Denpasar (Antara Bali) - Bank Indonesia memproyeksi sektor properti di Provinsi Bali berpeluang untuk tumbuh menggeliat tahun 2017 seiring proyeksi pertumbuhan ekonomi Pulau Dewata yang tumbuh 6,2 hingga 6,6 persen, lebih tinggi dibandingkan 2016 sebesar 6,1 hingga 6,5 persen.
"Perkiraan masih tingginya pertumbuhan ekonomi Bali merupakan peluang bagi sektor properti ke depan untuk terus tumbuh dan berkembang," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Causa Iman Karana usai membuka seminar bertajuk "Berebut Properti Bali 2017" di Denpasar, Selasa.
Ia juga mengharapkan agar sektor properti itu juga dikembangkan ke lokasi alternatif di wilayah Bali lainnya yang selama ini belum sepenuhnya dijangkau oleh pengembang.
Menurut dia, berdasarkan hasil survei harga properti residensial (SHPR) Sekunder pada triwulan ketiga tahun 2016, menunjukkan terjadinya peningkatan harga rumah di pasar sekunder yang lebih tinggi, baik untuk rumah menengah dan rumah tipe besar.
Peningkatan itu terjadi, lanjut dia, setelah pada periode sebelumnya tumbuh melambat.
"Dengan peningkatan harga rumah pada pasar sekunder mengindikasikan telah mulai meningkatnya permintaan volume rumah di pasar sekunder yang berpotensi juga akan mendorong peningkatan di pasar primer," katanya.
Dari survei HPR Primer yang telah dilaksanakan secara tahunan menunjukkan harga properti primer (rumah baru) pada triwulan III 2016 menunjukkan perlambatan.
Kondisi ini tercermin dari pertumbuhan indeks harga properti residensial primer 0,73 persen pada triwulan III 2016 lebih rendah dibanding triwulan II 2016 yang tumbuh 1,48 persen. Perlambatan harga di pasar primer disebabkan antara lain relatif tingginya harga rumah di pasar primer.
BI, kata pria yang akrab disapa Pak CIK itu, telah berupaya mendorong pengembangan bidang properti melalui relaksasi ketentuan "loan to valuae" (LTV) dan "financial to value" (FTV) yang merupakan rasio untuk menentukan seberapa besar pinjaman yang dapat diberikan kepada debitur berdasarkan aset yang dijadikan jaminan.
Selain itu bkebijakan BI yang mulai menurunkan suku bunga kebijakan sejak Januari 2016 hingga September 2016 diharapkan mampu untuk menurunkan biaya perbankan sehingga pada akhirnya mampu menurunkan suku bunga kredit perbankan (termasuk suku bunga KPR) dan mampu mendorong pertumbuhan penyaluran KPR. (WDY)