Denpasar (Antara Bali) - Pengadilan Negeri Denpasar, Bali mengakui telah menerima salinan putusan kasasi kasus yang melibatkan Cokorda Pemecutan XI, AA Ngurah Manik Parasara yang divonis selama setahun pada 23 September 2004.
Hal tersebut dibenarkan oleh Humas PN Denpasar, Hasoloan Sianturi, Selasa, yang menyatakan bahwa putusan kasasi sudah diterima PN Denpasar sekitar seminggu yang lalu.
"Ketika diterima PN Denpasar langsung meneruskannya ke Kejari Denpasar sebagai pihak yang berwenang untuk melakukan eksekusi terhadap putusan tersebut," ujar Hasoloan di Denpasar.
Ia menuturkan bahwa walaupun dalam putusan tingkat pertama tanpa penahanan dan dalam melaksanakan putusan kasasi merupakan putusan "inkrach" yang harus dilaksanakan.
"Walau pun ada upaya PK. Namun, wewenang ada di kejaksaan sebagai eksekutor negara," katanya.
Peristiwa terjadi pada 11 Oktober 2003 yang bermula dari adanya pertemuan antara Tjok Pemecutan yang didampingi anaknya, AA Dharmanegara Putra dengan sejumlah saudara tirinya yakni AA Ngurah Paraswanta, AA Parmadi, AA Purwa, AA Parama Suwarna, AA Paraswanta dan AA Ngurah Putu Prana.
Pertemuan tersbut membicarakan adanya pembangunan tembok pembatas di dalam Puri Pemecutan yang terletak di Jalan Thamrin, Denpasar, Bali.
Kemudian, terjadi kesalahpahaman antara Dharmanegara dengan Prana sehingga terjadi perkelahian. Namun, karena tidak terima anaknya dikeroyok, Tjok Pemecutan mengambil pedang dan terlibat dalam perkelahian itu.
Akibat perkelahian tersebut keduanya terjatuh ke dalam kolam dan saat itu posisi Tjokorda berada di posisi bawah dan akhirnya menusukkan pedang ke bagian perut.
Korban meninggal dalam perjalanan ke Rumah Sakit Sanglah Denpasar, Bali sedangkan Tjok Pemecutan langsung menyerahkan diri ke polisi.
Dalam persidangan tersebut JPU, Putu Suparta Jaya menjerat Tjok Pamecutan dengan dakwaan primer pasal 338 KUHP mengenai pembunuhan yang disengaja dengan dakwaan subsider pasal 354 KUHP tentang pembunuhan yang tak disengaja.
Kemudian dalam dakwaan subsider pasal 351 Ayat 3 tentang penganiayaan berat yang menyebabkan pembunuhan. Namun, hakim menyatakan terdakwa hanya terbukti bersalah pada dakwaan subsider dengan setahun penjara tanpa perintah penahanan.
Pertimbangan yang memberatkan terdakwa yakni perbuatan terdakwa sudah menghilangkan nyawa seseorang.
Sementara meringankan, terdakwa pernah melaksanakan tugas negara dengan menjadi anggota MPR, santun dalam persidangan, belum pernah dihukum dan sebagai raja adalah orang yang dituakan.
Hakim justru menilai, sikap korban yang tidak cukup santun merupakan pemicu kejadian itu. (WRA)