Pahat itu dipukul secara perlahan-lahan dengan palu di tangan kanan, mengikuti inspirasi dalam menciptakan karya seni unik dan menarik dengan menggunakan kayu sebagai bahan bakunya.
I Made Pada (43), pria kelahiran Banjar Taro Kelod, Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar, 3 Juli 1973, adalah seorang seniman ukir secara otodidak yang telah menggeluti usaha itu sejak usia 10 tahun.
Sosok pria sederhana itu hidup dalam lingkungan keluarga seni karena semua orang di sekitarnya bergelut dalam usaha seni. Made Pade muda menggeluti usaha mengukir dengan menggunakan kayu sebagai bahan bakunya.
Selain mengukir kayu, ia juga belajar mengukir perak pada Ketut Darsana yang lokasinya masih dalam lingkungan desa setempat. Tidak lama kemudian, sosok Made Pada mampu mengukir emas dan perak.
Berkat prestasi, dedikasi, dan pengabdiannya dalam bidang seni tanpa mengenal putus asa, suami Ni Made Nuiji mendapat anugerah Dharma Kusuma, penghargaan tertinggi dalam bidang seni dari Pemerintah Provinsi Bali pada puncak Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-58 Pemprov Bali, 14 Agustus 2016.
Ia merupakan salah seorang dari enam seniman di Pulau Dewata yang mendapat penghargaan Dharma Kusuma yang diserahkan Gubernur Bali Made Mangku Pastika di dampingi Wakil Gubernur Ketut Sudikertha.
Dharma Kusuma, satya lencana menyerupai ornamen Siwa Nataraja yang melambangkan manivestasi Dewa Siwa sebagai penari tertinggi yang menciptakan dunia lewat tari dibuat dari emas seberat 20 gram dengan kadar 23 karat serta uang tunai, masing-masing uang Rp9 juta.
Sosok I Made Pade juga pernah melakoni mengukir barong untuk disakralkan di Pura Puseh Desa Taro Kelod, Kecamatan Tegallalang.
Sukses mengukir barong untuk disakralkan, ayah seorang putra itu kembali mendapat pesanan untuk merampungkan hiasan barong di sejumlah pura di Kecamatan Tegallalang dan sekitarnya.
Sosok pria yang memang suka bekerja iklas (ngayah) dalam menjalan "Swadharm" di tempat-tempat suci karena lewat aktivitasnya itu, ia mengaku dapat menikmati kebahagiaan dan kedamaian.
Di berbagai tempat
Karya seni ukir I Made Pada kini dapat dinikmati masyarakat, antara lain berupa ukiran barong beserta pernak-perniknya dari emas dan perak di Pura Puseh Taro, Pura Dalem Kangin Tegallalang, Pura Puseh Tagtag, Tegallalang, Pura Dalem Yeh Tengah, Pura Dalem Ubud, Pura Dalem Kedewatan, dan Pura Angan Tiga, Kabupaten Gianyar.
Selain itu, ia juga merampungkan barong suci yang disakralkan di Sangeh, Kabupaten Badung, Pura Sidakarya dan Pura Pagan Kota Denpasar.
Demikian juga, ia mengerjakan hiasan-hiasan pada sarung keris (danganan dan warangka), terutama keris-keris yang disucikan dan disakralkan di pura.
Dari sejumlah keris yang dirampungkan, salah satu di antaranya keris "Pejenengan" di Pura Melanting, Pulaki, Kabupaten Buleleng.
Ayah dari I Wayan Gede Wiguna itu, juga secara aktif membuat aksesoris yang sering diikutserakan dalam pameran tingkat lokal Bali, nasional, dan internasional.
Pameran yang pernah diikutinya, antara lain pameran keris Kamardikan di Bentara Budaya Jakarta (2008), Petinget Rahina Tumpek Landep, Museum Bali Denpasar (2010), Keris For The World, Panji Nusantara Galeri Nasional Indonesia, Jakarta (2010), Keris Mahakarya Nusantara, Surakarta, Jawa Tengah (2011), dan pameran UNESCO-PBB di Nusa Dua, Bali (2011).
Selain itu, ia pernah ikut pameran Estetika Keris Yogyakarta Galeri (2011), Pameran Tumpek Landep, Paiketan Semar Sanjiwata, Balai Budaya Gianyar (2011), serta Gelar Budaya Keris Indonesia, Lokakarya penempaan keris, seminar, Umbul Mantram, dan Pagelaran Tari Keris dari Yayasan Keris Brojobuwono bekerja sama dengan Neka Art Museum yang didukung oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga RI.
Sosok I Made Pada, seniman muda pegiat keris Indonesia dan inspirator pemuda dalam pelestarian keris Indonesia pernah mendapat penghargaan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga pada 22 Oktober 2015.
Hal itu tentu merupakan suatu kebanggaan karena mendapat penghargaan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Keris merupakan warisan leluhur bangsa di sejumlah provinsi di Indonesia, termasuk Bali yang memiliki kekhasan tersendiri untuk terus dilestarikan.
Bali sendiri sungguh beruntung karena mewarisi adat istiadat yang sangat melekat dengan keris, namun ke depannya harus dapat dilestarikan secara baik, dengan melibatkan semua pihak, pemerintah dan masyarakat.
Penganugerahan Seni Dharma Kusuma itu sesuai dengan Peraturan Daerah Bali Nomor 11 tahun 1992 tentang Penghargaan Seni.
Penganugerahan diberikan secara berkesinambungan setiap tahun saat perayaan HUT Pemprov Bali sejak 1974 kepada mereka yang berhak menerimanya, sebagai wujud pengakuan atas jasa, prestasi, dan karya seni yang dihasilkan.
Pemprov Bali juga memberikan penghargaan kepada pengabdi seni serangkaian dengan momentum pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB). Selama 38 tahun pelaksanaan PKB telah memberikan penghargaan kepada 418 seniman dan penghargaan Dharma Kusuma kepada 454 orang selama kurun waktu 41 tahun (1974-2015), termasuk organisasi kesenian.
Penghargaan Pengabdi Seni dan Dharma Kusuma yang dilakukan secara berkesinambungan setiap tahun itu sebagai salah satu bentuk pembinaan, pengembangan, dan pelestarian nilai-nilai seni budaya Bali, sehingga tetap kokoh dan eksis di tengah perkembangan pariwisata yang pesat pada era globalisasi sekarang ini.
Hal lain yang tidak kalah penting, diharapkan mampu menumbuhkan daya kreativitas masyarakat, khususnya budayawan dan seniman, untuk lebih memacu prestasi dalam bidang seni, yang pada gilirannya berdampak positif terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. (WDY)
Made Pada Seniman Ukir Raih Dharma Kusuma
Selasa, 23 Agustus 2016 10:45 WIB