Denpasar (Antara Bali) - Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Kadek Suartaya mengatakan, konstruksi karakter bangsa merupakan pondasi signifikan dalam kehidupan berbangsa di era globalisasi dewasa ini.

"Karut-marut kehidupan berbangsa dewasa ini tidak terlepas akibat kelalaian membangun karakater bangsa itu," kata Kadek Suartaya di Denpasar, Minggu.

Ia mengatakan, Presiden Soekarno dan Ki Hajar Dewantara telah jauh-jauh hari mengingatkan pentingnya karakter bangsa dan perlunya pembangunan karakter bangsa itu, yang salah satunya dapat digali dan ditimba dari jagat seni.

Seni tradisi sarat dengan nilai-nilai kearifan lokal yang berkarakter dapat dikembangkan, sesuati tuntutan dan perkembangan zaman. Hal itu penting karena globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan masyarakat.

"Meneropong jagat seni dalam konteks globalisasi dewasa ini menghadapkan kita pada berbagai panorama masa depan yang menjanjikan berbagai optimisme sekaligus pesimisme. Sebagai bagian dari peradaban global, masyarakat Indonesia kiranya sulit melepaskan diri dari arus transformasi budaya," ujar Kadek Suartaya.

Konsekuensinya menurut Kadek Suartaya terjadi pergeseran-pergeseran nilai yang membawa dampak besar dalam berbagai aspek kehidupan penghuni jagat ini, termasuk pada ekspresi artistik.

Seni tradisi khususnya sebagai representasi karakater bangsa mengaktualisasikan diri di tengah hegemoni globalisasi tersebut  akibat dilema kultural seni tradisi di tengah transformasi budaya yang dibawa oleh gelombang globalisasi.

Selain itu rekonstruksi dan dekonstruksi seni tradisi sebagai proses kreativitas seni membangun karakter bangsa, yang mendorong proses berkesenian, khususnya seni pertunjukan, di Pulau Dewata.

Kadek Suartaya menambahkan, seni tradisi hakekatnya merupakan representasi dari kebudayaan luhur, sejak dulu telah menjadi media pendidikan yang ampuh dalam membentuk karakter masyarakatnya.

Di Bali hampir dalam semua seni pertunjukan tradisi, selain berfungsi sebagai persembahan, juga berkontribusi penting terhadap mencerahkan karakter masyarakatnya.

Saat menonton teater topeng atau dramatari Gambuh di pura misalnya, penonton memperoleh spirit keagamaan dan siraman rohani.

Demikian pula ketika menonton arja atau drama gong, masyarakat penonton menyerap nilai-nilai moral dan sosial yang berguna.

Lebih-lebih jika menyimak pementasan wayang kulit, penonton akan dihidangkan ensiklopedi kehidupan yang semuanya patut dijadikan pegangan diri.

Tetapi, masyarakat modern masa kini telah kehilangan orientasi hidup, terombang-ambing oleh kusutnya zaman. Pergeseran budaya dan nilai-nilai mendistorsi pola pikir dan prilaku masyarakat.

Guncangan budaya tersebut sekaligus berimbas pada keberadaan lokal jenius yang terurai dalam ekspresi seni tradisi bangsa, tutur Kadek Suartaya.(*)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011