita rakyat Bali Calonarang di lima kota
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023