Institut Seni Indonesia Denpasar menyosialisasikan hasil penelitian, penciptaan, dan pengabdian kepada masyarakat lewat ajang Festival of Indonesianity in the Art/FIA yang diadakan di Bentara Budaya Bali, Kabupaten Gianyar pada 24-28 September 2019.
"Kegiatan ini penting untuk dilakukan secara rutin karena karya penelitian, penciptaan dan karya pengabdian pada masyarakat itu harus diterjemahkan atau diseminasikan pada masyarakat agar diketahui target-target apa yang sudah dicapai ISI Denpasar," kata Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerja Sama ISI Denpasar I Ketut Garwa MSn, saat membuka FIA#2, di Gianyar, Selasa malam.
Pihaknya mengapresiasi penyelenggaraan FIA yang digelar untuk kedua kalinya yang bertajuk "Pengembangan Kreativitas Seni dalam Memaknai Peradaban Air Menuju Era Disrupsi" tersebut. Apalagi kegiatan tersebut juga dirangkaikan dengan penyelenggaraan sarasehan.
"Melihat perkembangan era saat ini yang sangat kompetitif, tantangannya sangat tinggi, kita (akademisi-red) tentu harus melakukan langkah-langkah yang betul-betul untuk menyikapi perkembangan saat ini," ucapnya.
Oleh karena itu, para akademisi harus siap "bermigrasi" dari tantangan dunia nyata ke dunia maya akibat digitalisasi karena akan membawa konsekuensi yang luar biasa.
"Mau tidak mau, suka tidak suka, perguruan tinggi harus mengikuti perkembangan itu. Era disrupsi ini telah membawa tantangan sekaligus peluang untuk para dosen ISI melakukan langkah positif terkait perkembangan seni," ujarnya.
Bahkan saat berkunjung ke Tiongkok belum lama ini, Garwa mengatakan di Negeri Tirai Bambu itu ada satu kegiatan yang mengundang semua profesor, pencipta dan pakar-pakar seni untuk duduk bersama melakukan pemetaan-pemetaan terkait perkembangan saat ini yang sudah luar biasa.
Sementara itu, Ketua Pelaksana Diseminasi, Dr I Nyoman Larry Julianto SSn, MDs mengatakan kegiatan tersebut ditujukan untuk memfasilitasi hasil penelitian dari dosen-dosen ISI Denpasar, sehingga dapat diapresiasi, kemudian dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
"Hasil penelitian bukan saja sesuatu yang untuk diketahui lingkungan ISI Denpasar, namun hendaknya dapat diketahui masyarakat luas, sehingga hasil penelitian bisa dimanfaatkan, dielaborasi, dan diterapkan di lingkungan masyarakat, baik di Bali maupun Indonesia," ujarnya.
Baca juga: ISI promosikan budaya Bali ke Jepang
Dalam diseminasi tersebut diperkenalkan sebanyak 14 hasil penelitian dan penciptaan seni, 14 penelitian yang dibiayai Kemenristekdikti dan tiga judul dari pengabdian masyarakat yang juga dibiayai Kemenristekdikti.
"Terkait tema yang diangkat dalam FIA kali ini dilatarbelakangi filosofi air yang memiliki kekekalan abadi, direlasikan dengan nilai seni tradisi, kemudian berkembang dan dipadukan dengan teknologi, sehingga tema ini sangat relevan dalam menghadapi era disrupsi," ucap Larry.
Rangkaian diseminasi diawali sarasehan, dengan mengundang Prof Ignatius Bambang Sugiharto dari Universitas Katolik Parahyangan-Bandung, Dr Djuli Djatiprambudi dari Universitas Negeri Surabaya, dan perwakilan media lokal di Bali. "Harapan kami kegiatan ini bisa berjalan secara kontinyu," ujarnya.
Ketua Lembaga Penelitian Pengabdian kepada Masyarakat dan Pengembangan Pendidikan (LP2MPP) Dr Ni Made Arshiniwati SST, MSi mengatakan melalui diseminasi ini ISI Denpasar ingin memperlihatkan ke-Indonesiaan lewat seni yang dikaitkan dengan filosofi air.
"Air itu 'kan lembut, menyejukkan, bisa diarahkan kemana-mana. Namun, kadang bisa keras juga. Begitulah seni persis seperti air," ujarnya.
Para dosen ISI Denpasar sebelum menciptakan karya selalu diawali dengan kajian supaya apa yang diciptakan itu bermanfaat bagi publik.*
Baca juga: Rektor ISI: pelindungan tari sakral perlu disosialisasikan
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Kegiatan ini penting untuk dilakukan secara rutin karena karya penelitian, penciptaan dan karya pengabdian pada masyarakat itu harus diterjemahkan atau diseminasikan pada masyarakat agar diketahui target-target apa yang sudah dicapai ISI Denpasar," kata Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerja Sama ISI Denpasar I Ketut Garwa MSn, saat membuka FIA#2, di Gianyar, Selasa malam.
Pihaknya mengapresiasi penyelenggaraan FIA yang digelar untuk kedua kalinya yang bertajuk "Pengembangan Kreativitas Seni dalam Memaknai Peradaban Air Menuju Era Disrupsi" tersebut. Apalagi kegiatan tersebut juga dirangkaikan dengan penyelenggaraan sarasehan.
"Melihat perkembangan era saat ini yang sangat kompetitif, tantangannya sangat tinggi, kita (akademisi-red) tentu harus melakukan langkah-langkah yang betul-betul untuk menyikapi perkembangan saat ini," ucapnya.
Oleh karena itu, para akademisi harus siap "bermigrasi" dari tantangan dunia nyata ke dunia maya akibat digitalisasi karena akan membawa konsekuensi yang luar biasa.
"Mau tidak mau, suka tidak suka, perguruan tinggi harus mengikuti perkembangan itu. Era disrupsi ini telah membawa tantangan sekaligus peluang untuk para dosen ISI melakukan langkah positif terkait perkembangan seni," ujarnya.
Bahkan saat berkunjung ke Tiongkok belum lama ini, Garwa mengatakan di Negeri Tirai Bambu itu ada satu kegiatan yang mengundang semua profesor, pencipta dan pakar-pakar seni untuk duduk bersama melakukan pemetaan-pemetaan terkait perkembangan saat ini yang sudah luar biasa.
Sementara itu, Ketua Pelaksana Diseminasi, Dr I Nyoman Larry Julianto SSn, MDs mengatakan kegiatan tersebut ditujukan untuk memfasilitasi hasil penelitian dari dosen-dosen ISI Denpasar, sehingga dapat diapresiasi, kemudian dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
"Hasil penelitian bukan saja sesuatu yang untuk diketahui lingkungan ISI Denpasar, namun hendaknya dapat diketahui masyarakat luas, sehingga hasil penelitian bisa dimanfaatkan, dielaborasi, dan diterapkan di lingkungan masyarakat, baik di Bali maupun Indonesia," ujarnya.
Baca juga: ISI promosikan budaya Bali ke Jepang
Dalam diseminasi tersebut diperkenalkan sebanyak 14 hasil penelitian dan penciptaan seni, 14 penelitian yang dibiayai Kemenristekdikti dan tiga judul dari pengabdian masyarakat yang juga dibiayai Kemenristekdikti.
"Terkait tema yang diangkat dalam FIA kali ini dilatarbelakangi filosofi air yang memiliki kekekalan abadi, direlasikan dengan nilai seni tradisi, kemudian berkembang dan dipadukan dengan teknologi, sehingga tema ini sangat relevan dalam menghadapi era disrupsi," ucap Larry.
Rangkaian diseminasi diawali sarasehan, dengan mengundang Prof Ignatius Bambang Sugiharto dari Universitas Katolik Parahyangan-Bandung, Dr Djuli Djatiprambudi dari Universitas Negeri Surabaya, dan perwakilan media lokal di Bali. "Harapan kami kegiatan ini bisa berjalan secara kontinyu," ujarnya.
Ketua Lembaga Penelitian Pengabdian kepada Masyarakat dan Pengembangan Pendidikan (LP2MPP) Dr Ni Made Arshiniwati SST, MSi mengatakan melalui diseminasi ini ISI Denpasar ingin memperlihatkan ke-Indonesiaan lewat seni yang dikaitkan dengan filosofi air.
"Air itu 'kan lembut, menyejukkan, bisa diarahkan kemana-mana. Namun, kadang bisa keras juga. Begitulah seni persis seperti air," ujarnya.
Para dosen ISI Denpasar sebelum menciptakan karya selalu diawali dengan kajian supaya apa yang diciptakan itu bermanfaat bagi publik.*
Baca juga: Rektor ISI: pelindungan tari sakral perlu disosialisasikan
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019