Anggota Dewan Perwakilan Daerah Made Mangku Pastika mengatakan sejauh ini pengembangan pertanian organik di Pulau Dewata masih menghadapi berbagai tantangan yang akhirnya berdampak pada keengganan petani untuk menggelutinya.
"Semua pihak memang setuju dengan pertanian organik karena sangat baik bagi kesehatan manusia dan juga kelestarian ibu pertiwi," kata Pastika saat melakukan penyerapan aspirasi secara virtual bertajuk Perintis Padi Organik dengan penyuluh dan pengurus Subak Lungatag, Desa Peninjauan, di Denpasar, Selasa.
Tetapi, ujar dia, persoalannya biaya operasional pertanian organik itu tinggi, sehingga harus dijual dengan harga yang mahal, sedangkan konsumen yang mau beli susah.
Baca juga: DPRD Bali terima Komunitas Cinta Pertanian Indonesia
Dia mencontohkan untuk beras organik yang harga perkilogramnya sekitar Rp19 ribu, dengan kondisi ekonomi seperti saat ini, tentu masyarakat pada umumnya akan memilih untuk membeli beras biasa yang ada di pasaran yang kisaran harganya Rp10-11 ribu.
Di samping itu, para petani di Bali mayoritas sudah berusia di atas 50 tahun, sehingga akan kesulitan juga untuk benar-benar mengembangkan pertaniannya dengan baik.
"Oleh karena itu, kita harus mencari hasil sampingan dari budidaya beras organik, supaya petani bisa hidup. Saya kira bumi pertiwi tidak akan mematahkan cita-cita untuk memelihara alam, pasti ada jalan," ucap anggota Komite 2 DPD itu.
Mantan Gubernur Bali dua periode itu berharap para penggiat pertanian organik bisa menyinergikan dengan berbagai pihak lain dari berbagai aspek untuk memajukan pertanian organik di Pulau Dewata.
"Saat menjadi Gubernur, dulu salah satu cita-cita saya ingin menjadikan Bali sebagai Pulau Organik. Oleh karena itu dulu bikin program Simantri (Sistem Pertanian Organik) untuk menyiapkan ketersediaan pupuk organik," ucapnya.
Baca juga: Mangku Pastika: Optimalkan potensi SDM Bali untuk pertanian
Sementara itu, Suastika, salah satu penyuluh pertanian di Kota Denpasar mengatakan pemasaran memang masih menjadi salah satu kendala ketika menekuni pertanian organik.
Dia mencontohkan, sejumlah petani yang membudidayakan padi hitam di Subak Lungatag Denpasar, mengeluhkan kesulitan pemasaran dan hasil panennya tidak laku, meskipun sebenarnya beras hitam mempunyai banyak manfaat.
"Di samping itu, alat penyosohan yang belum tersedia, sehingga ketika menggunakan alat penyosohan biasa menyebabkan warna hitamnya menjadi menghilang," ucapnya.
Selain itu, Suastika mengatakan cukup sulit untuk mengubah perilaku petani sebagai dampak dari kebijakan terdahulu terkait revolusi hijau. "Ketika pemerintah memberikan bantuan traktor, terkadang sopir traktornya juga nggak ada karena mayoritas petani kita sudah lansia," ucapnya.
Agus, akademisi dan pegiat pertanian organik menambahkan, memang harus dicarikan solusi-solusi agar hasil pertanian organik bisa meningkat, sedangkan biaya operasional bisa berkurang.
"Kalau petani bisa mendapatkan untung dari pertanian organik yang mengedepankan teknologi, tentu nantinya anak-anak muda juga akan tertarik menjadi petani," ucap pria yang juga mendampingi sejumlah petani di Bali untuk mengembangkan pertanian organik.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021
"Semua pihak memang setuju dengan pertanian organik karena sangat baik bagi kesehatan manusia dan juga kelestarian ibu pertiwi," kata Pastika saat melakukan penyerapan aspirasi secara virtual bertajuk Perintis Padi Organik dengan penyuluh dan pengurus Subak Lungatag, Desa Peninjauan, di Denpasar, Selasa.
Tetapi, ujar dia, persoalannya biaya operasional pertanian organik itu tinggi, sehingga harus dijual dengan harga yang mahal, sedangkan konsumen yang mau beli susah.
Baca juga: DPRD Bali terima Komunitas Cinta Pertanian Indonesia
Dia mencontohkan untuk beras organik yang harga perkilogramnya sekitar Rp19 ribu, dengan kondisi ekonomi seperti saat ini, tentu masyarakat pada umumnya akan memilih untuk membeli beras biasa yang ada di pasaran yang kisaran harganya Rp10-11 ribu.
Di samping itu, para petani di Bali mayoritas sudah berusia di atas 50 tahun, sehingga akan kesulitan juga untuk benar-benar mengembangkan pertaniannya dengan baik.
"Oleh karena itu, kita harus mencari hasil sampingan dari budidaya beras organik, supaya petani bisa hidup. Saya kira bumi pertiwi tidak akan mematahkan cita-cita untuk memelihara alam, pasti ada jalan," ucap anggota Komite 2 DPD itu.
Mantan Gubernur Bali dua periode itu berharap para penggiat pertanian organik bisa menyinergikan dengan berbagai pihak lain dari berbagai aspek untuk memajukan pertanian organik di Pulau Dewata.
"Saat menjadi Gubernur, dulu salah satu cita-cita saya ingin menjadikan Bali sebagai Pulau Organik. Oleh karena itu dulu bikin program Simantri (Sistem Pertanian Organik) untuk menyiapkan ketersediaan pupuk organik," ucapnya.
Baca juga: Mangku Pastika: Optimalkan potensi SDM Bali untuk pertanian
Sementara itu, Suastika, salah satu penyuluh pertanian di Kota Denpasar mengatakan pemasaran memang masih menjadi salah satu kendala ketika menekuni pertanian organik.
Dia mencontohkan, sejumlah petani yang membudidayakan padi hitam di Subak Lungatag Denpasar, mengeluhkan kesulitan pemasaran dan hasil panennya tidak laku, meskipun sebenarnya beras hitam mempunyai banyak manfaat.
"Di samping itu, alat penyosohan yang belum tersedia, sehingga ketika menggunakan alat penyosohan biasa menyebabkan warna hitamnya menjadi menghilang," ucapnya.
Selain itu, Suastika mengatakan cukup sulit untuk mengubah perilaku petani sebagai dampak dari kebijakan terdahulu terkait revolusi hijau. "Ketika pemerintah memberikan bantuan traktor, terkadang sopir traktornya juga nggak ada karena mayoritas petani kita sudah lansia," ucapnya.
Agus, akademisi dan pegiat pertanian organik menambahkan, memang harus dicarikan solusi-solusi agar hasil pertanian organik bisa meningkat, sedangkan biaya operasional bisa berkurang.
"Kalau petani bisa mendapatkan untung dari pertanian organik yang mengedepankan teknologi, tentu nantinya anak-anak muda juga akan tertarik menjadi petani," ucap pria yang juga mendampingi sejumlah petani di Bali untuk mengembangkan pertanian organik.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021