New York (Antara Bali) - Wakil Presiden M Jusuf Kalla (JK) memberikan kuliah umum di Universitas Columbia New York, Amerika Serikat (AS), mengenai radikalisme dan kebhinnekaan di Indonesia.

"Tidak ada negara yang seperti Indonesia dengan jumlah penduduk nomor empat di dunia dengan berbagai etnis, suku dan budaya, serta tersebar dalam berbagai pulau, tetapi saling menghormati " kata Wapres M. Jusuf Kalla saat memberikan kuliah umum di Universitas Columbia, Jumat (22/9).

Wapres JK menjelaskan hal itu terjadi karena di Indonesia sejak dahulu hidup dalam harmoni.

"Kami memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika, meski berbeda-beda, tapi tetap satu," kata Wapres.

Wapres menjelaskan perbedaan agama tidak menjadi masalah, dan jika mendengar ada beberapa konflik di Indonesia, maka persoalannya bukan karena agama, tetapi karena kesenjangan, bahkan soal demokrasi atau politik.

Sebagai contoh, menurut Wapres JK, kasus di Poso dan Ambon terjadi konflik justru karena demokrasi. Sebelumnya, pemimpin di wilayah tersebut ada harmoni antar-umat beragama jika kepala daerahnya muslim, maka wakilnya non-muslim, dan sebaliknya.

"Namun, tiba-tiba setelah demokrasi, maka pemenang mengambil semua. Pasangan kepala daerah bisa tidak menghiraukan harmoni tersebut, yang mayoritas mengambil semuanya," kata Wapres.

Terkait radikalisme dan terorisme, Wapres JK menegaskan bahwa hal itu terjadi di negara-negara gagal.

"Terorisme dan radikalisme datang dari negara-negara gagal, karena mereka merasa tidak ada harapan. Begitu mudah dijanjikan masuk surga, mereka dengan senang hati melakukannya " kata Wapres.

Oleh karena itu, Wapres Jusuf Kalla menambahkan bahwa saat ini di Indonesia telah dilakukan program deradilalisasi terhadap lebih dari 10.00 mantan teroris di 72 penjara di seluruh Indonesia. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Jaka Suryo

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017