Denpasar (Antara Bali) - Program pemerintah merealisasikan bebas visa memberikan dampak signifikan bagi daerah Bali karena telah mendongkrak pertumbuhan pariwisata sebesar 19,70 persen selama lima bulan periode Januari-Mei 2016.
"Pertumbuhan jumlah kunjungan masyarakat internasional ke destinasi Pulau Dewata, menunjukkan persentase yang signifikan dalam kondisi ekonomi global yang belum menggembirakan," kata pengamat Pariwisata Drs Made Sudana di Denpasar, Selasa.
Program bebas visa kunjungan tersebut berlaku bagi warga negara asing yang berwisata, menjalankan tugas pemerintahan, pendidikan, sosial budaya, bisnis, keluarga, atau singgah untuk meneruskan perjalanan ke negara lain.
Made Sudana menambahkan, persentase pertumbuhan ditunjukkan oleh 15 negara dari 20 negara pemasok turis asing terbanyak selama ini ke Bali, sedangkan lima negara lainnya yang semuanya di kawasan Asia seperti Singapura, Korea, Hongkong, Filipina dan Malaysia menunjukkan tren berkurang.
Namun yang cukup menggembirakan, adalah wisatawan mancanegara yang paling royal membelanjakan uangnya di Bali yakni warga Amerika bertambah hingga 35,44 persen dan yang paling tinggi adalah masyarakat dari India yang mencapai peningkatan 61,33 persen.
"Jadi ini pertumbuhan yang cukup signifikan," ucapnya, sebab dalam lima bulan I-2016 jumlah turis asing yang sebagian besar mengaku berlibur itu tercatat sebanyak 1.862.243 orang bertambah hingga 19,70 persen dari periode yang sama 2015 hanya 1.555.747 orang.
Dari jumlah masyarakat internasional itu asal Australia masih menempati urutan pertama sebanyak 429.017 orang menyusul wisatawan China sebanyak 385.360 orang dan diperingkat tiga adalah pelancong asal negeri matahari terbit sebanyak 91.174 orang.
Bertambah banyak wisatawan mancanegara yang berlibur ke Bali selain adanya program bebas visa tentu tidak kalah pentingnya juga adalah promosi ke sejumlah negara secara intensif dilakukan baik untuk pasar yang menyasar negara yang selama ini telah berkontribusi baik ((producing market), konventional dan negara potensial.
Sementara negara-negara yang dianggap "producing market" di antaranya Singapura, Malaysia, Australia, Jepang, China dan Korea Selatan, dan yang konventional di antaranya Amerika Serikat, Jerman dan Prancis serta pasar potensial di antaranya India, Afrika Selatan, Rusia serta negara-negara kawasan Timur Tengah. (WDY)