Denpasar (Antara Bali) - Mantan aktivis mahasiswa Universitas Warmadewa Denpasar 1998, Valerian Libert Faris Wangge meminta aktivis mahasiswa tidak reaksioner menyikapi berbagai dinamika sosial dan politik masyarakat.
"Mahasiswa sebagai kelompok kelas menengah yang memikul beban sejarah sebagai seorang terpelajar, hendaknya mengedepankan kekuatan intelektual dalam menyikapi berbagai persoalan di tengah masyarakat, di antaranya sosial dan politik," katanya di Denpasar, Senin.
Ia mengatakan kematangan analisa dalam membedah berbagai isu dan persoalan sosial kemasyarakatan menjadi kekuatan utama gerakan mahasiswa.
Faris lebih lanjut mengatakan mahasiswa bisa menyikapi isu dan persoalan yang ada secara obyektif, dan mampu mengambil pilihan sikap yang selektif.
"Mahasiswa tidak boleh reaksioner. Harus dilakukan pemetaan dengan baik terhadap isu dan persoalan sosial kemasyarakatan. Harus mengedepankan kapasitas intelektual mahasiswa sehingga bisa menyikapinya secara obyektif," ujar Faris yang saat ini menjadi konsultan hukum dan advokad itu.
Faris mengatakan, mahasiswa yang memikul tanggung jawab sejarah sebagai agen perubahan dan kontrol sosial tidak boleh mengambil sikap netral (pasif) dari berbagai persoalan sosial kemasyarakatan.
Mahasiswa, kata dia, harus hadir di tengah masyarakat untuk menyuarakan kebenaran dan menawarkan gagasan solutif untuk mengurai berbagai benang kusut persoalan yang ada.
Namun, lanjut Faris, mahasiswa harus menjaga netralitas dari intervensi kepentingan tertentu, baik kepentingan eksternal maupun subyektifitas personal mahasiswa. Dengan sikap demikian, mahasiswa tidak menjaga jarak dengan realitas sosial kemasyarakatan, namun mampu secara obyektif, sesuai kaidah intelektualnya bisa tampil menyuarakan kebenaran dan menyingkirkan ketidakadilan.
"Dalam situasi ketidakadilan, ketika kita memilih netral maka sesungguhnya kita mendukung ketidakadilan itu. Mahasiswa harus menyuarakan dan melawan ketidakadilan," katanya.
Sementara itu, Ketua Forum Generasi Bidikmisi Universitas Udayana, I Wayan Artaya mengatakan gerakan mahasiswa hari ini mendapat banyak sorotan publik. Hal itu disebabkan, mahasiswa tidak mampu menjaga pola gerakannya dengan baik.
Ia mengakuti banyak gerakan mahasiswa yang terjebak dalam kepentingan pragmatisme, dan terkooptasi oleh kepentingan tertentu. Di sisi lain, mahasiswa juga tidak menyiapkan dirinya untuk tampil sebagai problem solver terhadap berbagai persoalan sosial masyarakat.
"Diskusi ini diharapkan mendapat pencerahan bagi mahasiswa untuk memposisikan diri dengan baik, menjaga integritas mahasiswa, menjaga netralitas mahasiswa dari kooptasi kepentingan pragmatis, dan memotivasi mahasiswa untuk tidak pasif terhadap persoalan sosial yang ada. Namun, mahasiswa harus mampu bersikap kritis, dan obyektif untuk menyikapinya," katanya. (WDY)