Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika meminta Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan setempat untuk menunda sementara waktu penyerahan bantuan program Sistem Pertanian Terintegrasi.
"Kami tunda sambil dipelajari kembali, cek lagi, karena kalau tidak ya seperti tadi bisa menimbulkan maalah-masalah, saya juga tidak mau," kata Pastika usai menghadiri rapat gabungan dengan jajaran DPRD Provinsi Bali, di Denpasar, Rabu.
Pernyataan itu disampaikan Pastika menyusul temuan penyimpangan pelaksanaan program Simantri dari anggota DPRD Provinsi Bali Nyoman Adnyana. Saat turun ke berbagai daerah di Kabupaten Bangli, setidaknya dia menemukan empat gabungan kelompok tani (Gapoktan) yang telah menerima dana program Simantri pada tahun-tahun sebelumnya, ternyata sapi bantuan dari Provinsi Bali sudah tidak ada lagi di tempat unit Simantri tersebut.
Bahkan legislator dari Kabupaten Bangli itu berani menyatakan untuk di kabupaten asalnya saja sekitar 70 persen unit Simantri melaksanakan operasionalnya tidak sesuai dengan pedoman dan petunjuk pelaksanaan yang ada.
"Program simantri lebih efektif kalau diberikan kepada kelompok yang tinggalnya dalam satu dusun berdekatan. Memang Simantri itu program ideal untuk menyejahterakan petani, tetapi kenyataannnya begitu masih banyak penyimpangan. Oleh karena itu harus dilakukan evaluasi yang serius agar tidak merembet pada kelompok tani yang lainnya," ucap Adnyana.
Menangggapi hal itu, Pastika mengatakan pihaknya akan mengevaluasi kembali dan menunda sementara waktu penyerahan bantuan tersebut untuk 2015. Menurut dia, kegagalan pelaksanaan Simantri kemungkinan dari segi pemilihan kelompok dan lokasi yang kurang tepat.
"Selain itu, bisa juga masyarakat kita berpikir ini ada bantuan. Ini hanya persoalan `mind set` (pola pikir) lagi. Ini ada bantuan, mari kita manfaatkan, biar dapat saja. Padahal sesunguhnya mereka tidak sanggup melaksanakan itu," katanya.
Mantan Kapolda Bali itu juga menilai kelemahan pelaksanaan sistem Simantri karena dikerjakan tidak sungguh-sungguh yang disebabkan karena pola pikir yang salah mengartikan bantuan dari pemerintah. "Sebenarnya programnya bagus, cita-cita bagus, tetapi kembali ketika orang berpikiran dapat bantuan dianggap duit gratis, padahal tidak. Di situlah letak kacaunya," ujarnya.
Kelemahan lainnya, petani dihadapkan pada lokasi yang kering sehingga mereka tidak mampu mengerjakan pengolahan kotoran sapi, biourine, produksi kompos dan menanam dengan benar. Selain itu, pada daerah yang bersangkutan tidak diperlukan pupuk, padahal para petani bisa mendapat hasil tambahan dari Simantri dengan menjual pupuk. "Artinya survei tempat, kajian tempat, perlu kita evaluasi kembali," katanya.
Pastika mengatakan sejatinya tiap-tiap Simantri itu ada pendampingnya. Namun kemungkinan pendampingnya tidak mampu bekerja dengan benar, padahal mereka kebanyakan lulusan dari fakultas pertanian. "Mungkin mereka tidak mau bertani juga dia, dia juga alergi kotoran sapi. Maunya jadi kepala dinas pertanian saja mungkin," seloroh Pastika.
Hingga saat ini, sudah 502 unit Simantri yang terbentuk di seluruh Bali dan sebelumnya Dinas Pertanian Bali tahun ini menargetkan dapat terbentuk 50 unit Simantri. (WDY)