Jakarta (Antara Bali) - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan,
perlu dipikirkan bagaimana sebaiknya bentuk pelayanan pemerintah
terhadap umat beragama, karena ada penduduk yang menganut agama secara
sukarela sesuai keinginan dan keyakinannya.
Posisi penganut agama-agama di luar enam agama (Islam, Katolik,
Protestan, Hindu, Buddha dan Konghuchu) perlu dipikirkan bentuk
pelayanannya, kata Lukman Hakim Saifuddin ketika membuka seminar
Nasional tentang Perlindungan Pemerintah Terhadap Pemeluk Agama yang
diselenggarakan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama di Jakarta,
Kamis.
Seminar diselenggarakan menyambut Hari Amal Bhakti Kemenag ke-69
Tahun 2015. "Kita perlu memikirkan bagaimana sebaiknya bentuk pelayanan
pemerintah kepada mereka," katanya lagi.
Menteri Agama Lukman Hakim menyampaikan ada lima isu penting terkait
kehidupan keagamaan yang dinilainya patut menjadi perhatian bersama.
Pertama,
soal posisi penganut agama-agama di luar enam agama. Menag
menyampaikan, adalah fakta sosiologis, saat ini di Tanah Air ada
penduduk yang menganut agama secara sukarela sesuai keinginan dan
keyakinannya, di luar enam agama yang sudah dilayani pemerintah.
Kedua, soal kasus-kasus pendirian rumah ibadat dan tempat ibadat
yang masih banyak terjadi. Menurut dia, Peraturan Bersama Menteri (PBM)
Nomor 9 dan 8 tahun 2006 yang antara lain mengatur soal kerukunan
beragama itu dirasakan belum menggembirakan.
Fakta masih adanya kasus-kasus di seputar rumah ibadat memunculkan pertanyaan, di mana inefektivitasnya, katanya.
Ia pun mengemukakan, banyak pihak khususnya masyarakat, bahkan
aparat di lapangan, ternyata belum tahu dan belum cukup memahami
aturan-aturan tersebut tersebut. Apakah persoalannya adalah karena
sosialisasi yang masih terlalu minim atau tema secara substantif
norma-norma yang diatur di dalamnya perlu mengalami
penyesuaian-penyesuaian kembali sesuai dengan realitas situasi dan
kondisi kekinian.
Ketiga, munculnya gerakan-gerakan keagamaan yang kian meningkat.
Kemunculan gerakan ini, yang dalam hal tertentu dalam pandangan Menag
dinilai berlebihan.
"Sebab, hal ini kemudian menyebabkan respon terhadapnya menjadikan
kita perlu menyentuh karena secara faktual menyebabkan gangguan
kerukunan internal atau antarumat beragama," katanya.
"Jadi dalam hal ini, bagaimana kita bisa membangun persepsi bersama
antarumat beragama dalam hal penyiaran agama. Karena agama adalah ajaran
dimana para penganutnya berkewajiban menyebarluaskannya, maka ketika
kita ingin menyiarkan agama itu dan ketika kita ingin mendakwahkan
ajaran agama itu maka pada titik-titik tertentu bila tidak dibarengi
dengan pemahaman, dengan tingkat kearifan yang cukup, maka akan
menimbulkan gesekan-gesekan di tengah-tengah masyarakat dan ini pada
akhirnya langsung maupun tidak langsung akan mengusik atau mengganggu
kerukunan antarumat beragama," terang Menag.
Keempat, adanya tindak kekerasan terutama terhadap kelompok
minoritas. Ditegaskan Menag, hal ini harus betul-betul diperhatikan,
karena benar-benar mengabaikan penghormatan atas Hak Asasi Manusia
(HAM).
Kelima, adanya penafsiran keagamaan tertentu yang kemudian mengancam kelompok agama yang memiliki tafsir berbeda.
"Maka dalam kaitan ini, saya mengharapkan peserta seminar untuk
secara terbuka memberikan masukan dan pemikiran bagaimana semestinya
menangani persoalan-persoalan tersebut," ujar Menag.
Diakhir paparannya, kepada peserta seminar yang berasal dari
kelompok-kelompok yang sangat peduli dengan persoalan yang telah
dikemukakannya, Lukman minta perannya untuk memberikan masukan,
usulan-usulan perbaikan RUU Tentang Perlindungan Umat Beragama yang
sedang disusun sehingga pada akhirnya nanti Kementerian Agama dalam
menyusun kebijakan yang sedang dilakukan ini betul-betul mendapatkan
rumusan yang merupakan cerminan aspirasi bersama. (WDY)
Menag: Ada Lima Isu Penting Kehidupan Beragama
Kamis, 18 Desember 2014 21:05 WIB