Denpasar (Antara Bali) - Kabupaten Tabanan menonjolkan unsur pertanian pada pawai pembukaan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-36 yang disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Denpasar, Jumat.
Melalui mobil hias yang melewati panggung kehormatan itu menggambarkan sebagai "Lumbung Beras" berbentuk alam flora dengan musik pengiring "okokan" atau alat musik tradisional terbuat dari kayu yang bisa mengeluarkan suara jika digoyang-goyangkan.
Alat musik trdisional itu pada mulanya digunakan untuk hiasan sapi yang dipakai membajak sawah atau untuk mengusir hama.
Seiring perkembangan zaman, okokan akhirnya menjadi tarian yang mencerminkan luapan kegembiraan para petani atas melimpahnya hasil panen di sawah.
Penampilan duta seni Kabupaten Tabanan melewati panggung kehormatan yang ditempati Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah menteri.
Penampilan duta seni Tabanan itu diawali dengan panji-panji kebesaran dan identitas daerah, papan nama, umbul-umbul, dan tari maskot "Bungan Sandat Serasi".
Tari Maskot Kota Tabanan mengambil tema Bunga Sandat sebagai gambaran dalam kehidupan masyarakat yang bermakna sebagai "Parahyangan" (simbol keagungan), Pawongan (simbol keharuman), dan Palemahan (simbol keindahan).
Selain itu juga menampilkan kesenian Mandolin "Bungsil Gading" dari Kecamatan Pupuan yang merupakan alat musik klasik yang dulunya dibawa oleh warga Tiongkok.
Jenis alat musik tersebut biasa dimainkan di sekitar areal persawahan dengan tujuan menjaga tanaman padi agar tidak diganggu burung atau hama menjelang panen. Seiring perkembangan zaman, alat musik mandolin dipadukan dengan alat musik lainnya seperti kendang, kecek, seruling, dan sebuah gong pulu untuk harmonisasi dalam pementasan.
Sebanyak 45 wanita dengan mengenakan kebaya menjunjung gebogan rangkaian janur kombinasi bunga, buah, dan kue yang melambangkan sebagai persembahan dan wujud rasa bakti kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugrah yang dilimpahkan.
Penampilan duta seni Kabupaten Tabanan itu diakhiri dengan fragmen dan tari "Gili Beo" yang menceritakan sebuah parahyangan dan tempat semadi yang dibangun oleh Dang Hyang Dwijendra.
Berawal dari tempat itulah Dang Hyang Dwijendra mengajarkan cara-cara bertani yang baik sesuai ajaran Hindu kepada masyarakat Desa Beraban, Kabupaten Tabanan. Berkat sistem pola tanam yang diperkenalkannya ternyata dapat membuat tanah pertanian menjadi subur dan menghasilkan padi yang berlimpah-ruah.
Para petani mulai meninggalkan sistem pola lama dan menjadi pengikut Dang Hyang Dwijendra. Hal tersebut membuat murka Ki Bendesa Sakti Beraban oleh karena ditinggal para petani.
Pada suatu ketika Ki Bendesa Sakti bersama pengikutnya yang setia menyerang Dang Hyang Dwijendra yang sedang melakukan tapa semadi di "Gili Beo".
Berkat kekuatan yoga-semadinya, berhasil memindahkan "Gili Beo" ke tengah laut (kini Tanah Lot) dan menciptakan banyak ular dengan selendangnya untuk melindungi diri dari serangan Ki Bendesa Sakti.
Akhirnya Ki Bendesa Sakti mengakui kesaktian dan kekuatan spiritual Dang Hyang Dwijendra, sejak saat itu Ki Bendesa Sakti menjadi pengikutnya. Sebelum meninggalkan Desa Beraban, Dang Dwijendra menghadiahkan Ki Bendesa Sakti sebuah keris "Ki Baru Gajah". (WDY)
Tabanan Tonjolkan Unsur Pertanian di Ajang PKB
Jumat, 13 Juni 2014 16:18 WIB