Denpasar (Antara Bali) - Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi Bali Ketut Lihadnyana berpandangan tidak akan terjadi tumpang tindih antara dana program Gerakan Pembangunan Desa Terpadu (Gerbangsadu) dengan dana desa dari pemerintah pusat.
"Peruntukan dana desa hanya boleh untuk dua hal yakni pembangunan infrastruktur desa dan usaha pemberdayaan masyarakat. Dana desa tidak boleh digunakan untuk membayar aparat desa," kata Lihadnyana di Denpasar, Kamis.
Selain itu, dana desa yang bersumber dari APBN diberikan kepada semua desa di Bali sejumlah 636 desa dengan rata-rata setiap desa mendapatkan Rp260 juta.
Sedangkan dana Gerbangsadu diberikan kepada desa-desa miskin sejak 2012, dan setiap desa mendapatkan dana bantuan Rp1,02 miliar yang bersumber dari APBD Bali yang dikelola melalui Badan Usaha Milik Desa (Bumdes)
"Untuk pemanfaatan dana Gerbangsadu, meskipun sebesar 20 persen dari dana dapat digunakan untuk infrastruktur, tetapi itu dibatasi hanya boleh untuk rehab atau perbaikan bangunan yang sudah ada serta pembangunan pasar desa. Sedangkan 80 persen dana Gerbangsadu untuk pengembangan ekonomi produktif," ucapnya.
Lihadnyana menambahkan, untuk penggunaan dana desa dari sisi infrastruktur dapat digunakan untuk pembangunan jalan desa.
Oleh karena itu, menurut diajangan heran jika ternyata banyak jalan di desa nanti yang lebih "mulus" dibandingkan jalan yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten.
Meskipun sekarang belum terjadi tumpang tindih, namun dia mengusulkan ke depan perlu ada pemikiran pola pendanaan program Gerbangsadu disesuaikan.
"Misalnya, kalau dari sisi infrastruktur sudah cukup lewat dana desa, jadi kenapa lagi dibantu dengan Gerbangsadu. Lebih baik bagian mana yang di desa belum tersentuh, itu saja yang dibantu sehingga lebih cepat upaya pengentasan kemiskinan di desa," katanya.
Lihadnyana berpandangan untuk saat ini dengan dana desa yang diterima rata-rata Rp260 juta tiap desa, belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat miskin. (WDY)