Wakil Bupati Buleleng, Bali, I Nyoman Sutjidra, mengajak masyarakat di daerah itu untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) guna mencegah penyebaran hepatitis akut yang kini belum diketahui penyebabnya.
"Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) dalam rilis kepada media-media menyebutkan hepatitis ini menyerang anak umur satu bulan hingga 16 tahun," ujar Sutjidra di Singaraja, Senin.
Ia menjelaskan gejala yang dialami diantaranya warna kencing tiba-tiba berubah dan warna tubuhnya menjadi kuning. Penyebab pastinya belum diketahui, karena itu harus diantisipasi dengan penerapan PHBS.
"Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menghindari kontak dengan benda yang kita tidak diketahui. Itu paling penting. Untuk anak-anak memang agak susah," jelasnya.
Baca juga: Menko PMK: Hoaks, hepatitis akut dikaitkan vaksin COVID-19
Ia memaparkan bahwa antisipasi penyebaran hepatitis ini menjadi salah satu tugas dari Dinas Kesehatan (Dinkes). Jika ada kasus dengan gejala demikian maka rumah sakit akan melaporkan ke Dinkes.
Dari dinkes yang mendapatkan tugas promotif seperti sosialisasi dan melakukan tindakan pencegahan. "Serta jika menemukan kasus diberikan pengobatan kuratif," ucap Wabup Sutjidra.
Sementara itu, Direktur RSUD Buleleng Putu Arya Nugraha menyebutkan pihaknya beserta jajaran siap menerima pasien dengan gejala yang mengarah ke hepatitis akut ini. Apalagi WHO telah menetapkannya sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
Arya menuturkan, sebagai rumah sakit rujukan, RSUD selalu siap dalam menjalankan SOP untuk kasus-kasus KLB. "Kita sudah selalu mempunyai rute, trek, dan pelayanan yang diharapkan dari SOP tersebut. RSUD sebagai hilir selalu akan menerima pasien apapun. Kita akan tata laksana sesuai dengan standar," sebutnya.
Baca juga: KSP: Pemerintah selidiki epidemiologi hepatitis akut
Menurutnya, penanganan hepatitis akut ini sama dengan penanganan COVID-19. Pada umumnya virus tidak memerlukan obat-obat khusus. Hanya memerlukan apa yang disebut dengan terapi suportif.
Pasien diistirahatkan kemudian diisolasi juga di rumah sakit. Diberikan nutrisi dan obat-obat simptomatik sesuai dengan gejala. Selanjutnya dimonitor kondisi dari pasien. Jika mengalami kondisi memburuk harus cepat dibawa ke ruang intensif.
"Karena hepatitis akut ini juga disebabkan oleh virus. Pada dasarnya dia akan sembuh sendiri kalau tubuh mampu menghadapi infeksi dan diberikan dukungan secara medis. Jadi obat-obatan khusus, antivirus misalnya, tidak diperlukan pada kasus ini," kata Arya Nugraha.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022
"Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) dalam rilis kepada media-media menyebutkan hepatitis ini menyerang anak umur satu bulan hingga 16 tahun," ujar Sutjidra di Singaraja, Senin.
Ia menjelaskan gejala yang dialami diantaranya warna kencing tiba-tiba berubah dan warna tubuhnya menjadi kuning. Penyebab pastinya belum diketahui, karena itu harus diantisipasi dengan penerapan PHBS.
"Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menghindari kontak dengan benda yang kita tidak diketahui. Itu paling penting. Untuk anak-anak memang agak susah," jelasnya.
Baca juga: Menko PMK: Hoaks, hepatitis akut dikaitkan vaksin COVID-19
Ia memaparkan bahwa antisipasi penyebaran hepatitis ini menjadi salah satu tugas dari Dinas Kesehatan (Dinkes). Jika ada kasus dengan gejala demikian maka rumah sakit akan melaporkan ke Dinkes.
Dari dinkes yang mendapatkan tugas promotif seperti sosialisasi dan melakukan tindakan pencegahan. "Serta jika menemukan kasus diberikan pengobatan kuratif," ucap Wabup Sutjidra.
Sementara itu, Direktur RSUD Buleleng Putu Arya Nugraha menyebutkan pihaknya beserta jajaran siap menerima pasien dengan gejala yang mengarah ke hepatitis akut ini. Apalagi WHO telah menetapkannya sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
Arya menuturkan, sebagai rumah sakit rujukan, RSUD selalu siap dalam menjalankan SOP untuk kasus-kasus KLB. "Kita sudah selalu mempunyai rute, trek, dan pelayanan yang diharapkan dari SOP tersebut. RSUD sebagai hilir selalu akan menerima pasien apapun. Kita akan tata laksana sesuai dengan standar," sebutnya.
Baca juga: KSP: Pemerintah selidiki epidemiologi hepatitis akut
Menurutnya, penanganan hepatitis akut ini sama dengan penanganan COVID-19. Pada umumnya virus tidak memerlukan obat-obat khusus. Hanya memerlukan apa yang disebut dengan terapi suportif.
Pasien diistirahatkan kemudian diisolasi juga di rumah sakit. Diberikan nutrisi dan obat-obat simptomatik sesuai dengan gejala. Selanjutnya dimonitor kondisi dari pasien. Jika mengalami kondisi memburuk harus cepat dibawa ke ruang intensif.
"Karena hepatitis akut ini juga disebabkan oleh virus. Pada dasarnya dia akan sembuh sendiri kalau tubuh mampu menghadapi infeksi dan diberikan dukungan secara medis. Jadi obat-obatan khusus, antivirus misalnya, tidak diperlukan pada kasus ini," kata Arya Nugraha.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022