Denpasar (Antara Bali) - Hamparan lahan sawah yang lokasinya berundag-undang (terasering) di Jatiluwih, Penebel, daerah "gudang beras" di Kabupaten Tabanan, memiliki pemandangan dan keindahan panorama alam yang menjadi daya tarik wisata.
Hamparan lahan yang luas dikitari alam pegunungan Batukaru kini sedang menguning yang padinya siap dipanen. Demikian pula areal persawahan lainnya di Pulau Dewata tinggal menunggu panen.
Panen raya tanaman padi itu diperkirakan pada bulan April 2015, yang terjadi serentak di sentra-sentra tanaman padi sawah di delapan kabupaten dan satu kota lainnya di Bali, tutur Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, Ida Bagus Wisnuardana.
Pengalaman di Bali selama ini, setiap panen raya petani selalu menikmati harga rendah, jauh di bawah harga patokan pemerintah (HPP) sehingga perlu antisipasi, dengan harapan petani yang menjual gabahnya menikmati harga yang layak.
Untuk itu Pemerintah Provinsi Bali menyediakan dana untuk mengamankan harga produksi gabah petani sebesar Rp29,2 miliar pada 2015 yang disalurkan lewat lembaga usaha ekonomi pedesaan (LUEP) yang tersebar di daerah ini.
Dana bersumber dari APBD Bali itu meningkat dari tahun sebelumnya yang tercatat Rp28,2 miliar untuk membantu LUEP dalam menampung gabah produksi petani.
Modal kerja bagi LUEP sebagian besar yakni sekitar Rp25 miliar untuk pembeli gabah petani dan Rp4,2 miliar sisanya diarahkan untuk pembelian hasil hortikultura, dan mendukung operasional pengadaan benih.
Dana talangan yang disediakan Pemprov Bali itu ditempatkan di Bank Pembangunan Daerah (BPD) setempat, yang setiap tahun terus bertambah, berkat bunga bank dan pengembalian cicilan yang cukup lancar.
Dana tersebut diharapkan sejak Januari lalu sudah bisa dicairkan sehingga mampu menampung gabah hasil petani dengan harga yang layak, sehingga secara tidak langsung mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
LUEP yang tersebar di enam dari sembilan kabupaten dan satu kota di Bali, tahun 2015 yang mendapat rekomendasi untuk memanfaatkan modal kerja dengan bunga ringan yakni dua persen per tahun sebanyak 105 unit.
LUEP yang sebagian besar terdapat di daerah "gudang beras" di Kabupaten Tabanan itu diperkirakan mampu membeli 15 persen dari hasil gabah petani yang setiap tahunnya mencapai sekitar 850.000 ton.
Modal kerja yang diberikan kepada LUEP jika dikelola dengan baik setiap tahunnya bisa dimanfaatkan untuk membeli gabah dalam empat kali putaran sehingga sama-sama memberikan keuntungan, baik dari wadah lembaga usaha perdesaan itu maupun petani.
Direkomendasi
Gubernur Bali Made Mangku Pastika sejak awal 2015, telah memberikan rekomendasi kepada LUEP yang berhak memanfaatkan dana talangan pembelian gabah petani tersebut.
Rekomendasi itu diberikan kepada 105 LUEP atas dasar berbagai pertimbangan, di mana lembaga ekonomi perdesaan itu sebelumnya tidak pernah "cacat" dalam membeli gabah petani maupun mengembalikan cicilan.
Pemprov Bali menyediakan dana penguatan modal itu sejak tahun 2009 awalnya hanya Rp675 juta terus ditambah, baik pokok maupun bunganya hingga kini mencapai Rp29,2 miliar.
Sebanyak 115 unit LUEP yang mendapat rekomendasi memanfaatkan modal berbunga ringan itu tersebar pada enam dari sembilan kabupaten/kota di Bali, paling banyak di Kabupaten Tabanan 54 unit dengan dana bergulir sebesar Rp10,89 miliar.
Menyusul Kabupaten Buleleng 14 unit dengan pinjaman sebesar Rp2,55 miliar, Jembrana 14 unit (Rp4,47 miliar), Klungkung empat unit (Rp1,02 miliar), Badung 14 unit (Rp4,12 miliar) dan Kabupaten Gianyar 18 unit (Rp3,9 miliar).
Ida Bagus Wisnuardana menambahkan, dana bergulir tersebut disalurkan BPD Bali kepada masing-masing unit LUEP dengan bunga ringan, namun tetap sesuai ketentuan bank yang berlaku.
LUEP dibentuk untuk menstabilkan harga gabah, dengan harapan petani bisa menikmati harga yang wajar. Wadah tersebut dibentuk atas dasar keputusan Gubernur Bali yang setiap tahun terus ditinjau dan diperbaharui.
Jika ada LUEP membeli gabah petani di bawah harga patokan pemerintah (HPP) seperti yang pernah dilakukan tiga LUEP di Kabupaten Tabanan otomatis izinkan dibelukan, sekaligus tidak lagi mendapat kucuran dana bergulir.
Harga gabah kering panen (GKP) pada tingkat petani di Bali pada bulan Februari 2015 mengalami kenaikan sebesar 1,79 persen, dibandingkan bulan sebelumnya (Januar 2015).
Sedangkan harga gabah di tingkat penggilingan meningkat sebesar 1,64 persen, sehingga harga gabah tersebut berada di atas harga patokan pemerintah (HPP) yakni di tingkat petani sebesar Rp4.419,29 per kilogram dan ditingkat penggilingan Rp4.486,79 per kilogram.
Transaksi gabah kering panen tertinggi di tingkat petani terjadi di Kabupaten Jembrana sebesar Rp4.750 per kilogram untuk varietas Ciherang. Sedangkan harga terendah terjadi di Kabupaten Karangasem yakni Rp4.053,33/kg untuk varietas Ciherang.
Harga gabah di tingkat petani dan penggilingan di Bali mengalami kenaikan akibat berkurangnya stok gabah di tingkat petani maupun penggilingan.
Bali sesuai angka sementara (ASEM) 2014 memproduksi padi sebanyak 857.944 ton gabah kering giling (GKG) menurun 24.148 ton atau 2,74 persen dibanding tahun sebelumnya.
Bali memiliki lahan sawah sekitar 81.000 hektare, berkurangnya produksi padi kali ini akibat berkurangnya luas panen sebagai dampak dari pengaruh musim kemarau tahun yang sama.
Menurunnya produksi padi itu terjadi pada subround II yakni bulan Mei-Agustus 2014 sebanyak 9.325 ton GKG atau 3,49 persen dan subround III (September-Desember) sebanyak 21.819 ton GKG (6,73 persen).
Sedangkan pada subround I periode Januari-April 2014 justru terjadi kenaikan sebesar 6.996 ton GKG atau 2,41 persen. Penurunnya produksi padi nisbi tinggi terjadi di Kabupaten Karangasem, daerah ujung timur Pulau Bali sebesar 8.571 hektare atau turun 11,48 persen.
Berkurangnya produksi padi di Bali sebagai akibat menurunnya luas panen 7.683 hektare (5,11 persen) yang terjadi secara merata pada delapan kabupaten dan satu kota di daerah ini.
Secara umum ada dua faktor utama penyebab menurunnya luas panen, yakni kekeringan sebagai dampak dari musim kemarau selama tahun 2014, tepatnya memasuki bulan Juni-September terjadi perubahan iklim yang cukup ekstrem.
Perubahan tersebut masuk kategori bulan kering, yakni bulan dengan rata-rata curah hujan kurang dari 100 mm sehingga berdampak pada kekeringan, bahkan menyebabkan terjadinya puso.
Di Bali selama tahun 2014 terjadi tanaman padi puso seluas 807 hektare atau lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya seluas 54 hektare. Di Kabupaten Tabanan yang selama ini dikenal sebagai daerah "gudang beras" mengalami puso tertinggi mencapai 430 hektare.
Adanya kekeringan atau musim kemarau berpengaruh terhadap mundurnya masa tanam dan musim panen sekitar satu bulan. Menurunnya produksi padi di Bali juga sebagai dampak dari adanya masalah bidang pengairan atau ketersediaan air terbatas karena adanya perbaikan saluran irigasi.
Perbaikan irigasi itu antara lain terjadi di Kabupaten Gianyar sehingga banyak melakukan jadwal penanaman padinya mundur akibat perbaikan irigasi belum tuntas sekitar 200 hektare.
Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Karangasem sebagai akibat debit air mengecil di sejumlah kecamatan. (ADT)