Jakarta (Antara Bali) - Pemerintah masih membahas mekanisme penolakan UU Pilkada setelah hasil konsultasi antara Presiden dan Ketua Mahkamah Konstutisi menyatakan kehadiran menteri yang menyampaikan amanat presiden dalam pembahasan RUU bersama DPR bisa dinilai sebagai persetujuan pemerintah.
"Sekarang ini karena setiap pembahasan RUU, Presiden menujuk menteri, meski dalam amanat presiden (yang disampaikan menteri-red), menteri tidak memberikan persetujuan namun dengan kehadirannya sama saja memberikan persetujuan, kesimpulannya tidak ada jalan bagi presiden untuk tidak bersetuju, saya sebagai presiden taat asas dan konstitusi, apalagi ada pandangan dari Mahkamah Konstitusi," kata Presiden dalam keterangan pers di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, Selasa dini hari setelah melangsungkan rapat terbatas.
Presiden mengatakan setelah adanya kepastian itu, maka kini pemerintah masih mencari jalan lain untuk tetap mendorong pandangan semula yaitu mendukung pelaksanaan pemilihan langsung kepala daerah dengan adanya perbaikan.
"Maka dari siang tadi (Senin 29/9) hingga saat ini kami mengolah jalan seperti apa untuk betul-betul menyelamatakan sistem pilkada yang saya anggap tepat dari yang tidak tepat, yaitu kembali ke pilkada langsung dengan perbaikan, kalau plan A tidak tembus akan menuju ke plan B. Hingga subuh hari ini dan akan dilanjutkan besok," katanya.
Presiden mengatakan tidak ada kepentingan pribadi atau kepentingan lain terkait upaya yang dilakukan pemerintah ini selain semata-mata sesuai dengan pandangan pemerintah dan rakyat bahwa pelaksanaan pemilihan kepala daerah harus dilakukan secara langsung dan ada perbaikan atas kekurangan yang ada selama ini.
"Kalau ini baik sistemnya presiden dan pemerintah akan mendatang akan lebih baik lagi mengelola kehidupan politik, opsi yang masih tersedia, saya tidak perlu sampaikan malam ini insya Allah ada jalan untuk wujudkan (yang terbaik-red)," tegas Presiden. (WDY)