Medan (Antara Bali) - Industri coklat di Malaysia sampai sekarang masih
sangat bergantung pada pasokan dari Indonesia meski negara itu juga
penghasil komoditas yang sama.
"Ketergantungan itu terindikasi dari masih besarnya permintaan kakao
oleh Malaysia ke Sumut yang merupakan salah satu daerah produsen di
Indonesia," kata Kepala Seksi Ekspor Hasil Pertanian dan Pertambangan
Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumut, Fitra Kurnia,
di Medan, Sabtu.
Hingga Agustus 2014, kata dia, nilai ekspor
kakao Sumut mencapai 21, 109 juta dolar AS yang berasal dari hasil
pengapalan ke Malaysia serta termasuk Thailand dan Singapura.
Ada prakiraan, ekspor biji coklat Sumut ke Singapura itu juga di ekspor kembali untuk Malaysia
Dia mengakui, indusri hilir kakao di Malaysia berkembang pesat
sehingga pabrikan di negara itu sangat membutuhkan bahan baku yang besar
yang dipenuhi oleh negara itu sendiri dan negara lain termasuk
Indonesia.
"Prospek ekspor kakao masih sangat besar sehingga harusnya petani mengembangkan tanaman tersebut,"katanya.
Ketua Kamar Dagang dan Industr (Kadin) Sumut, Ivan Iskandar Batubara
menyebutkan, pengusaha Sumut juga dewasa ini terus mengembangkan
industri hilir kakao.
"Makanya dewasa ini, meski tetap ada ekspor dalam biji kakao, tetapi
harus diakui tren menurun karena untuk diolah di Sumut sendiri,"katanya.
Dia mengakui, dibandingkan Malaysia, hilirisasi hasil komoditas
termasuk kakao di Indonesia masih kalah cepat dibandingkan Malaysia.
"Banyak faktor yang membuat hilirisasi industri komoditas lebih
lambat termasuk menyangkut regulasi dari pemerintah," katanya.
Petani kakao di Dairi, Sumut, R. Sembiring menyebutkan, harga biji
coklat hingga akhir Oktober bertahan tinggi pada kisaran Rp30.000 per kg
akibat masih ketatnya produksi.
Harga yang relatif tinggi itu terjadi sejak akhir Mei karena faktor cuaca yang tidak menentu sehingga hasilnya kurang maksimal.(WDY)
Industri Coklat Malaysia Bergantung Pasokan Kakao Indonesia
Sabtu, 25 Oktober 2014 20:40 WIB