Kupang (Antara Bali) - Pengamat ekonomi makro dari Universitas Katolik
Widaya Mandira Kupang Dr Thomas Ola Langoday mengatakan Presiden
terpilih Joko Widodo tidak langsung menaikkan harga bahan bakar minyak
bersubsidi pada awal pemerintahannya, melainkan menunda untuk satu tahun
kemudian.
"Penundaan ini dimaksudkan agar ada kebijakan yang harus diimbangi
dengan peningkatan pendapatan masyarakat miskin akibat dari kenaikan
itu, misalnya setiap kenaikan harga sebesar Rp1000, pemerintah harus
memberikan penguatan pendapatan sekitar Rp250.000, sebagai bentuk
perimbangan bagi daya beli masyarakat," katanya di Kupang, Kamis.
Sebab menurut Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Widaya
Mandira Kupang itu apabila tidak ada kebijakan perimbangan pendapatan
bagi penduduk miskin, maka secara tidak langsung pemerintah bisa saja
semakin memmiskinkan mereka dan jumlahnya tentu lebih banyak lagi.
"Jika pemerintahan Jokowi usai dilantik (Oktober-November) langsung
menaikkan harga BBM akan berimbas pada turunnya daya beli masyarakat,
ruginya usaha kecil menengah, serta menambah angka kemiskinan yang
diperkirakan sebesar 1,5 persen serta menaikkan angka inflasi karena
ketergantungan masih besar," katanya.
Untuk mencegah dampak itu, maka kebijakan imbangan untuk memperkuat
pendapatan semisal Rp250 ribu mungkin bisa layak untuk membantu mereka
hidup.
"Jadi sekali lagi jika pemerintah harus terpaksa menaikkan harga BBM
bersubsidi misalnya Rp1000/liter untuk jenis premium dan solar, maka
pemerintah harus memberikan penguatan pendapatan sebesar Rp250.000,
begitu seterusnya," katanya.
Dia menyebut yang layak mendapatkan penguatan pendapatan tersebut
adalah golongan masyarakat petani miskin yang terdaftar di Jamkesmas.
Selain kebijakan penguatan Presiden terpilih Joko Widodo tidak
menaikkan harga bahan bakar minyak pada awal pemerintahannya, melainkan
meminimalisir penggunaan atau konsumsi BBM dengan bahan bakar
alternatif.
"Presiden Jokowi nanti lebih baik mengurangi konsumsi BBM bersubsidi
dengan menggunakan energi alternatif seperti biodisel, gas dan listrik,
dan menerapkan strategi pengurangan konsumsi BBM bersubsidi," katanya.
Ia menyebut upaya mengurangi konsumsi BBM jenis subsidi itu
dilakukan dengan cara, efisiensi penggunaan BBM, diversifikasi bahan
bakar, manajemen transportasi serta kebijakan fiskal.
"Efisiensi dapat berupa pengembangan industri mobil nasional
berbahan bakar gas dan listrik secara masif dengan strategi penguasaan
pasar mobil nasional dan dapat dimulai dari mobil pemerintah dan BUMN,"
katanya.
Selanjutnya, ujarnya, secara bertahap premium dan solar hanya
diperuntukkan bagi kendaraan yang menyentuh masyarakat menengah ke bawah
misalnya angkutan umum agar subsidi tepat sasaran dan masyarakat
terdorong menggunakan angkutan umum.
Setelah itu, katanya, pada tahun pemerintahan berikutnya Jokowi
dapat menaikkan harga BBM subsidi secara bertahap saat ketergantungan
masyarakat pada BBM sudah berkurang.
Sebelumnya, penasihat senior dari Tim Transisi Jokowi-JK Luhut
Binsar Panjaitan mengatakan Jokowi akan menaikkan harga BBM subsidi
sebesar Rp3.000 per liter pada November guna mengurangi defisit anggaran
dan mengalokasikan lebih banyak dana untuk memperbaiki infrastruktur.
Jika rencana tersebut dilaksanakan, maka harga bensin premium
bersubsidi dari Rp6.500 akan naik menjadi Rp9.500 dan harga solar
bersubsidi akan naik dari Rp5.000 menjadi Rp8.500. (WDY)
Pengamat: Jokowi Tunda Naikkan Harga BBM Bersubsidi
Kamis, 9 Oktober 2014 7:07 WIB