Kupang (Antara Bali) - Sahring, seorang nelayan Indonesia asal Oesapa Kupang, Nusa
Tenggara Timur menang di Pengadilan Australia ketika menggugat
pemerintah federal negara itu yang membakar perahunya di Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) Indonesia pada 2008.
Pengacara nelayan Indonesia tersebut, Greg Phelps dalam surat
elektroniknya yang diterima di Kupang, Kamis, mengatakan kliennya sudah
diberi kompensasi sebesar 44.000 dolar Australia oleh pengadilan federal
di Darwin, Australia Utara setelah dinyatakan menang dalam gugatan
tersebut.
"Ini merupakan sebuah batu ujian bagi pemilik, kapten, dan nelayan
Indonesia lainnya yang memiliki kasus yang sama dimana perahu mereka
disita dan dihancurkan oleh otoritas negara itu," kata Greg Phelps yang
juga pengcara Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) yang berkedudukan di
Darwin, Australia Utara itu.
Sahring, nelayan berusia 43 tahun asal Sulawesi yang sudah lama
menetap di perkampungan nelayan Oesapa Kupang itu, sudah berulang kali
terbang ke Darwin untuk mengikuti jalannya persidangan tersebut, sampai
gugatannya dimenangkan oleh Pengadilan Federal Australia di Darwin.
Kapal nelayan yang ditumpangi Sahring bersama tiga buah kapal
nelayan asal Oesapa Kupang, ditangkap oleh kapal patroli AL Australia
HMAS Broome pada 2008 di ZEE Indonesia yang juga meliputi landas
kontinen Australia itu.
Kapal-kapal nelayan Indonesia asal Oesapa Kupang itu digiring masuk
ke wilayah perairan Australia kemudian dihancurkan dan dibakar oleh
patroli AL Australia pada saat itu.
Dihadapan majelis pengadilan federal Australia di Darwin, Sahring
mengatakan AL Australia keliru melakukan penangkapan pada saat itu
dengan tuduhan bahwa "kami sedang mencari dan menangkap teripang di
dasar laut Australia".
Perahu "Ekta Sakti" yang ditumpanginya, kata dia, dirancang khusus
hanya untuk menangkap ikan dengan wilayah operasi di sekitar ZEE
Indonesia.
"Ketika itu, saya sedang memancing di daerah yang telah umum atau
biasa digunakan oleh nelayan lainnya dari Indonesia. Tetapi, kami
kemudian digiring oleh patroli AL Australia ke wilayah perairan
Australia dan kapal-kapal kami dibakar," ujarnya.
Greg Phelps mengatakan atas dasar pembelaan tersebut, Sahring
kemudian mendapat kompensasi dari pengadilan federal Australia sejumlah
25.000 dolar Australia untuk kehilangan perahunya, 15.000 dolar
Australia untuk mengganti pendapatannya sebagai nelayan serta 4.000
dolar Australia untuk tindakan penahanan yang tidak sah.
Menurut hakim John Mansfield, kata Greg Phelps, Sahring tidak
melakukan pelanggaran apapun terhadap Undang-Undang Pengelolaan
Perikanan, dan tidak ada alasan yang kuat bagi pemerintah federal
Australia untuk menyita kemudian membakar perahunya.
Greg Phelps menambahkan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan
Indonesia di perairan Indonesia di bawah lisensi mereka bukanlah
merupakan pelanggaran hukum, kecuali mereka terbukti melanggar hak
pengelolaan ikan di dasar laut," katanya.
"Banyak nelayan yang berjuang untuk mempertahankan hidup mereka di
Timor Barat NTT, karena mereka telah kehilangan perahu untuk mencari
nafkah hidup. Saya tahu, anak-anaknya Sahring sudah tidak bisa lagi
melanjutkan pendidikan sejak Sahring ditangkap," ujarnya.
Ketua Aliansi Nelayan Tradisional Laut Timor (Antralamor), Haji
Mustafa yang dihubungi secara terpisah di Kupang mengatakan sangat
gembira ketika mendengar kabar tentang adanya kompensasi yang diberikan
oleh pengadilan federal Australia di Darwin.
"Peristiwa itu bukan hanya menimpa Sahring saja, tetapi ada beberapa
nelayan lainnya, termasuk di antaranya saya. Perahu kami dihancurkan
dan dibakar, namun kami hanya menunjuk Sahring sebagai perwakilan dalam
melakukan gugatan hukum terhadap pemerintah federal," kata Mustafa.
Mustafa melukiskan keputusan pengadilan federal Australia di Darwin
itu sebagai sebuah angin surga bagi para nelayan yang mengalami
penyiksaan oleh pemerintah federal Australia, karena perjuangan tersebut
sudah berjalan sekitar enam tahun.
Greg Phelps mengatakan kompensasi tersebut akan digunakan oleh
Sahring dan teman-temannya untuk menyekolahkan kembali anak-anak mereka
yang terlanjur putus sekolah akibat sumber penghasilan orang tuanya
diberangus.
Sementara itu, Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni
melayangkan pujiannya kepada hakim John Mansfield yang cukup adil dalam
memutuskan perkara yang menimpa nelayan asal Timor Barat tersebut.
Lembaga non pemerintah tersebut terus mendorong Greg Phelps untuk
melakukan pembelaan terhadap nelayan Indonesia yang mengalami persoalan
hukum seperti yang dialami oleh Sahring dan kawan-kawannya.
"Kasus ini berjalan sudah bertahun-tahun lamanya, namun Greg Phelps
tetap dengan setia mendampingi nelayan-nelayan kita sampai akhirnya
membuahkan hasil yang begitu menggembirakan dalam upaya membela hak-hak
mereka," kata Tanoni yang juga mantan agen imigrasi Kedubes Australia
itu.
Dalam hubungan dengan itu, Tanoni juga meminta kepada pemerintah
federal Australia untuk tidak mengajukan banding lagi atas perkara
dimaksud, karena hanya akan memperlambat proses pembayaran kompensasi
kepada Sahring dan kawan-kawannya.
"Kami akan terus berjuang untuk membela hak-hak nelayan tradisional
Indonesia di Laut Timor, karena persoalan ini tidak ada kaitannya dengan
persoalan politik, melainkan urusan kemanusiaan yang dibela oleh
siapapun, termasuk di antaranya pemerintah dan para politisi di negeri
ini," demikian Ferdi Tanoni. (WDY)
Nelayan Indonesia Menang di Pengadilan Australia
Kamis, 20 Maret 2014 12:09 WIB