Jakarta (Antara Bali) - Upaya kepentingan asing menggagalkan pembahasan
RUU Pengampunan Pajak (tax amnesty) makin terlihat jelas menjelang
pembahasan RUU itu di DPR, aksi tersebut dilakukan melalui sejumlah LSM
dan politisi yang ingin dana-dana WNI tetap tersimpan di "save heaven
countries" dan tidak ingin ribuan triliun dana tersebut kembali ke dalam
negeri untuk membiayai pembangunan nasional.
Pengamat Perpajakan dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Rony
Bako di Jakarta, Mingggu, mengingatkan kepada pemerintah dan DPR untuk
berhati-hati lantaran ada kemungkinan asing semakin gencar melakukan
lobi-lobi guna menggagalkan RUU Tax Amnesty demi kepentingan negara
mereka.
Menurut dia negara-negara tetangga yang sering dijadikan tempat
untuk menyimpan dana-dana warga RI seperti Singapura bakal kekeringan
likuiditas akibat kebijakan tax amnesty.
"Ada saja cara mereka lakukan, entah itu dengan lobi-lobi politik.
Pasti ada, pemerintah harus berhati-hati dengan ini," kata Roni.
Roni menegaskan kepentingan asing melalui perusahaan-perusahaan
yang terafiliasi akan terkena dampak besar akibat kebijakan tax amnesty.
Akibatnya, perdebatan dan penolakan akan kebijakan tersebut pun cukup
besar digencarkan para politisi dan sejumlah LSM.
Menurutnya, kekhawatiran terhadap pihak asing yang ingin
menggagalkan rencana pengesahan RUU Tax Amnesty, membuat pemerintah
Indonesia harus mengambil prinsip. Salah satunya dengan menetapkan tarif
tebusan yang menarik yang akan dibebankan kepada peserta tax amnesty.
Sejauh ini, tarif tebus yang akan berlaku untuk deklarasi adalah 2
persen untuk tiga bulan pertama, 4 persen untuk tiga bulan kedua, dan 6
persen untuk enam bulan selanjutnya. Sementara untuk tarif tebusan yang
berlaku atas repatriasi dana adalah 1 persen untuk tiga bulan pertama, 2
persen untuk tiga bulan kedua, dan 3 persen untuk enam bulan
selanjutnya.
Ia mengatakan bahwa pembahasan RUU Tax Amnesty kuncinya ada di
besaran uang tebusan. Menurutnya, perlu adanya pembedaan selisih tarif
tebus antara yang deklarasi dana yang ditempatkan di luar negeri dengan
yang merepatriasi dananya ke Tanah Air dibuat lebih signifkan,
sehingga banyak warga negara Indonesia yang menempatkan dana di luar
negeri melakukan repatriasi dana kembali ke NKRI.
"Jangan biarkan asing mengusik DPR. Caranya ya dengan meyakinkan
mereka bahwa tarif yang disediakan pemerintah menarik. Jadi Tax Amnesty
harus didukung demi peningkatan basis pajak dan penerimaan negara,"
tegasnya.
Selaras dengan hal tersebut, salah satu peneliti pajak Indonesia
Bawono Kristiadji mengatakan, jika ada isu-isu asing seperti Singapura
yang ingin menjegal keberlangsungan RUU Tax Amnesty, maka pemerintah
harus tetap konsisten dan terus maju untuk mengaplikasikan kebijakan tax
amnesty.
"Mereka harus terus maju, karena di zaman globalisasi ini,
kebijakan pajak setiap negara dapat saja berpengaruh pada situasi pajak
di negara lain. Jadi pasti ada negara yang takut atas hal tersebut
seperti Singapura atau yang lainnya," kata dia.
Bawono mengatakan, data-data di luaran sana tentang wajib pajak
yang belum membayar pajak dengan semestinya masih banyak dan pemerintah
harus melihat itu dengan diberlakukannya tax amnesty.
"Data atas harta yang selama ini belum dilaporkan, itu bisa
terjaring karena tax amnesty. Itu sangat penting dalam membangun
kepatuhan pajak di Indonesia. Karena dengan tax amensty di kemudian hari
pemerintah memiliki data dan profil harta atau penghasilan WP dengan
lebih baik. Hal inilah yang lebih esensial dari kebijakan tax amnesty,"
pungkasnya. (WDY)
Pengamat: Singapura Dicurigai Jegal RUU Tax Amnesty
Minggu, 24 April 2016 20:31 WIB