Jakarta (Antara Bali) - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa permohonan grasi merupakan hak prerogatif presiden yang tidak dibatasi oleh waktu pengajuannya karena menghilangkan hak konstitusional terpidana.
"Pembatasan jangka waktu pengajuan permohonan grasi sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) UU Grasi, ternyata berpotensi menghilangkan hak konstitusional terpidana khususnya terpidana mati," ujar Hakim Konstitusi Aswanto ketika membacakan pertimbangan Mahkamah di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu.
Adapun permohonan uji materi terkait pembatasan pengajuan grasi ini dimohonkan oleh anggota TNI Angkatan Laut yang dipidana mati atas kasus pembunuhan Dirut PT Aneka Sakti Bhakti (Asaba) Budyharto Angsono, Suud Rusli.
Selain itu Mahkamah menilai bahwa pembatasan demikian juga menghilangkan hak pemohon jika hendak mengajukan upaya hukum luar biasa peninjauan kembali atau PK, yang salah satu syaratnya adalah adanya novum atau data yang memang belum terungkap.
"Sedangkan ditemukannya novum itu sendiri tidak dapat dipastikan jangka waktunya," ujar Aswanto.
Selain itu Mahkamah juga berpendapat bahwa grasi tidak hanya penting untuk terpidana, namun juga bisa menjadi kepentingan negara.
Hal ini dikatakan Aswanto terkait dengan besarnya beban politik yang ditanggung atas penghukuman yang diberikan kepada terpidana yang mungkin ada kaitannya dengan tekanan rezim kekuasaan.
Grasi juga dapat dijadikan sebagai jalan keluar terhadap seorang narapidana yang sangat memilukan keadaannya seperti mengalami sakit keras, sakit tua, ataupun penyakit menular yang tidak mungkin dapat bertahan hidup dalam lembaga pemasyarakatan.
"Terpidana menjadi gila, sehingga secara akal yang sehat dan atas dasar pertimbangan perikemanusiaan haruslah diberi kesempatan secara hukum dalam hal ini melalui pemberian grasi," pungkas Aswanto.
Pada permohonannya, Suud menyebutkan bahwa grasi merupakan hak prerogatif Presiden yang tidak boleh dibatasi waktu pengajuannya karena bertentangan dengan keadilan yang diatur dalam UUD 1945.
Suud juga menilai bahwa grasi telah dijamin oleh konstitusi sehingga tidak dapat direduksi atau dibatasi oleh undang-undang di bawahnya. (WDY)