Denpasar (Antara Bali) - Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energi Abadi Purnomo mengatakan, proyek geotermal atau energi panas bumi di Bedugul, Kabupaten Tabanan, akan dikaji ulang.
"Kami akan mengkaji ulang kelayakan pengembangan proyek geothermal itu bekerja sama dengan Universitas Udayana (Unud)," kata Abadi di Denpasar, Rabu.
Usai rapat dengar pendapat bersama DPRD Bali dan tokoh masyarakat, ia mengatakan, pihaknya akan menyerahkan kajian akademik kepada Universitas Udayana.
"Walaupun sebelum proyek tersebut dibangun kami telah mengantongi kajian dari akademik, tapi kajian yang kami harapkan sekarang adalah dari segi lingkungan dan budaya setempat," katanya.
Ia mengatakan, kajian bersama dengan universitas negeri di Bali itu diharapkan menemukan titik terang terkait keberlangsungan proyek energi listrik panas bumi tersebut.
"Semua itu sepenuhnya kami serahkan kepada tim pengkajian Unud, soal apa hasilnya kami siap menerimanya," ucap Abadi.
Sejak proyek itu dibangun pada 2005, pihaknya telah melakukan investasi mencapai 40 juta dolar AS. "Sedangkan untuk biaya operasional dalam proyek tersebut setiap tahun kami mengeluarkan dana sebesar Rp1,2 miliar," katanya.
Menyinggung penolakan dari DPRD maupun Pemerintah Bali terhadap proyek energi geothermal yang telah ditandatangani 2005 itu, ia mengatakan, karena itu pihaknya berharap dengan kajian tersebut akan ada kejelasan tentang proyek energi panas bumi di Bedugul.
"Silakan dikaji secara objektif, apapun nanti hasilnya kami akan terima. Kami pun akan menghormati hasil dari kajian tersebut," ucapnya.
Ditanya sampai kapan menunggu hasil kajian tersebut, kata dia, pihaknya tidak memiliki batas tertentu untuk menunggu kajian dari Unud itu.
"Kami akan menunggu hasil kajiannya. Kami juga tidak menentukan sampai kapan harus menunggu. Pokoknya teknis kajiannya kami serahkan kepada Unud," ujar Abadi yang didampingi staf lain yang berkompeten dengan energi geothermal.
Sementara Ketua DPRD Bali Anak Agung Oka Ratmadi mengatakan, agenda rapat ini adalah dengar pendapat sehingga pihak Dewan hanya mendengarkan dan menampung aspirasi yang disampaikan oleh PT Pertamina Geothermal Energi.
"Kami tidak bisa perpendapat, dan pihak Dewan tetap mengacu Keputusan DPRD Nomor 7 tahun 2005 tentang eksplorasi energi panas bumi (geothermal)," katanya.
Rohaniawan Hindu Ida Pedanda Sebali Tianyar Arimbawa mengungkapkan, Bali memang kekurangan daya listrik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun sektor pariwisata.
"Kalau ada teknologi lain untuk mendapatkan daya listrik tersebut sebaiknya teknologi itu yang digunakan," katanya.
Ia mengatakan, kalau dari segi ramah lingkungan menurut pakar bahwa energi panas bumi ini dibilang sangat ramah lingkungan dan akan menjadi energi masa depan bagi dunia.
"Memang ketika menghadiri konferensi geothermal di Nusa Dua, Bali para pakar mengatakan bahwa energi ini sangat ramah lingkungan. Wilayah Indonesia juga salah satu negara yang memiliki potensi energi panas bumi yang cukup besar," ucapnya.
Untuk di Bali, kata dia, melakukan eksploitasi energi panas bumi harus mempertimbangkan aspek budaya dan agama. Apalagi lokasi pengeboran panas bumi berada di dalam kawasan hutan Bedugul.
"Kawasan Bedugul merupakan hulu dari wilayah Bali yang juga menjadi sumber mata air. Kalau sampai kawasan itu mengalami kerusakan lingkungan, kami tidak bisa ngomong apa-apa," katanya.
Oleh karena itu Pedanda Arimbawa Sebali meminta semua pihak memikirkan masa depan Bali. Tidak hanya sesaat untuk kepentingan proyek saja.
"Selain kajian akademis, kami minta semua pihak mendengarkan pendapat masyarakat. Jangan sampai kepentingan rakyat dikorbankan," katanya.(*)