Jakarta (Antara Bali) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan bahwa pencanangan program amnesti pajak melalui pensahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak bertujuan untuk menarik kepercayaan masyarakat bagi pembangunan negara.
Dalam wawancaranya dengan ANTARA pada Kamis lalu (14/10) di Istana Merdeka, Jakarta, Jokowi mengutarakan beberapa hal mengenai implementasi UU Pengampunan Pajak yang mengatur hal-hal terkait penghapusan pajak yang seharusnya terutang tanpa ada hukuman melalui pengungkapan harta dan membayar uang tebusan, tersebut.
Berikut ini adalah sejumlah kutipannya:
Pertanyaan: Apakah keberhasilan program tax amnesty membuktikan kepercayaan masyarakat semakin meningkat kepada pemerintah?
Jawaban: Saya selalu ingin mengajak masyarakat, mengajak di jajaran pemerintah untuk selalu optimis memandang ke depan karena tanpa itu tidak mungkin kita akan menjadi sebuah negara yang maju.
Hal yang ingin kita tuju adalah, yang pertama kita ingin mereformasi perpajakan kita. Sekarang ada dalam proses ini nanti undang-undang ketentuan umum pajak, kemudian ada undang-undang PPh, undang-undang PPN yang akan kita perbaiki, disesuaikan dengan situasi ekonomi global sekarang ini.
Lalu yang kedua dengan "tax amnesty" kita harapkan basis pajak kita menjadi lebih besar karena target kita kesana.
Kemudian yang ketiga, ini membangun kesadaran kepatuhan masyarakat terhadap membayar pajak.
Ini yang juga paling penting dan yang terakhir yang paling penting yang ingin kita bangun adalah sebuah kepercayaan sebuah "trust" dari masyarakat bahwa pembangunan ini akan cepat bisa kita lakukan apabila masyarakat membayar pajak dan pajaknya juga digunakan untuk pembangunan negara dan masyarakat bisa melihat.
Pertanyaan: Apa yang menjadi kunci keberhasilan program Tax Amnesty?
Jawaban: Hal yang pertama itu kita sosialisasi, mengajak, kita merangkul, kita memberikan sebuah gambaran betapa sangat sulitnya ekonomi dunia yang berimbas kepada juga sulitnya ekonomi kita sehingga memerlukan sebuah partisipasi dari masyarakat, partisipasi dari dunia usaha untuk yang memiliki uang itu mau dibawa kembali ke dalam negeri ke Indonesia.
Kita harus meyakinkan juga bahwa instrumen-instrumen investasi itu ada, baik instrumen investasi portofolio, pembelian obligasi, "infrastructure bond", kemudian juga saham di bursa dan investasi langsung yang kita harapkan itu juga bisa menarik orang untuk menggunakan uang itu untuk misalnya membangun infrastruktur, ikut membangun infrastruktur jalan tol, pelabuhan, jalur kereta api dan membangun pabrik sehingga yang terjadi adalah hal yang kita inginkan yaitu terbuka lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya.
Pertanyaan: Bagaimana proses "tax amnesty" hingga saat ini?
Jawaban: Memang sekarang dari deklarasi dan repatriasi adalah Rp3.700 triliun. Itu juga bukan sebuah angka yang kecil, ini yang patut kita syukuri.
Pertanyaan: Bagaimana sikap Indonesia atas respon negara-negara asing terkait "tax amnesty"?
Jawaban: Yang jelas kita sebetulnya ingin menarik uang kembali masuk ke negara kita karena kita memerlukan untuk pembangunan dan uang itu adalah uang hasil usaha di Indonesia, baik dari pertambangan kemudian uang dari minyak, lalu sektor perkayuan atau "logs" serta dari minerba. Ini yang ditaruh di luar dan ini yang kita ajak untuk uang itu bisa masuk ke dalam negeri lagi.
Bahwa ada negara-negara yang lain yang tidak rela atau "resistant" uang itu masuk, ya wajar. Kalau uang itu ada di Indonesia, mau dibawa keluar pun kita juga akan melakukan sesuatu. Saya rasa wajar. Hanya kita yang paling penting adalah bagaimana membuat kebijakan-kebijakan agar uang itu nyaman di negara kita, Indonesia. (WDY)