Denpasar (Antara Bali) - Perolehan devisa dari perdagangan kopi hasil perkebunan rakyat Bali melorot dratis dari bernilai 431 ribu dolar AS selama enam bulan I-2014 menjadi hanya seharga 141 ribu dolar pada periode Januari-Juni 2015.
"Perolehan devisa dari kopi memang melorot hingga 67 persen dari nilai dan 92 persen dalam volume dari 66 ton pada periode Januari-Juni 2014 menjadi hanya lima ton pada Januari-Juni 2015," kata Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri Disperindag Bali Made Suastika, Selasa.
Belum diketahui pasti apa penyebab berkurangnya perdagangan luar negeri hasil perkebunan itu, apakah akibat musim kemarau sehingga produksi berkurang atau karena persyaratan dari negara konsumen sangat ketat karena harus kopi ramah lingkungan.
Petani Bali memang bertekad untuk meningkatkan kualitas produksi dengan menerapkan program kopi berkelanjutan dan terwujudnya jaminan mutu, mengingat persyaratan perkebunan kopi ramah lingkungan menjadi tuntutan pasar global, terutama di negara Uni Eropa.
Produk-produk pertanian tidak lagi hanya dinilai atas dasar kualitas produknya melainkan juga dinilai atas dasar cara memproduksi, kata Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Bali Ir. I Dewa Made Buana Duwuran, MP di tempat terpisah.
Cara memproduksi kopi termasuk budidaya tanaman perkebunan itu misalnya penggunaan pohon pelindung, pengendalian hama penyakit tanaman dan pelestarian sumberdaya alam termasuk keanekaragaman hayati juga menjadi perhatian konsumen.
Oleh karena itu, dunia usaha termasuk pekebun sendiri harus siap menghadapi berbagai persyaratan yang harus dipenuhi terkait dengan dampak lingkungan perkebunan kopi, jika matadagangan hasil perkebunan ingin laku terjual di pasaran ekspor.
Dewa Made Buana Duwuran mengatakan, Bali dalam meningkatkan kualitas produksi hasil kopi telah melakukan sosialiasi standar pengembangan perkebunan kopi berkelanjutan (Indonesian Sustainable- IS Coffee).
Kegiatan itu dilakukan guna meningkatkan pemahaman tentang program kopi berkelanjutan dan terwujudnya jaminan mutu serta keamanan pangan khususnya produk kopi, dan hasil perkebunan rakyat ini sudah menjadi komoditas ekspor selama ini.
Ia mengakui bahwa di Indonesia termasuk di Bali, tanaman kopi sebagian besar merupakan perkebunan rakyat. Salah satu ciri perkebunan rakyat ini terbatasnya penerapan teknologi baik budidaya maupun pasca panennya.
Kondisi itu dinilai belum sesuai dengan prinsip pertanian berkelanjutan, maka dengan kegiatan ini para petani dan pengusaha menyadari pentingnya sistem pertanian berkelanjutan untuk menghasilkan kopi yang berkualitas dan ramah lingkungan.
Bali, memiliki luas areal kopi arabika dan robusta, sekitar 36.538 hektare, sebagian besar tersebar di Kecamatan Kintamani, Bangli, Petang, Badung, Suksada, Pupuan dan Busungbiu Kabupaten Buleleng dengan produktivitas rata-rata 728 kg/ha/tahun. (WDY)
Perolehan Devisa Kopi Bali Melorot
Selasa, 22 September 2015 10:23 WIB